JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) pada tahun iniberfokus menggarap pasar dalam negeri. Sebab, menurut para eksportir, pasar udang di AS tidak lagi menguntungkan.Oleh karena itu, mereka akan serius menggarap pasar domestik yang selama ini kontribusinya hanya sekitar satu persen.
Ketua Umum AP5I Budhi Wibowo mengatakan, suplai yang berlebih membuat harga udang di pasar internasional turun. Khususnya AS yang menjadi tujuan 65,78 persen atau 129.900 ton ekspor udang. Mau tidak mau, AP5I harus mencari pasar ekspor baru. Di antaranya, Eropa Timur dan Amerika Selatan. â€Seperti di Brasil, ada permintaan untuk produk value added. Bahkan, produk Thailand dan Vietnam sudah masuk ke sana,†paparnya, Selasa (2/7).
Selain itu, strategi utama AP5I adalah memperbesar penjualan di pasar lokal. â€Hingga tiga tahun ke depan, minimal kontribusi pasar lokal bisa sampai sepuluh persen,†jelas Budhi. Saat ini sudah ada lima perusahaan anggota AP5I yang akan memasarkan produknya di pasar domestik. Lima perusahaan itu ialah Bumi Menara Internusa, Atina, Altertrade Indonesia, SKB, KML Food, dan ICS Group. Selain udang, mereka akan memasarkan ikan nila dan patin.
â€Kami akan sasar horeka (hotel, restoran, dan katering) serta ritel modern, terutama pasar premium,†lanjut Budhi. Produk yang dipasarkan tidak berbeda dengan yang diekspor, yaitu udang segar yang dibekukan dengan teknik individual quick frozen (IQF). Udang yang satu per satu dibekukan secara cepat pada suhu minus 18 derajat itu akan awet sampai dua tahun. Logo IQF tersebut akan dicantumkan pada setiap kemasan.
â€Artinya, udang kami masuk kategori segar dan aman karena bakteri tidak bisa tumbuh pada suhu minus 18 derajat,†terangnya. Sementara itu, berdasar data KKP 2018, ekspor komoditas udang mencapai USD 1,7 miliar (sekitar Rp 24 triliun) atau sekitar 35,83 persen dari total ekspor hasil perikanan.