JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri Kombes Pol Gatot Repli Handoko mengatakan, pihaknya mendapatkan laporan dari Ditjen Imigrasi Kemenkumhan, bahwa Saifuddin Ibrahim kabur ke Amerika Serikat sejak Maret 2022.
Diketahui, Pendeta Saifuddin Ibrahim telah ditetapkan tersangka oleh Bareskrim Polri, terkait dugaan tindak pidana penistaan agama dan ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
"Nah dia itu keliatannya menurut data Imigrasi Kemenkumham, Maret berangkat ke Amerika Serikat," ujar Gatot kepada wartawan, Jumat (1/4).
Mantan Kabid Humas Polda Jawa Timur tersebut menuturkan, Saifuddin Ibrahim kabur ke Amerika Serikat karena videonya yang meminta 300 ayat di Alquran untuk dihapus mendapat sorotan dari masyarakat.
"Jadi semenjak dia naikin (unggah video) di akun pertama kali terus dapat sorotan dari netizen, kita duga yang bersangkutan sudah berangkat," katanya.
Oleh sebab itu, Gatot menuturkan saat Tim Penyidik Bareskrim Polri melakukan penyelidikan dugaan penistaan agama tersebut, Saifuddin Ibrahim sudah tidak lagi berada di Indonesia.
Gatot menjelaskan pihaknya berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait untuk menangkap Saifuddin Ibrahim agar bisa mempertangungjawabkan perbuatannya.
"Nah meskipun dia sudah berangkat kita tetap melakukan proses pendalaman dan ada beberapa saksi kita periksa," ungkapnya.
Adapun, Saifuddin Ibrahim dijerat dengan pasal 45A ayat (1) Jo Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman 6 tahun kurungan penjara.
Bahwa pasal tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana penistaan agama dan ujaran kebencian berdasarkan SARA. Pasal itu berkaitan dengan dugaan penyebaran berita bohong alias hoaks.
Diketahui, Saifuddin Ibrahim meminta Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menghapus 300 ayat dalam Alquran. Pria itu berkata ratusan ayat tersebut memicu intoleransi dan tak perlu diajarkan di pesantren karena bisa memicu radikalisme.
"Bahkan kalau perlu 300 ayat yang menjadi pemicu hidup intoleran, pemicu hidup radikal dan membenci orang lain karena beda agama itu di-skip atau direvisi atau dihapuskan dari Alquran Indonesia. Ini sangat berbahaya sekali," kata Saifudin dalam sebuah video.
Saifuddin juga menyebutkan bahwa pesantren di Indonesia cenderung melahirkan para teroris. Dia pun meminta agar seluruh kurikulum dalam pesantren diubah sepenuhnya.
"Ini yang menjadi perhatian saya agar ayat-ayat Alquran yang keras itu tidak diajarkan di pesantren ataupun madrasah-madrasah di seluruh Indonesia. Merevisi semua kurikulum itu agar tidak menghancurkan bangsa kita," ujarnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi