Jumat, 11 April 2025

Kemendagri Sambut Perluasan Akses NIK

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Nomor In­duk Kependudukan (NIK) bakal makin krusial fungsinya. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 tahun 2021, Presiden Joko Widodo mendorong semua pelayanan publik untuk menggunakan NIK sebagai persyaratan administrasi. Selain NIK, perpres itu juga mengatur perluasan akses Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Di mana, semua lembaga diwajibkan menjamin kerahasiaan data pribadi penggunaan NIK maupun NPWP.

Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh menyambut positif perpres tersebut. Dia menilai regulasi yang baru diterbitkan itu menjadi bagian dari upaya membangun tradisi baru. "Ini memang ada proses membiasakan mengingat NIK dan nama. Kalau dulu kan hanya mengingat nama," ujarnya, kemarin (30/9).

Dalam jangka panjang, lanjut dia, pengintegrasian dalam satu data akses layanan akan dapat terwujud. Di satu sisi, masyarakat yang belum punya NIK akan tergerak untuk mengurusnya. Berdasarkan data dukcapil, masih ada 3 jutaan warga yang belum memilikinya.

Baca Juga:  Pengamat: Kinerja Airlangga Membuatnya Berpeluang Besar di Pilpres 2024

Mau tidak mau, warga tersebut harus segera mengurus NIK. Sebab, tanpa NIK mereka nantinya akan kesulitan mengakses layanan publik. Dukcapil sendiri akan berupaya mengejar kekurangan itu melalui program jemput bola. Khususnya di wilayah Indonesia Timur dan kawasan adat.

Di sisi lain, kebijakan tersebut juga akan memaksa sejumlah lembaga untuk bekerja sama dengan dukcapil. Sehingga, ada proses validasi atas layanan yang melibatkan data kependudukan. "Kalau gak ada validasi (database) orang nulis NIK-nya nanti ngawur. Bisa saja nulis NIK-nya ngasal," imbuhnya. Sejauh ini, baru sekitar 3000-an lembaga saja yang sudah bekerjasama.

Disinggung soal kesiapan pengamanannya, Zudan menyebut secara sistem sudah ada. Nantinya, infrastruktur dan akses ke data center juga akan diperkuat. Dukcapil akan mendorong lembaga pengguna untuk menggunakan sistem pengamanan two factor authentication. 

Baca Juga:  Ada Apa dengan Pertemuan Prabowo-Jokowi? Ini Penjelasannya

"Seperti sekarang model Bank Mandiri sudah menggunakan NIK dan foto wajah. BCA juga NIK dan foto wajah," jelas pria asal Jogja itu. Pilihan lain, lembaga pengguna bisa menyiapkan card reader sebagai alternatif validasi NIK. Tidak perlu lagi menggunakan syarat fotokopi E-KTP, yang memiliki celah kebocoran data pribadi.

Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah mengatakan, kebijakan mewajibkan NIK sah-sah saja. Namun dia mengingatkan, pemerintah harus serius menyiapkan ekosistemnya.

Lina juga mendorong pemerintah proaktif mendata masyarakat yang belum memiliki NIK. Selain itu, penyediaan perangkat seperti card reader harus diperbanyak. Sebab, jika validasinya masih manual, syarat NIK bisa menyulitkan. "Khususnya masyarakat yang sudah berusia lanjut," ujarnya.(far/bay)/bay/jpg)
 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Nomor In­duk Kependudukan (NIK) bakal makin krusial fungsinya. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 tahun 2021, Presiden Joko Widodo mendorong semua pelayanan publik untuk menggunakan NIK sebagai persyaratan administrasi. Selain NIK, perpres itu juga mengatur perluasan akses Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Di mana, semua lembaga diwajibkan menjamin kerahasiaan data pribadi penggunaan NIK maupun NPWP.

Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh menyambut positif perpres tersebut. Dia menilai regulasi yang baru diterbitkan itu menjadi bagian dari upaya membangun tradisi baru. "Ini memang ada proses membiasakan mengingat NIK dan nama. Kalau dulu kan hanya mengingat nama," ujarnya, kemarin (30/9).

Dalam jangka panjang, lanjut dia, pengintegrasian dalam satu data akses layanan akan dapat terwujud. Di satu sisi, masyarakat yang belum punya NIK akan tergerak untuk mengurusnya. Berdasarkan data dukcapil, masih ada 3 jutaan warga yang belum memilikinya.

Baca Juga:  KPU Rohul Susun Usulan Anggaran Tambahan

Mau tidak mau, warga tersebut harus segera mengurus NIK. Sebab, tanpa NIK mereka nantinya akan kesulitan mengakses layanan publik. Dukcapil sendiri akan berupaya mengejar kekurangan itu melalui program jemput bola. Khususnya di wilayah Indonesia Timur dan kawasan adat.

Di sisi lain, kebijakan tersebut juga akan memaksa sejumlah lembaga untuk bekerja sama dengan dukcapil. Sehingga, ada proses validasi atas layanan yang melibatkan data kependudukan. "Kalau gak ada validasi (database) orang nulis NIK-nya nanti ngawur. Bisa saja nulis NIK-nya ngasal," imbuhnya. Sejauh ini, baru sekitar 3000-an lembaga saja yang sudah bekerjasama.

Disinggung soal kesiapan pengamanannya, Zudan menyebut secara sistem sudah ada. Nantinya, infrastruktur dan akses ke data center juga akan diperkuat. Dukcapil akan mendorong lembaga pengguna untuk menggunakan sistem pengamanan two factor authentication. 

Baca Juga:  Gus AMI Sampaikan Terima Kasih kepada Jokowi

"Seperti sekarang model Bank Mandiri sudah menggunakan NIK dan foto wajah. BCA juga NIK dan foto wajah," jelas pria asal Jogja itu. Pilihan lain, lembaga pengguna bisa menyiapkan card reader sebagai alternatif validasi NIK. Tidak perlu lagi menggunakan syarat fotokopi E-KTP, yang memiliki celah kebocoran data pribadi.

Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah mengatakan, kebijakan mewajibkan NIK sah-sah saja. Namun dia mengingatkan, pemerintah harus serius menyiapkan ekosistemnya.

Lina juga mendorong pemerintah proaktif mendata masyarakat yang belum memiliki NIK. Selain itu, penyediaan perangkat seperti card reader harus diperbanyak. Sebab, jika validasinya masih manual, syarat NIK bisa menyulitkan. "Khususnya masyarakat yang sudah berusia lanjut," ujarnya.(far/bay)/bay/jpg)
 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

spot_img

Kemendagri Sambut Perluasan Akses NIK

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Nomor In­duk Kependudukan (NIK) bakal makin krusial fungsinya. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 tahun 2021, Presiden Joko Widodo mendorong semua pelayanan publik untuk menggunakan NIK sebagai persyaratan administrasi. Selain NIK, perpres itu juga mengatur perluasan akses Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Di mana, semua lembaga diwajibkan menjamin kerahasiaan data pribadi penggunaan NIK maupun NPWP.

Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh menyambut positif perpres tersebut. Dia menilai regulasi yang baru diterbitkan itu menjadi bagian dari upaya membangun tradisi baru. "Ini memang ada proses membiasakan mengingat NIK dan nama. Kalau dulu kan hanya mengingat nama," ujarnya, kemarin (30/9).

Dalam jangka panjang, lanjut dia, pengintegrasian dalam satu data akses layanan akan dapat terwujud. Di satu sisi, masyarakat yang belum punya NIK akan tergerak untuk mengurusnya. Berdasarkan data dukcapil, masih ada 3 jutaan warga yang belum memilikinya.

Baca Juga:  Ruslan Tarigan Masuk Kabinet Zukri

Mau tidak mau, warga tersebut harus segera mengurus NIK. Sebab, tanpa NIK mereka nantinya akan kesulitan mengakses layanan publik. Dukcapil sendiri akan berupaya mengejar kekurangan itu melalui program jemput bola. Khususnya di wilayah Indonesia Timur dan kawasan adat.

Di sisi lain, kebijakan tersebut juga akan memaksa sejumlah lembaga untuk bekerja sama dengan dukcapil. Sehingga, ada proses validasi atas layanan yang melibatkan data kependudukan. "Kalau gak ada validasi (database) orang nulis NIK-nya nanti ngawur. Bisa saja nulis NIK-nya ngasal," imbuhnya. Sejauh ini, baru sekitar 3000-an lembaga saja yang sudah bekerjasama.

Disinggung soal kesiapan pengamanannya, Zudan menyebut secara sistem sudah ada. Nantinya, infrastruktur dan akses ke data center juga akan diperkuat. Dukcapil akan mendorong lembaga pengguna untuk menggunakan sistem pengamanan two factor authentication. 

Baca Juga:  KPU Rohul Susun Usulan Anggaran Tambahan

"Seperti sekarang model Bank Mandiri sudah menggunakan NIK dan foto wajah. BCA juga NIK dan foto wajah," jelas pria asal Jogja itu. Pilihan lain, lembaga pengguna bisa menyiapkan card reader sebagai alternatif validasi NIK. Tidak perlu lagi menggunakan syarat fotokopi E-KTP, yang memiliki celah kebocoran data pribadi.

Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah mengatakan, kebijakan mewajibkan NIK sah-sah saja. Namun dia mengingatkan, pemerintah harus serius menyiapkan ekosistemnya.

Lina juga mendorong pemerintah proaktif mendata masyarakat yang belum memiliki NIK. Selain itu, penyediaan perangkat seperti card reader harus diperbanyak. Sebab, jika validasinya masih manual, syarat NIK bisa menyulitkan. "Khususnya masyarakat yang sudah berusia lanjut," ujarnya.(far/bay)/bay/jpg)
 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Nomor In­duk Kependudukan (NIK) bakal makin krusial fungsinya. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 tahun 2021, Presiden Joko Widodo mendorong semua pelayanan publik untuk menggunakan NIK sebagai persyaratan administrasi. Selain NIK, perpres itu juga mengatur perluasan akses Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Di mana, semua lembaga diwajibkan menjamin kerahasiaan data pribadi penggunaan NIK maupun NPWP.

Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh menyambut positif perpres tersebut. Dia menilai regulasi yang baru diterbitkan itu menjadi bagian dari upaya membangun tradisi baru. "Ini memang ada proses membiasakan mengingat NIK dan nama. Kalau dulu kan hanya mengingat nama," ujarnya, kemarin (30/9).

Dalam jangka panjang, lanjut dia, pengintegrasian dalam satu data akses layanan akan dapat terwujud. Di satu sisi, masyarakat yang belum punya NIK akan tergerak untuk mengurusnya. Berdasarkan data dukcapil, masih ada 3 jutaan warga yang belum memilikinya.

Baca Juga:  Demokrat Oke, PAN Berikan Sinyal Dukungan Paslon Wahyu Adi-Supriyati

Mau tidak mau, warga tersebut harus segera mengurus NIK. Sebab, tanpa NIK mereka nantinya akan kesulitan mengakses layanan publik. Dukcapil sendiri akan berupaya mengejar kekurangan itu melalui program jemput bola. Khususnya di wilayah Indonesia Timur dan kawasan adat.

Di sisi lain, kebijakan tersebut juga akan memaksa sejumlah lembaga untuk bekerja sama dengan dukcapil. Sehingga, ada proses validasi atas layanan yang melibatkan data kependudukan. "Kalau gak ada validasi (database) orang nulis NIK-nya nanti ngawur. Bisa saja nulis NIK-nya ngasal," imbuhnya. Sejauh ini, baru sekitar 3000-an lembaga saja yang sudah bekerjasama.

Disinggung soal kesiapan pengamanannya, Zudan menyebut secara sistem sudah ada. Nantinya, infrastruktur dan akses ke data center juga akan diperkuat. Dukcapil akan mendorong lembaga pengguna untuk menggunakan sistem pengamanan two factor authentication. 

Baca Juga:  Jangan Biarkan Suara Rakyat Hilang Sia-sia

"Seperti sekarang model Bank Mandiri sudah menggunakan NIK dan foto wajah. BCA juga NIK dan foto wajah," jelas pria asal Jogja itu. Pilihan lain, lembaga pengguna bisa menyiapkan card reader sebagai alternatif validasi NIK. Tidak perlu lagi menggunakan syarat fotokopi E-KTP, yang memiliki celah kebocoran data pribadi.

Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah mengatakan, kebijakan mewajibkan NIK sah-sah saja. Namun dia mengingatkan, pemerintah harus serius menyiapkan ekosistemnya.

Lina juga mendorong pemerintah proaktif mendata masyarakat yang belum memiliki NIK. Selain itu, penyediaan perangkat seperti card reader harus diperbanyak. Sebab, jika validasinya masih manual, syarat NIK bisa menyulitkan. "Khususnya masyarakat yang sudah berusia lanjut," ujarnya.(far/bay)/bay/jpg)
 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari