TEHERAN (RIAUPOS.CO) – Iran memamerkan rudal jarak jauh terbaru yang dijuluki Kheibarshekan atau penghancur kastil. Jangkauan rudal ini disebut bisa mencapai wilayah Israel.
Rudal itu diperkenalkan saat Kepala Staf Angkatan Bersenjata, Mohammad Hossein Bagheri, dan Komandan Angkatan Udara, Amir Ali Hajizadeh, berkunjung ke pangkalan Garda Revolusi Iran (IRGC) pada Rabu (9/2/2022).
Merujuk keterangan di situs Garda Sepah News, rudal itu memiliki jangkauan 1.450 kilometer dengan akurasi yang tepat. Sementara itu, Israel terletak di 1.000 kilometer dari perbatasan barat Iran.
"Kemampuan manuver dan kecepatan ekstrem memungkinkan mencapai target dalam radius 1.450 kilometer," demikian keterangan di situs itu, seperti dikutip AFP.
Rudal ini beroperasi menggunakan bahan bakar padat. Kheibarshekan juga bisa menembus sistem anti-rudal serta yang punya manuver canggih saat mendarat.
Desain rudal baru itu sedikit berbeda dari rudal yang lain. Berat rudal Kheibarshekan juga dikurangi tiga kilogram dari rudal lainnya. Selain itu, rudal ini memiliki kecepatan lebih tinggi untuk mencapai target.
Sebelumnya, tepatnya pada 24 Desember lalu, Iran menembakkan 16 rudal balistik untuk mengakhiri latihan militer. Para jenderal mengatakan penembakan rudal itu merupakan peringatan terhadap musuh bebuyutan mereka, Israel.
Institut Internasional untuk Studi Strategis (IISS) mengatakan, Iran memiliki sekitar 20 jenis rudal balistik serta rudal jelajah dan drone.
Kemampuan rudal Iran sendiri bervariasi. Jenis Qiam-1 memiliki jangkauan 800 kilometer, sementara Ghadar-1 bisa menjangkau hingga 1.800 kilometer.
Dengan data ini, Iran menjadi negara yang memiliki persenjataan rudal terbesar di Timur Tengah. Bagheri bahkan mengatakan, Iran bisa menjadi pengekspor senjata terbesar di dunia jika sanksi Amerika Serikat dicabut.
Washington menjatuhkan sanksi lantaran Teheran terus melakukan pengayaan uranium. Namun pekan lalu, AS memutuskan mencabut sanksi terhadap Iran demi kelancaran perundingan kesepakatan nuklir 2015 (JCPOA).
Meski demikian, Iran merasa hal tersebut tak cukup. Mereka membutuhkan jaminan AS tak menarik diri secara sepihak lagi di masa depan.
JCPOA sempat terhenti karena Presiden AS, Donald Trump, keluar dari kesepakatan tersebut pada 2018. Namun sejak AS dipimpin Joe Biden, Washington dan Teheran terus menggelar dialog untuk kembali menghidupkan kesepakatan itu.
Sumber: AFP/News/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun