JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pemerintah tanggap pandemi Covid-19. Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengatasi wabah yang kali pertama terdeteksi di Cina tersebut. Rabu (18/3) Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut sektor kesehatan sebagai fokus utama APBN tahun ini.
Selain kesehatan, dua prioritas lainnya masih berkaitan dengan Covid-19. Yakni, penguatan jaring pengaman sosial (social safety net) dan penyelamatan sektor dunia usaha.
"Seluruh K/L dan pemda fokus menangani Covid-19. Tapi, dalam APBD maupun anggaran kementerian/lembaga (K/L) selama ini tidak ada pos untuk Covid-19. Maka, akan dilakukan realokasi anggaran K/L dan daerah," ujarnya Rabu (18/3).
Selanjutnya, pemerintah mengalokasikan ulang anggaran K/L sebesar Rp 5 triliun–Rp 10 triliun. Untuk itu, pemerintah perlu menyusun perpres agar dapat memberikan kepastian kepada masyarakat bahwa fasilitas rumah sakit dan BPJS bisa digunakan untuk penanggulangan Covid-19.
Jaminan sosial, menurut menteri yang biasa disapa Ani itu, juga akan diberikan kepada masyarakat yang terdampak kebijakan work from home (WFH). Dia menambahkan bahwa sektor dunia usaha pun telah diberi relaksasi melalui stimulus ekonomi jilid II. Yakni, relaksasi PPh 21, PPh 22, PPh 25, dan percepatan restitusi.
Ani memerinci, hingga akhir Februari, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat defisit APBN Rp 62,8 triliun atau 0,37 persen terhadap PDB. Angka itu lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 54 triliun.
Defisit itu dipicu penerimaan negara yang lebih kecil jika dibandingkan dengan belanja negara. Pendapatan negara tercatat Rp 216,6 triliun dari target yang berkisar Rp 2.233 triliun.
"Pendapatan negara growth-nya minus 0,5 persen dibandingkan tahun lalu yang tumbuh 8,5 persen," imbuh Ani. Sementara itu, realisasi belanja negara tercatat Rp 279,4 triliun dari target tahun ini yang mencapai Rp 2.540 triliun.
Ani menambahkan bahwa sampai akhir Februari lalu tercatat penerimaan pajak Rp 152,9 triliun atau 9,3 persen terhadap target APBN 2020. Targetnya mencapai Rp 1.642,6 triliun. "Penerimaan pajak kita minus 5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu," tambahnya.
Di tempat yang sama, Dirjen Pajak Kemenkeu Suryo Utomo tetap optimistis target penerimaan pajak tahun ini tercapai. Namun, dia mengakui bahwa kinerja penerimaan pajak mengalami tekanan. Terutama pajak penghasilan (PPh) badan dan PPh impor.
Menurut Suryo, DJP dapat mengandalkan penerimaan dari pos pajak pertambahan nilai (PPN) industri manufaktur. Namun, dia mengakui bahwa kinerja sektor tersebut masih tertekan wabah Covid-19.
"Itu sektor yang memang memberikan kontribusi untuk PPN. Jadi, stimulus tadi akan berdampak pada penerimaan pajak. Khusus PPN akan paling tidak bisa terjaga," tambahnya.
Dengan adanya stimulus dan relaksasi yang diberikan pemerintah, Suryo yakin roda sektor industri akan tetap berputar. Dengan demikian, pajak pun tetap punya sumber penerimaan yang dipungut. Yaitu, PPN.
REALISASI APBN (SAMPAI FEBRUARI 2020)
Pendapatan negara: Rp 216,6 triliun (9,7 persen dari target)
Belanja negara: Rp 279,4 triliun (11 persen dari target)
Defisit: Rp 62,8 triliun (0,37 persen terhadap PDB)
Catatan:
Defisit APBN Februari 2020 lebih besar jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Sumber: Kemenkeu
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal