JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Produksi minyak dan gas (migas) Indonesia yang cenderung menurun setiap tahunnya, ditambah dengan makin tingginya impor minyak dan LPG, menunjukkan betapa negara ini masih jauh dari kemandirian energi dan rentan terhadap krisis energi.
Menanggapi kondisi ini, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Eri Purnomohadi mengakui Indonesia kini memang pengimpor minyak atau net oil importer, termasuk LPG.
Namun demikian, menurutnya, bukan berarti ini tidak bisa diatasi. Sebagai negara yang kaya akan sumber daya batu bara, maka menurutnya batu bara bisa dimanfaatkan menjadi sumber energi lain untuk mengurangi ketergantungan impor LPG, salah satunya mengolahnya menjadi Dimethyl Ether (DME) yang bisa menjadi alternatif pengganti LPG.
"BBM demikian, bangun kilang baru dan sebagainya, harus didorong dan diwujudkan di masa yang akan datang," ujarnya kepada wartawan, Senin (11/01/2021).
Meski di sektor energi masih memerlukan banyak perbaikan, namun menurutnya patut disyukuri sampai saat ini negara ini tidak pernah mengalami krisis energi.
"Alhamdulillah sampai saat ini tidak pernah terjadi krisis dan darurat energi. Salah satu tugas DEN tentukan faktor-faktor apakah suatu kondisi memenuhi untuk dijadikan syarat darurat krisis energi," ungkapnya.
Kebutuhan energi nasional, imbuhnya, masih terpenuhi meski di beberapa daerah berlebih dan di daerah lain yang masuk 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) masih mengalami kekurangan.
"Ini hal normal karena keterjangkauan dan keterbatasan sarana distribusi, karena Indonesia sangat luas," ucapnya.
Sumber: CNN/Antara/JPNN
Editor: Hary B Koriun