JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Mabes Polri memutuskan untuk menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo dari jabatan sebagai Kepala Divisi Propam. Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menyampaikan keputusan tersebut secara resmi kepada publik pada Senin (18/7) malam.
Orang nomor satu di tubuh Polri itu menyatakan bahwa keputusan tersebut diambil demi menjaga objektivitas penanganan kasus tembak-menembak antar personel Polri di rumah dinas kepala Divisi Propam.
Menurut Jenderal Sigit langkah itu dilakukan oleh Mabes Polri setelah mencermati perkembangan dan melihat spekulasi yang terus berkembang terkait dengan penanganan kasus tersebut. Jika tidak mengambil sikap, dia menilai kondisi itu sedikit banyak akan berpengaruh terhadap kerja-kerja timnya.
"Jadi, saya putuskan bahwa mulai hari ini, mulai malam ini (kemarin, red), jabatan Irjen Pol Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam saat ini kami nonaktifkan," tegas dia.
Selanjutnya Wakapolri Komjen Gatot Eddy akan menggantikan Irjen Ferdy Sambo sebagai kepala Divisi Propam Polri. "Sehingga kemudian apa yang terkait dengan kegiatan-kegiatan di (Divisi) Propam (Polri) dikendalikan oleh Bapak Wakapolri," terang Sigit.
Tidak hanya mencermati kondisi dan situasi terkini, kapolri mengambil langkah tegas itu sebagai bagian dari komitmen Polri untuk menangani dan menuntaskan kasus tersebut secara transparan dan akuntabel.
Mantan kepala Bareskrim Polri itu menyatakan bahwa pihaknya menjaga betul penanganan kasus tersebut agar berjalan dengan baik. Pihaknya ingin, kasus itu benar-benar tuntas. "Dan membuat terang peristiwa yang terjadi," ujarnya.
Saat ini, Sigit menyebutkan, Tim Khusus masih bekerja. Demikian pula dengan petugas dari Polres Jakarta Selatan dan Polda Metro Jaya. Kemudian hasil kerja dari Tim Khusus, polres, dan polda akan digabungkan. "Menjadi satu rangkaian peristiwa," ujar dia.
Sigit menegaskan, penanganan kasus itu terus berlangsung. "Proses pemeriksaan saksi sedang berjalan, pengumpulan alat bukti juga berjalan," ujarnya. Seluruh bukti tersebut, lanjut Sigit, dipastikan dapat dipertanggungjawabkan secara scientific.
"Sebagaimana komitmen kami untuk memproses seluruh peristiwa yang ada ini dengan pertanggungjawaban secara scientific crime investigation," jelas lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1991 tersebut.
Beberapa jam sebelum Jenderal Sigit mengumumkan pencopotan Irjen Ferdy Sambo dari jabatannya, Tim Penasihat Hukum Keluarga Almarhum Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigpol J) mendatangi kantor Bareskrim Polri.
Tim yang dikoordinatori oleh Kamaruddin Simanjuntak itu menyatakan bahwa kedatangan mereka ke Bareskrim Polri untuk melaporkan beberapa kasus. "Laporannya sudah diterima," jelas dia kepada awak media.
Semula, mereka hendak melaporkan kasus dugaan pembunuhan berencana, pembunuhan, penganiayaan berat, pencurian dan peretasan. Namun, tidak semua laporan diterima oleh Bareskrim. Khusus laporan pencurian dan peretasan ditolak lantaran masih ada berkas yang belum lengkap.
Salah satunya telepon genggam yang diretas. Melalui laporan tersebut, Kamaruddin berharap besar Polri bisa mengungkap sejumlah kejanggalan yang dia nilai sangat jelas terlihat.
Dalam peristiwa tembak-menembak di rumah dinas kepala Divisi Propam Polri itu, Brigadir Polisi Yosua meninggal dunia. Kamaruddin menyebut, jenazah Yosua ditemukan pukul 17.00. Informasi berdasar hasil visum et repertum yang diterima oleh pihak keluarga dari Polres Metro Jakarta Selatan. Kabar dari Polres Metro Jakarta Selatan lantas diperkuat dengan keterangan dari Rumah Sakit Polri Kramat Jati. Di hari yang sama, mereka menyatakan bahwa Yosua telah meninggal dunia.
Kedua berkas itu, lanjut Kamaruddin disertakan sebagai barang bukti dalam laporan kemarin. Selain berkas-berkas itu, mereka turut menyertakan foto-foto jenazah Brigadir Polisi Yosua.
Tidak sebatas foto-foto yang menunjukkan ada bekas luka tembak di tubuh anak buah Irjen Ferdy Sambo itu, Kamaruddin turut menyerahkan foto-foto yang menurut dirinya bisa menjadi petunjuk telah terjadi penganiayaan berat dan pembunuhan berencana.
Di antara foto-foto itu, Kamaruddin menjelaskan bahwa terdapat foto gigi yang sudah berantakan, luka memar di sekitar tulang rusuk, foto pergeseran rahang, luka sayatan di bagian kaki, bagian perut yang tampak membiru, dan luka di bagian perut yang masih mengeluarkan darah.
Luka-luka tersebut, lanjut dia, yang memunculkan dugaan telah terjadi penganiayaan berat dan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Polisi Yosua oleh pihak yang sampai saat ini belum diketahui.
Karena itu, dalam laporan yang dibuat oleh timnya, terlapor tidak tertuju pada satu pihak. Dalam laporan tersebut hanya disebutkan bahwa terlapor adalah masih dalam penyelidikan. "Kami tidak mau membuat laporan sebagai terlapor yang disebut dengan Bharada E," jelas Kamaruddin.
Berdasar fakta-fakta yang ditemukan sejauh ini, dia meyakini bahwa terlapor tidak mungkin seorang diri. "Bukan hanya satu atau dua orang. Ini ada beberapa orang," tambahnya.
Orang-orang itu, masih kata Kamaruddin, bisa jadi memiliki peran yang berbeda-beda. Mulai yang berperan memukul, melukai menggunakan senjata tajam, dan menggunakan senjata api. "Dengan banyaknya luka (di tubuh Brigadir Polisi Yosua) kami sangat yakin ini adalah pembunuhan berencana," ujarnya. Atas temuan itu pula, pihaknya meminta dilakukan visum et repertum dan autopsi ulang terhadap jenazah Brigadir Polisi Yosua.
Sementara itu, sebanyak 50 advokat yang tergabung dalam Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan (TAMPAK) turut mendorong Kapolri mengusut tuntas peristiwa kematian Brigadir Yosua secara profesional dan transparan. Juga mendesak Kapolri agar membuka rekaman CCTV dan melakukan otopsi ulang. "Kami minta supaya ini dituntaskan secara terang benderang," kata Judianto Simanjuntak, salah satu advokat TAMPAK kepada Jawa Pos (JPG).
Kemarin, beberapa advokat TAMPAK mendatangi Mabes Polri untuk menyampaikan tuntutan tersebut. "Tadi kita berupaya menemui kapolri, tapi tidak bisa ditemui," ujarnya.
Menurut TAMPAK, kredibilitas Polri benar-benar diuji dalam kasus kematian Yosua. Apalagi, sampai saat ini belum diketahui sejauh mana progres pengungkapan kasus yang dilakukan Tim Khusus tersebut. "Sampai saat ini belum ada titik terang siapa sebetulnya pelakunya (yang membuat Yosua tewas, red)," ujar Judianto.(syn/tyo/jpg)