JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan mempertanyakan komitmen pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara agar tidak tergantung terhadap utang luar negeri. Pasalnya, posisi utang luar negeri Indonesia semakin meningkat hingga mencapai Rp6.445 triliun per-Maret 2021.
Syarief Hasan menyayangkan kenaikan utang luar negeri yang sangat membludak dalam dua tahun terakhir. Memang, utang Indonesia bertambah Rp1.226,8 triliun selama tahun 2020 dan utang Indonesia kembali bertambah sebesar Rp1.177,4 triliun selama Januari hingga penghujung Maret 2021.
Bahkan, Bank Dunia (World Bank) memasukkan Indonesia ke dalam daftar 10 negara berpendapatan kecil-menengah dengan utang luar negeri terbesar di dunia. Bank Dunia menempatkan Indonesia pada urutan ke-7 dengan utang luar negeri yang telah mencapai lebih dari Rp6.445 triliun.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini juga mengingatkan pemerintah terkait rasio utang luar negeri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang telah mencapai 41,64 persen. "Kondisi ini menunjukkan pengelolaan utang Indonesia semakin tidak baik. Tahun lalu, rasionya masih 37 persen, lalu merangkak 38,5 persen, dan kini telah mencapai 41,64 persen," ungkap Syarief Hasan.
Syarief Hasan menyebut, besarnya utang negeri harusnya menjadi prioritas pemerintah untuk dikelola dengan baik sebagaimana janji pemerintah.
"Utang luar negeri yang semakin membludak akan semakin membebani keuangan negara di tengah Pandemi Covid-19 dan akan menimbulkan banyak masalah di bidang ekonomi, khususnya kemiskinan dan pengangguran yang semakin meningkat, artinya kewajiban rakyat semakin berat," ungkapnya.
Ia juga mempertanyakan kinerja dari Kementerian Keuangan yang terkesan tidak mampu mengelola utang dengan baik. "Kita heran, utang luar negeri semakin meningkat dan bahkan rasionya mencapai 41,64 persen, dan Kementerian Keuangan malah menganggap jumlah tersebut masih kecil. Sebuah pernyataan yang kontraproduktif dibandingkan income perkapita Indonesia belum mencapai diatas 4.000 dolar AS," ungkap Syarief Hasan.
Syarief Hasan menyebutkan, pemerintah harus belajar dari pengelolaan utang negara berpendapatan kecil-menengah lainnya. contohnya India yang juga masuk kategori middle income country bersama Indonesia, memiliki rasio utang luar negeri hanya 20 persen terhadap PDB-nya. Negara-negara lainnya seperti Jepang dan lain-lain yang debet rationya mendekati 100 persen bahkan lebih tapi kemampuan rakyat membayar utang tersebut juga tinggi.
Ia juga menegaskan agar pemerintah lebih berhati-hati dalam mengelola utang luar negeri. "Pemerintah harus berhati-hati sebab rasio utang terhadap PDB semakin mendekati ambang batas 60 persen. Apalagi, rasio utang Indonesia kemungkinan masih akan terus naik beberapa waktu mendatang, terutama akibat tekanan Pandemi Covid-19," jelas Syarief.
Politisi Senior Partai Demokrat ini juga mendesak pemerintah untuk lebih mengoptimalkan anggaran pada sektor-sektor yang mampu menguatkan ekonomi kerakyatan.
"Pemerintah harus mengoptimalkan penguatan UMKM dan koperasi, bukan hanya industri dan usaha-usaha besar. Sebab, UMKM dan koperasi terbukti telah menjadi tulang punggung dan penyelemat ekonomi Indonesia," pungkasnya.
Laporan: Yusnir (Jakarta)
Editor: Rinaldi