JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Aksi simpati masyarakat Indonesia atas konflik Palestina dan Israel berbuntut pada boikot produk terafiliasi dengan Israel. Sektor industri tidak menampik bahwa boikot tersebut langsung atau tidak langsung, menekan penjualan brand tertentu yang diisukan. Meskipun demikian, pelaku usaha terdampak dinilai masih kuat bertahan untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Merrijantij Punguan Pintaria mengatakan, kinerja industri makanan dan minuman (mamin) menurun akibat terdampak aksi boikot produk pro Israel. “Cukup berdampak, ini menurunkan kinerja industri kita, hanya saja memang sangat sensitif dan industri kita ini masih mencoba bertahan untuk tidak merumahkan karyawannya,” ujarnya, Kamis (14/3).
Merri menyebutkan bahwa industri cukup khawatir apabila boikot berlangsung lebih panjang. Oleh karena itu, dia berharap aksi tidak berlangsung lama mengingat banyak pekerja bergantung pada sektor industri makanan dan minuman tersebut.
Ketua Umum Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah berharap aksi boikot produk pro Israel berakhir. Budi mengatakan, tindakan tersebut hanya akan merugikan industri dalam negeri lantaran semua merek asing tersebut diproduksi menggunakan bahan baku lokal. ‘’Itu merugikan bangsa kita sendiri. Mau itu merek asing, kalau dibuat di Indonesia itu jadi program pemerintah dan harus kita dukung,’’ tegasnya.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menambahkan, aksi itu memiliki dua sisi. ”Satu sisi ini gerakan moral yang harapannya memaksimalkan atau mengefektifkan tekanan terhadap Israel,” ujarnya.(agf/dio/jpg)
JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Aksi simpati masyarakat Indonesia atas konflik Palestina dan Israel berbuntut pada boikot produk terafiliasi dengan Israel. Sektor industri tidak menampik bahwa boikot tersebut langsung atau tidak langsung, menekan penjualan brand tertentu yang diisukan. Meskipun demikian, pelaku usaha terdampak dinilai masih kuat bertahan untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Merrijantij Punguan Pintaria mengatakan, kinerja industri makanan dan minuman (mamin) menurun akibat terdampak aksi boikot produk pro Israel. “Cukup berdampak, ini menurunkan kinerja industri kita, hanya saja memang sangat sensitif dan industri kita ini masih mencoba bertahan untuk tidak merumahkan karyawannya,” ujarnya, Kamis (14/3).
- Advertisement -
Merri menyebutkan bahwa industri cukup khawatir apabila boikot berlangsung lebih panjang. Oleh karena itu, dia berharap aksi tidak berlangsung lama mengingat banyak pekerja bergantung pada sektor industri makanan dan minuman tersebut.
Ketua Umum Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah berharap aksi boikot produk pro Israel berakhir. Budi mengatakan, tindakan tersebut hanya akan merugikan industri dalam negeri lantaran semua merek asing tersebut diproduksi menggunakan bahan baku lokal. ‘’Itu merugikan bangsa kita sendiri. Mau itu merek asing, kalau dibuat di Indonesia itu jadi program pemerintah dan harus kita dukung,’’ tegasnya.
- Advertisement -
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menambahkan, aksi itu memiliki dua sisi. ”Satu sisi ini gerakan moral yang harapannya memaksimalkan atau mengefektifkan tekanan terhadap Israel,” ujarnya.(agf/dio/jpg)