JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Sudah menjadi rahasia umum bahwa masih banyak kalangan menengah ke atas yang menikmati subsidi BBM. Fakta itu mendorong pemerintah untuk mewacanakan pembatasan kendaraan bermotor yang bisa menikmati BBM bersubsidi, khususnya pertalite. Salah satu yang disebut masuk kriteria pembatasan adalah kendaraan dengan spesifikasi mesin di atas 2.000 cc.
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Saleh Abdurrahman mengonfirmasi adanya wacana tersebut. "Saat ini, dari hasil kajian kami, pertalite bagi mobil di atas 2.000 cc (dibatasi)," ujarnya kepada Jawa Pos (JPG), Senin (4/7).
Meski begitu, wacana itu belum final. Sebab, hingga kini, payung hukumnya sedang dalam tahap finalisasi. Pemerintah tengah merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191/ 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM. Jika aturan itu rampung, nanti akan diperinci siapa-siapa saja yang berhak dan tidak berhak menikmati BBM bersubsidi.
Rencananya, revisi tersebut rampung pada Agustus 2022. Saleh mengimbau masyarakat agar melakukan pendaftaran kendaraannya ke MyPertamina. Meski belum menjelaskan secara spesifik indikator pembatasan kendaraan di atas 2.000 cc untuk membeli pertalite, Saleh menyebut hal itu sebagai anjuran agar kendaraan berkubikasi besar mengonsumsi jenis BBM yang lebih ramah lingkungan.
"Konsumsi (kendaraan) 2.000 cc ke atas itu besar juga bagi mobil-mobil lux (mewah). (Mobil-mobil itu) dianjurkan juga oleh pabrikan untuk mengonsumsi BBM dengan oktan tinggi yang lebih bersih," jelasnya.
Dalam sebuah kesempatan baru-baru ini, Saleh menyebutkan bahwa pembelian solar akan dibatasi bagi seluruh kendaraan pribadi pelat hitam. Namun, pembelian solar masih bisa dilakukan untuk kendaraan pribadi dengan bak terbuka.
Sebagai catatan, dalam revisi perpres yang tengah berlangsung, turut dipertimbangkan fungsi ekonomi dari tiap kriteria kendaraan bagi masyarakat.
"Kami mendapat masukan bahwa masih banyak kendaraan roda empat bak terbuka yang mengangkut pasir atau usaha kecil-kecil lainnya di kampung-kampung. Kalau dibatasi akan sangat menyulitkan," katanya.
Di sisi lain, transportasi umum dan angkutan barang dengan pelat kuning masih diberi akses untuk membeli solar. Alasannya, dua jenis angkutan itu berkontribusi pada kegiatan perekonomian dan sosial masyarakat.
Pertamina mencatat, 60 persen warga yang menikmati BBM bersubsidi termasuk golongan kaya. "Golongan kaya ini mengonsumsi hampir 80 persen dari total konsumsi BBM bersubsidi," terang Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting Kamis (30/6).
Sementara itu, 40 persen masyarakat rentan dan miskin hanya mengonsumsi 20 persen dari total subsidi energi. Terkait wacana pembatasan penggunaan pertalite dan solar untuk mobil berkapasitas mesin 2.000 cc ke atas, pelaku industri otomotif memprediksi bahwa hal itu dalam jangka pendek belum memengaruhi penjualan secara signifikan di segmen tersebut.
Direktur Marketing PT Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmy Suwandi mengatakan, banyak faktor yang memengaruhi permintaan di pasar otomotif, khususnya roda empat. Yang terbesar adalah kondisi ekonomi. "Karena biasanya membeli kendaraan sudah dipersiapkan jauh-jauh hari," ucap Anton saat dihubungi JPG.
Untuk jangka menengah dan panjang, Anton tak menutup kemungkinan bahwa hal itu bisa berdampak. "Belum tentu ke penurunan demand, tapi ke arah switching ke model-model lain. Bergantung kebutuhan mobilitasnya," tutur Anton.
Di sisi lain, Business Innovation and Sales & Marketing Director HPM Yusak Billy menilai kebijakan itu sejalan dengan tren dan kebutuhan konsumen untuk mobil dengan mesin lebih efisien, hemat, dan ramah lingkungan. Menurut dia, saat ini hampir seluruh mobil Honda di Indonesia berkapasitas 1.500 cc.
Bahkan, sebagian mobil telah dilengkapi teknologi turbo. "Meski kebijakan ini belum berdampak langsung pada Honda, tentu kami akan terus memonitor pengaruh ke depannya," tegas Billy.(dee/agf/c18/cak/jpg)