JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Perlahan tapi pasti, perekonomian tanah air membaik pekan ini. Jumat (27/3), indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup pada zona hijau. Begitu pula rupiah, menguat terhadap USD alias dolar Amerika Serikat (AS).
Salah satu pemicu membaiknya IHSG dan nilai tukar rupiah adalah stimulus ekonomi AS yang diloloskan oleh Senat setelah disetujui Presiden Donald Trump. Kebijakan itu langsung mengerek indeks Dow Jones dan berimbas pada Indonesia. Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) mencatatkan USD 1 setara dengan Rp16.230. Sedangkan Bloomberg mencatatkan angka yang sedikit lebih baik. Yakni, Rp16.170 per USD.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menuturkan, kondisi pasar keuangan dan valuta asing (valas) semakin baik. Meredanya kepanikan di pasar keuangan mendorong premi credit default swap (CDS) Indonesia lima tahun turun dari 239 basis poin (bps) ke 181 bps per Kamis lalu (26/3).
Ketentuan menggunakan rekening rupiah dalam negeri (vostro) sebagai underlying dalam transaksi domestic non-deliverable forward (DNDF) bagi investor asing berjalan sesuai rencana. Baik dalam bentuk tabungan, giro, maupun deposito. Dengan demikian, kebijakan tersebut mampu menahan laju permintaan terhadap USD. Sekaligus meningkatkan lindung nilai atas kepemilikan rupiah di Indonesia.
"Terima kasih kepada pelaku pasar bank dan nonbank, eksportir, serta importir yang sudah menjalankan mekanisme pasar dengan baik," terang Perry dalam live streaming konferensi pers kemarin.
Perry menegaskan, pelemahan nilai tukar rupiah belakangan ini tidak berpengaruh banyak terhadap inflasi Maret. Sebab, pasokan bahan pangan masih cukup. Hal tersebut menyebabkan inflasi dari bahan makanan rendah. Selain itu, kebijakan pemerintah untuk menstabilkan pasar keuangan dan perekonomian membuat masyarakat tenang.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira menuturkan, penguatan nilai tukar rupiah dipicu sentimen eksternal. Yakni, kucuran stimulus terbesar sepanjang sejarah perekonomian AS.
"Ini membuat pelaku usaha optimistis. Dianggap bisa menjaga daya beli masyarakat AS. Yang dampaknya bisa memulihkan permintaan ekspor dari Indonesia," ujarnya kepada Jawa Pos kemarin.
Meski ditutup menguat, menurut Bhima, risiko pelemahan tetap bisa terjadi. Sebab, sentimen yang memicu penguatan nilai tukar juga temporer. Pada akhirnya, investor akan tetap melihat berbagai indikator lainnya pada kuartal I tahun ini sebagai patokan untuk mengukur seberapa dalam dampak Covid-19 pada ekonomi global dan domestik.
"Bisa saja berbalik arah ketika rilis data dari berbagai negara nanti (angkanya, Red) di bawah ekspektasi investor. Kalau sudah begitu, bisa juga ada arus dana keluar lagi," imbuhnya.
Sementara itu, IHSG menguat 72 poin atau 1,6 persen ke posisi 4.411,56 sejak perdagangan dibuka pukul 09.00. Bahkan terus terkerek naik ke level 4.681,38 pada penutupan sesi 1. Menutup sesi 2, IHSG finis di level 4.545,57. Menguat 4,76 persen atau 206,67 poin.
Analis pasar modal Hans Kwee menilai, menguatnya IHSG terpengaruh sentimen positif pasar global. "Pada Rabu (25/3), ketika perdagangan Indonesia libur, bursa utama dunia meningkat cukup banyak sejak Selasa (24/3) hingga saat ini. Sehingga IHSG juga ikut naik, mengikuti tren tersebut," ujarnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi