(RIAUPOS.CO) — Delapan jurnalis dari berbagai media massa di Indonesia menikmati keistimewaan Taman Nasional (TN) Bunaken di Sulaweai Utara, kekayaan alam timur Indonesia. Perjalanan jurnalistik 26-29 September itu bukan perjalanan biasa. Mereka merupakan panitia dan pemenang Lomba Karya Jurnalistik (LKJ) yang ditaja Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Riau bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Para pemenang pertama, selain mendapatkan hadiah uang Rp15 juta per orang, juga mendapatkan bonus berwisata ke kawasan timur Indonesia. Awalnya direncanakan ke Raja Ampat. Karena alasan cuaca, perjalanan dialihkan ke TN Bunaken.
Rombongan ini dipimpin Kepala Sub Bagian Publikasi Biro Hubungan Masyarakat KLHK, Firdaus. Bersamanya juga ada beberapa staf yang ikut. Sebelum menjelajahi keistimewaan Bunaken, peserta dibawa singgah ke kantor TN Bunaken Kota Manado.
''Kalau Bunaken sudah sangat terkenal di dunia. Tapi kawasan Taman Nasional ini bukan hanya Pulau Bunaken. Masih ada Bunaken lainnya yang tak kalah indah. Ada Pulau Siladen, Montehage, Nain dan Manado Tua. Semua pulai ini indah dan memiliki keistimewaan masing-masing. Kami ingin pulau yang lain ini juga dikenal,'' jelas Kasubag Tata Usaha TN Bunaken, Niko Nikolas.
Menuju pulau-pulau di kawasan Bunaken, banyak jalur yang bisa dilewati. Perjalanan hari pertama tim jurnalis dan KLHK, Jumat (27/9) itu melalui pelabuhan Grand Lauley. Hari memang masih pagi, sekitar pukul 09.00 WIT, karena rombongan mengejar jam lumba-lumba bermain di kawasan laut Bunaken tetsebut. Benar, beberapa menit berlayar, ratusan lumba-lumba bermunculan di depan mata. Asyik. Fantastik. Sementara, pulau-pulau terlihat berjejer, dan sebuah gunung menyembul tinggi di antara daratan di tengah laut itu.
Pasir putih serupa gula pasir membentang luas di tengah laut yang timbul saat air surut, atau disebut Bungin, menjadi destinasi berikutnya. Batu karang menghampar dan banyak bintang laut di sini. Bungin terletak di depan Pulai Nain. Pulu Nain dihuni masyarakat Suku Bajau (disebut juga Bajo, red) yang sehari-hari sebagai nelayan dan petani rumput laut. Di pulau ini rombongan makan siang, melihat kebudayaan masyarakat serta meminum air sumur keramat yang disebut Jere.
Pulau Montehage dengan luas 5000 hektare dengan hutan bakaunya yang lebat, menjadi tujuan berikutnya. Banyak cerita yang didapat. Mulai dari pengalaman konservasi masyarakat dalam memulihkan hutan bakau yang habis, rusa yang bermain di halaman rumah, pulau ular yang bisa dilihat saat bulan purnama hingga menikmati pisang gorogoh sambal dabu-dabu dan es kelapa muda gula merah. Segar.
Hari mulai gelap. Perjalanan hari pertama berakhir di Woka Resort, Pulau Manado Tua. Matahari jatuh ke jantung laut, persis di ujung pelupuk mata Pulau Manado Tua. Senja yang nikmat. Sedang debur laut Bunaken sepanjang malam menjadi nandung selama tidur. Pagi pula, mata terbuka, ibu pertiwi sudah menyapa. Matahari terbit di sebelah kiri kamar, muncul di kejauhan antara perahu-perahu nelayan yang terlihat samar.
''Manado Tua, di sini banyak sejarah. Dulu ada kerajaan tua, Bowentahu namanya. Di sini juga ada Gunung Manado Tua, dari atasnya atau signase, bentang alam laut dan Kota Manado terlihat semua. Inilah puncak tertinggi di Kota Manado,'' jelas Pandu, salah seorang pegawai TN Bunaken tadi malam.
Ah, memang sudah tak sabar rasanya untuk menjejakkan kaki di pinggang atau signase gunung Manado Tua ini. Apalagi jika beruntung bisa bertemu Yaqi (hewan endemik Sulawesi, red). Bisa juga melihat hutan woka yang tumbuh liar hingga belakang rumah. Daun inilah yang dijadikan timba di sumur jere di Pulau Nain hingga jadi atap resort tempat rombongan menginap. Maka, pagi itu, usai sarapan, rombongan mendaki gunung dengan ketinggian 812 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu. Trek yang lumayan cocok untuk pendaki pemula. Sudah jelas jalurnya, bahkan sebagian sudah dilengkapi dengan tangga kayu karena masyarakat di sana bersama TN Bunaken sedang mempersiapkan kawasan ini sebagai destinasi wisata. Pengunjung bisa menikmati keindahan laut bunaken dari ketinggian. Dan, segala lelah hilang setelah meneguk segar air kelapa muda dari pohonnya yang berjejer dengan kebun pala saat penurunan.
Taman laut Bunaken dengan jutaan jenis batu karang dan ikan, menjadi destinasi terakhir di hari kedua setelah Gunung Manado Tua, tujuan pertama dalam perjalanan terakhir. Snorkling di laut Bunaken menjadi lebih sempurna dengan tutorial snorkling yang tepat bersama tim penyelam TN Bunaken. Macam-macam batu saling tumpuk. Rupa-rupa ikan berkejaran, bermain bebas, berebut makanan yang sengaja dibawa oleh rombongan. Sungguh, mereka adalah bunga surga bawah laut yang tiada tara indahnya. Tak heran jika lebih 20 ribu pengunjung datang ke tempat ini setiap bulannya.
Laporan: Kunni Masrohanti (Manado)
Editor: Firman Agus