JAKARTA (RIAUPOS.CO) — April 2020 mendatang, pemerintah menjadwalkan aturan kontrol perangkat ponsel ilegal atau Black Market (BM) dengan validasi IMEI diterapkan. Setelah berlaku, perangkat ponsel BM baru tidak lagi dapat menggunakan layanan telekomunikasi seluler dari seluruh operator di Indonesia karena nomor IMEI-nya akan divalidasi.
Aturan mengenai kontrol perangkat ponsel BM dengan Internasional Mobile Equipment Identity atau IMEI ini dibuat oleh tiga kementerian. Adapun kementerian tersebut adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Selain tiga kementerian tersebut, operator seluler juga dilibatkan sebagai eksekutor pemblokiran perangkat untuk tidak dapat terkoneksi oleh jaringan seluler jika didapati IMEI ponsel yang bersangkutan tak terdaftar di database kementerian terkait tadi. Menjelang aturan yang akan berlaku sekira empat bulan lagi, operator seluler melalui Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) mengaku siap untuk menjalankan aturan tersebut.
Meski siap, ATSI menyampaikan bahwa mereka terlebih dahulu harus menunggu sampai teknis operasi aturan tersebut jelas. Hal itu disampaikan oleh Board Member ATSI Arief Musta’in di Jakarta, Senin (2/12).
"Kita masih mendiskusikan lagi. Karena peraturan kementerian kan sudah ada, yang kita tunggu kan peraturan Dirjen. Jadi detailnya, aturan per Dirjen itu yang nanti jadi pegangan kita sehingga untuk IMEI memang lagi nunggu detail teknis pelaksanaannya bagaimana," ujar Arief kepada awak media.
Arief melanjutkan, bagi operator seluler, pihaknya siap mendukung selama tujuannya untuk kesehatan industri dan kepentingan bangsa karena untuk mengurangi penyelundupan. "Operator seluler siap, setelah teknis operasinya jelas, kita ikuti," tegas Arief.
Dia juga menyebut bahwa sejak wacana aturan ini digaungkan, ATSI sudah dan rutin berdiskusi dengan pihak terkait dalam hal ini Dirjen Sumberdaya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Ismail.
"Diskusi sama Pak Ismail sudah panjang kali lebar kali tinggi. Karena diskusinya banyak, karena menyangkut industri banyak, Kemendag, impor device, dan hal lain karena ini menyangkut tiga kementerian," lanjutnya.
Sementara ditanya soal investasi alat Equipment Identity Register (EIR), hal yang selama ini menjadi sorotan ATSI mengenai beban investasi yang harus ditanggung siapa, Arief enggan menjawab lebih rinci.
"Investasi EIR gimana? Itu yang penting perlunya pendalaman level teknis. Karena keputusan Menteri masih high level. Nanti teknisnya akan diatur mana yang iya mana yang nggak," tandas Afief.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal