JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Kemarau panjang pada 2019 memberi berdampak pada berkurangnya luas lahan panen. Akibatnya, hasil produksi pertanian diperkirakan bakal merosot. Jumlah produksi gabah atau beras pun diprediksi akan menurun.
Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengingatkan pemerintah terkait musim kemarau sepanjang 2019 yang lebih panjang. Kemarau panjang akan menyulitkan masymendapatkan air bersih di sejumlah wilayah dan gagal panen akibat minimnya pasokan air.
“Potensi luas panen tahun ini memang lebih rendah dari 2018, indikasinya seperti itu,” ungkap Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan BPS, Hermanto kepada wartawan, Jumat (30/8).
BPS mengingatkan, ancaman turunnya produksi masih terjadi, mengingat belum berakhirnya musim kemarau. Namun, dari pengamatan yang dilakukan melalui Kerangka Sampel Area (KSA), terdeteksi masih ada potensi pertanaman sampai Oktober, khususnya di daerah-daerah yang memiliki irigasi yang baik.
“Harus hati-hati di sisa bulan-bulan kedepan sampai Desember," dia mengingatkan.
Sebelumnya, BPS menyebut luas lahan baku sawah terus menurun. Menurut data luas lahan yang didapatkan dari Kerangka Sampel Area (KSA) menggunakan data hasil citra satelit Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan Badan Informasi Geospasial (BIG), ada penurunan. Pada 2018 luas lahan ada 7,1 juta hektare. Sedang pada 2017 masih 7,75 juta hektare.
Menguatkan data BPS, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkapkan terdapat tujuh provinsi yang terdampak bencana kekeringan, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT. Empat kabupaten berstatus tanggap darurat, dan 32 kabupaten/kota berstatus siaga darurat.
Sebaliknya, Menteri Pertanian Amram Sulaiman optimistis produksi pangan tetap baik. Ia punya kiat menjaga produksi. Mentan mendesak petani menggenjot produksi pangan dengan mengurangi jam tidur. Bahkan, menteri asli Sulawesi Selatan itu meminta petani bekerja 24 jam penuh selama sehari untuk mengejar produksi pangan.
“Tidur dekat ekskavator (mesin pengeruk untuk penggalian) bareng pak Danramil. Bangun, kerja lagi. Dengan semangat kerja begini, Sumsel yang 5 besar penghasil pangan terbesar, nomor tiga di Indonesia bisa menjadi peringkat 1 pada 2020,” ujar Amran saat berdialog bersama petani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Petani (Gapoktan) di Kecamatan Muara Padang, Banyuasin, Sumatera Selatan, Rabu (28/8).
Dampak kemarau panjang juga ditanggapi Guru Besar IPB, Dwi Andreas. Ia mengakui, stok beras di Bulog yang ada sekitar 2,3 juta ton itu penting sebagai cadangan. Akan tetapi, yang perlu dipertimbangkan adalah saat ini Bulog memiliki tugas untuk salurkan beras ke program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) melalui e-warung. Jika program tersebut sudah berjalan, maka stok di Bulog dipastikan berkurang.
Menurutnya, pemerintah harus benar-benar melakukan perhitungan yang tepat. Mengingat saat ini produksi pangan mengalami penurunan.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal