Kamis, 4 Juli 2024

Pertumbuhan Tahun Ini Diproyeksi Minus

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Daftar panjang negara yang masuk jurang resesi semakin bertambah. Yang terbaru, Skotlandia resmi mengekor Jepang dan Thailand yang baru saja menyatakan resesi.

Banyak pihak mempertanyakan kondisi Indonesia ke depan. Pertanyaan itu sejatinya akan terjawab saat Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan realisasi pertumbuhan ekonomi RI kuartal III 2020.

- Advertisement -

Meski terus dibayangi kemungkinan resesi, namun pemerintah tetap berupaya melakukan banyak hal untuk mengantisipasi setiap kemungkinan. Khusus untuk pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini, pemerintah memproyeksikan ada di kisaran -1,1 sampai 0,2 persen. Sementara, di tahun 2021, pemerintah juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh 4,5–5,5 persen.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menuturkan, pada kuartal III dan IV tahun ini perekonomian akan ditopang oleh belanja pemerintah. ‘"Yang bisa positif sampai akhir tahun itu memang satu-satunya mungkin hanya pengeluaran pemerintah. Sehingga pengeluaran pemerintah harus benar-benar digenjot seefektif mungkin untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di kuartal III dan IV," ujarnya di Jakarta, Rabu (19/8).

Febrio menjelaskan, hal itu didasarkan pada komponen pengeluaran seperti konsumsi rumah tangga hingga investasi yang diramal akan tumbuh negatif. Aktivitas perdagangan seperti ekspor dan impor pun masih diproyeksi tertekan.

- Advertisement -
Baca Juga:  Pemenang PTPN IV Regional III Performance League 2024 Diumumkan

Proyeksi yang dilakukan Kemenkeu pada pertumbuhan ekonomi tahun ini pun juga mempertimbangkan realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 yang terkontraksi sebesar -5,32 persen. "Proyeksi 2020, kami revisi setelah kuartal II, sekarang proyeksi kami minus 1,1 persen hingga 0,2 persen," imbuhnya.

Dengan kondisi itu, pemberian stimulus berupa perlindungan sosial masih diupayakan dan terus dipercepat pada sisa 2020 ini. Anggaran perlindungan sosial pada program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang mencapai Rp203,9 triliun diperkirakan akan terserap pada akhir tahun 2020.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional 2020 sekitar 0,9 sampai 1,9 persen. Dia melihat perekonomian global mulai menunjukkan perbaikan selepas tekanan di semester I 2020. Seperti mobilitas masyarakat global yang meningkat meski terbatas, membaiknya keyakinan konsumen dan bisnis di banyak negara, serta naiknya purchasing managers index manufaktur di Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Cina. Meski tidak seperti kondisi saat sebelum pandemi SARS-CoV-2.

Baca Juga:  BRI Peduli, Berbagi Bahagia Bersama

"Indikasinya mulai terlihat di beberapa negara, khususnya di Cina. Didorong dampak penyebaran Covid-19 yang telah berkurang dan stimulus kebijakan fiskal yang besar," terangnya.

Menurut Perry, perekonomian global yang membaik mendorong perbaikan prospek kinerja sektor eksternal dan pemulihan ekonomi nasional yang mulai terlihat sejak Juli. Sinyal positif tersebut ditunjang oleh kenaikan permintaan dalam negeri seiring pelonggaran PSBB, stimulus fiskal dan moneter, serta realisasi restrukturisasi kredit untuk menggerakkan kembali dunia usaha.

Survei BI juga menunjukkan optimisme masyarakat kondisi perekonomian nasional membaik. Indeks keyakinan konsumen (IKK) Juli berada di level 86,2. Angka tersebut lebih baik dibanding bulan Juni dengan berada di posisi 83,8. Menguatnya keyakinan konsumen didorong aktivitas perekonomian yang perlahan mulai bergairah.

Selain itu, indikasi pemulihan ekonomi tercermin pada kenaikan penjualan eceran dan online, ekspektasi, kinerja kegiatan usaha, dan kinerja positif ekspor berlanjut pada Juli. "Tercermin pada kenaikan ekspor sejumlah komoditas, seperti besi dan baja, serta bijih logam," papar pria asal Sukoharjo, Jawa Tengah itu.(dee/han)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Daftar panjang negara yang masuk jurang resesi semakin bertambah. Yang terbaru, Skotlandia resmi mengekor Jepang dan Thailand yang baru saja menyatakan resesi.

Banyak pihak mempertanyakan kondisi Indonesia ke depan. Pertanyaan itu sejatinya akan terjawab saat Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan realisasi pertumbuhan ekonomi RI kuartal III 2020.

Meski terus dibayangi kemungkinan resesi, namun pemerintah tetap berupaya melakukan banyak hal untuk mengantisipasi setiap kemungkinan. Khusus untuk pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini, pemerintah memproyeksikan ada di kisaran -1,1 sampai 0,2 persen. Sementara, di tahun 2021, pemerintah juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh 4,5–5,5 persen.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menuturkan, pada kuartal III dan IV tahun ini perekonomian akan ditopang oleh belanja pemerintah. ‘"Yang bisa positif sampai akhir tahun itu memang satu-satunya mungkin hanya pengeluaran pemerintah. Sehingga pengeluaran pemerintah harus benar-benar digenjot seefektif mungkin untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di kuartal III dan IV," ujarnya di Jakarta, Rabu (19/8).

Febrio menjelaskan, hal itu didasarkan pada komponen pengeluaran seperti konsumsi rumah tangga hingga investasi yang diramal akan tumbuh negatif. Aktivitas perdagangan seperti ekspor dan impor pun masih diproyeksi tertekan.

Baca Juga:  BRI Peduli, Berbagi Bahagia Bersama

Proyeksi yang dilakukan Kemenkeu pada pertumbuhan ekonomi tahun ini pun juga mempertimbangkan realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 yang terkontraksi sebesar -5,32 persen. "Proyeksi 2020, kami revisi setelah kuartal II, sekarang proyeksi kami minus 1,1 persen hingga 0,2 persen," imbuhnya.

Dengan kondisi itu, pemberian stimulus berupa perlindungan sosial masih diupayakan dan terus dipercepat pada sisa 2020 ini. Anggaran perlindungan sosial pada program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang mencapai Rp203,9 triliun diperkirakan akan terserap pada akhir tahun 2020.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional 2020 sekitar 0,9 sampai 1,9 persen. Dia melihat perekonomian global mulai menunjukkan perbaikan selepas tekanan di semester I 2020. Seperti mobilitas masyarakat global yang meningkat meski terbatas, membaiknya keyakinan konsumen dan bisnis di banyak negara, serta naiknya purchasing managers index manufaktur di Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Cina. Meski tidak seperti kondisi saat sebelum pandemi SARS-CoV-2.

Baca Juga:  Giant Gelar Pesta Diskon Ulang Tahun

"Indikasinya mulai terlihat di beberapa negara, khususnya di Cina. Didorong dampak penyebaran Covid-19 yang telah berkurang dan stimulus kebijakan fiskal yang besar," terangnya.

Menurut Perry, perekonomian global yang membaik mendorong perbaikan prospek kinerja sektor eksternal dan pemulihan ekonomi nasional yang mulai terlihat sejak Juli. Sinyal positif tersebut ditunjang oleh kenaikan permintaan dalam negeri seiring pelonggaran PSBB, stimulus fiskal dan moneter, serta realisasi restrukturisasi kredit untuk menggerakkan kembali dunia usaha.

Survei BI juga menunjukkan optimisme masyarakat kondisi perekonomian nasional membaik. Indeks keyakinan konsumen (IKK) Juli berada di level 86,2. Angka tersebut lebih baik dibanding bulan Juni dengan berada di posisi 83,8. Menguatnya keyakinan konsumen didorong aktivitas perekonomian yang perlahan mulai bergairah.

Selain itu, indikasi pemulihan ekonomi tercermin pada kenaikan penjualan eceran dan online, ekspektasi, kinerja kegiatan usaha, dan kinerja positif ekspor berlanjut pada Juli. "Tercermin pada kenaikan ekspor sejumlah komoditas, seperti besi dan baja, serta bijih logam," papar pria asal Sukoharjo, Jawa Tengah itu.(dee/han)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari