Minggu, 7 Juli 2024

Hadapi Diskriminasi Perdagangan Ekspor CPO dan Nikel

Indonesia Harus Perkuat Trade Diplomacy

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pemerintah diminta melakukan perlawanan terhadap diskriminasi perdagangan internasional. Pasalnya, Indonesia tengah menghadapi serangan dari banyak negara. Misalnya, kebijakan ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan nikel.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, produk CPO RI mendapat isu negatif karena dianggap tidak ramah lingkungan. Selain itu, World Trade Organization (WTO) menilai industri hilirisasi nikel Indonesia belum optimal sehingga belum waktunya menutup ekspor barang mentah. ’’CPO tekanannya besar. Kita harus konsisten memperjuangkan CPO, terutama pada sisi penetrasi ekspor. CPO dianggap sebagai sesuatu yang tidak ramah lingkungan. Sebagian bisa jadi benar, tapi ada juga motif tersembunyi dari negara yang menolak. Begitu pula dengan nikel, yang justru penolakan datang dari negara yang tidak mengimpor nikel mentah kita, yaitu Uni Eropa,” papar Faisal, Senin (8/1).

- Advertisement -
Baca Juga:  Daftar Handphone Vivo Terbaru yang Siap Jadi Teman Selfie

Menurut Faisal, Indonesia perlu memperkuat trade diplomacy untuk melawan segala tuduhan yang tidak benar. Sebab, ada kepentingan tertentu guna mendorong produk substitusi CPO dari negara-negara yang menentang kebijakan ekspor Indonesia. ’’Seperti Eropa, mereka punya minyak bunga matahari, minyak kacang kedelai,” tuturnya.

Spesifik untuk larangan ekspor biji nikel, Faisal melihat Indonesia sempat mengalami kerugian ketika hendak memulai kebijakan hilirisasi. Namun, kini telah menjadi salah satu faktor penting yang membuat neraca perdagangan terus surplus. ’’Memang pada awal 2020 ekspor sempat menurun karena larangan ekspor bijih nikel. Tidak lama, logam dasar kita naik. Artinya, kerugiannya hanya jangka pendek karena hasil dari hilirisasi mulai terasa tanpa menunggu beberapa tahun lagi,” bebernya.

Baca Juga:  Didorong Kenaikan Harga CPO, DJBC Riau Catat Penerimaan Kepabeanan Rp8,11 Triliun

Terpisah, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyebutkan Kemendag telah membuat perjanjian perdagangan antara Indonesia dan sejumlah negara di 2023. Hal itu dilakukan sebagai upaya membuka akses pasar baru selain pasar tradisional. (agf/dio/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pemerintah diminta melakukan perlawanan terhadap diskriminasi perdagangan internasional. Pasalnya, Indonesia tengah menghadapi serangan dari banyak negara. Misalnya, kebijakan ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan nikel.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, produk CPO RI mendapat isu negatif karena dianggap tidak ramah lingkungan. Selain itu, World Trade Organization (WTO) menilai industri hilirisasi nikel Indonesia belum optimal sehingga belum waktunya menutup ekspor barang mentah. ’’CPO tekanannya besar. Kita harus konsisten memperjuangkan CPO, terutama pada sisi penetrasi ekspor. CPO dianggap sebagai sesuatu yang tidak ramah lingkungan. Sebagian bisa jadi benar, tapi ada juga motif tersembunyi dari negara yang menolak. Begitu pula dengan nikel, yang justru penolakan datang dari negara yang tidak mengimpor nikel mentah kita, yaitu Uni Eropa,” papar Faisal, Senin (8/1).

Baca Juga:  Penjualan Memprihatinkan, Apakah Nissan Terra Facelift Meluncur di RI?

Menurut Faisal, Indonesia perlu memperkuat trade diplomacy untuk melawan segala tuduhan yang tidak benar. Sebab, ada kepentingan tertentu guna mendorong produk substitusi CPO dari negara-negara yang menentang kebijakan ekspor Indonesia. ’’Seperti Eropa, mereka punya minyak bunga matahari, minyak kacang kedelai,” tuturnya.

Spesifik untuk larangan ekspor biji nikel, Faisal melihat Indonesia sempat mengalami kerugian ketika hendak memulai kebijakan hilirisasi. Namun, kini telah menjadi salah satu faktor penting yang membuat neraca perdagangan terus surplus. ’’Memang pada awal 2020 ekspor sempat menurun karena larangan ekspor bijih nikel. Tidak lama, logam dasar kita naik. Artinya, kerugiannya hanya jangka pendek karena hasil dari hilirisasi mulai terasa tanpa menunggu beberapa tahun lagi,” bebernya.

Baca Juga:  Rahmat: Kami Hadir untuk Masyarakat

Terpisah, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyebutkan Kemendag telah membuat perjanjian perdagangan antara Indonesia dan sejumlah negara di 2023. Hal itu dilakukan sebagai upaya membuka akses pasar baru selain pasar tradisional. (agf/dio/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari