Penjualan Sarang Ketupat Daun Kapau di Kampung Bandar

Jelang Idulfitri 1442 H, sarang ketupat sudah dipajang di sepanjanng Jalan Meranti, Kelurahan Kampung Bandar, Kecamatan Senapelan. Bukan sarang ketupat biasa. Sarang ketupat dibuat dari daun kapau.

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Tradisi membuat anyaman atau sarang ketupat berbahan daun kapau yang merupakan khas masyarakat Melayu Riau pesisir tak pernah hilang dimakan zaman. Cita rasa yang khas membuat sarang ketupat ini tetap dicari.

- Advertisement -

Namun, akibat pandemi Covid-19,  sejumlah pengrajin anyaman ketupat daun kapau ikut terdampak. Perekonomian yang merosot membuat peminat sarang ketupat ini semakin berkurang. 

Selama dua tahun terakhir  ini, penjualan sarang ketupat daun kapau jauh menurun. Belum lagi bahan baku yang semakin sulit diperoleh.

- Advertisement -

Hal inilah yang dirasakan oleh Emi Pohan (53), warga Jalan Meranti, Kampung Bandar, Kecamatan Senapelan tepatnya di tepian Sungai Siak.

Emi mengaku kesulitan dalam memperoleh daun kapau. Selain tak banyak yang menjualnya secara batangan, daun kapau hanya tumbuh di kawasan rawa yang membuatnya kian sulit didapat. 

Jika pun ada, harga jualnya terlalu mahal sehingga sulit untuk menjualnya kembali dalam bentuk anyaman ketupat. 

"Susah sekali sekarang dapatnya. Ini karena keluarga saja yang jual dari Minas, makanya bisa produksi ketupat lagi," ucapnya, Selasa (4/5). 

Dikatakan Emi, untuk membuat anyaman ketupat daun kapau, ia memerlukan beberapa batang daun kapau yang ia buat menjadi puluhan anyaman ketupat. Anyaman ketupat jenis ini diyakini lebih awet dan bisa tahan hingga satu tahun.

Emi adalah satu dari belasan pedagang dan  pengrajin ketupat daun kapau di kawasan tersebut. 

Dalam sehari ia mengaku hanya mampu memproduksi anyaman ketupat sekitar 400  hingga 500 keping anyaman ketupat daun kapau. 

Namun sebelum pandemi ia yang dibantu oleh kakak, anak serta menantunya sehingga bisa membuat lebih dari 800 keping anyaman ketupat daun kapau. 

Sebelum pandemi, dalam sehari ia mampu menjual sebayak 300 hingga 400 keping anyaman ketupat daun kapau yang dibandrol seharga Rp400 rupiah per satu keping anyaman ketupat daun kapau. 

"Jauh merosotnya penjualan sekarang ini. Bisa terjual 200 keping saja sudah syukur, bisa untuk kehidupan sehari-hari. Kalau untuk berapa persen susah ibu hitungnya. Tetapi memang jauh merosotlah semenjak pandemi ini," katanya. 

Meskipun begitu, ia tetap optimistis untuk terus berjualan anyaman ketupat daun kapau yang merupakan tradisi turun menurun keluarganya. 

"Ini tradisi turun temurun. Jadi harus tetap saya dan anak-anak lestarikan. Dari dulu sejak zaman nenek dan emak saya sudah membuat ini. Sekarang turun ke saya dan anak saya," kata. 

Lanjut Emi, terdapat banyak bentuk ketupat daun kapau yang dapat dibuat. 

Mulai dari bentuk ketupat biasa, bentuk kerbau, bentuk manggis hingga bentuk bawang. 

Namun saat ini ia hanya mampu membuat dua bentuk anyaman ketupat daun kapau saja karena memerlukan bahan yang lebih banyak. 

"Biar hemat bahan baku dan juga karena peminatnya banyak memilih dua bentuk itu makanya hanya itu yang dibuat. Alhamdulillah langganan yang orang asli Melayu selalu beli ke sini. Ibu berharap semoga kita bisa terbebas dari pandemi ini karena terasa sulit sekali semenjak virus corona ini ada di bumi kita," ucapnya.***

Laporan : PRAPTI DWI LESTARI (Senapalan)
 

Jelang Idulfitri 1442 H, sarang ketupat sudah dipajang di sepanjanng Jalan Meranti, Kelurahan Kampung Bandar, Kecamatan Senapelan. Bukan sarang ketupat biasa. Sarang ketupat dibuat dari daun kapau.

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Tradisi membuat anyaman atau sarang ketupat berbahan daun kapau yang merupakan khas masyarakat Melayu Riau pesisir tak pernah hilang dimakan zaman. Cita rasa yang khas membuat sarang ketupat ini tetap dicari.

Namun, akibat pandemi Covid-19,  sejumlah pengrajin anyaman ketupat daun kapau ikut terdampak. Perekonomian yang merosot membuat peminat sarang ketupat ini semakin berkurang. 

Selama dua tahun terakhir  ini, penjualan sarang ketupat daun kapau jauh menurun. Belum lagi bahan baku yang semakin sulit diperoleh.

Hal inilah yang dirasakan oleh Emi Pohan (53), warga Jalan Meranti, Kampung Bandar, Kecamatan Senapelan tepatnya di tepian Sungai Siak.

Emi mengaku kesulitan dalam memperoleh daun kapau. Selain tak banyak yang menjualnya secara batangan, daun kapau hanya tumbuh di kawasan rawa yang membuatnya kian sulit didapat. 

Jika pun ada, harga jualnya terlalu mahal sehingga sulit untuk menjualnya kembali dalam bentuk anyaman ketupat. 

"Susah sekali sekarang dapatnya. Ini karena keluarga saja yang jual dari Minas, makanya bisa produksi ketupat lagi," ucapnya, Selasa (4/5). 

Dikatakan Emi, untuk membuat anyaman ketupat daun kapau, ia memerlukan beberapa batang daun kapau yang ia buat menjadi puluhan anyaman ketupat. Anyaman ketupat jenis ini diyakini lebih awet dan bisa tahan hingga satu tahun.

Emi adalah satu dari belasan pedagang dan  pengrajin ketupat daun kapau di kawasan tersebut. 

Dalam sehari ia mengaku hanya mampu memproduksi anyaman ketupat sekitar 400  hingga 500 keping anyaman ketupat daun kapau. 

Namun sebelum pandemi ia yang dibantu oleh kakak, anak serta menantunya sehingga bisa membuat lebih dari 800 keping anyaman ketupat daun kapau. 

Sebelum pandemi, dalam sehari ia mampu menjual sebayak 300 hingga 400 keping anyaman ketupat daun kapau yang dibandrol seharga Rp400 rupiah per satu keping anyaman ketupat daun kapau. 

"Jauh merosotnya penjualan sekarang ini. Bisa terjual 200 keping saja sudah syukur, bisa untuk kehidupan sehari-hari. Kalau untuk berapa persen susah ibu hitungnya. Tetapi memang jauh merosotlah semenjak pandemi ini," katanya. 

Meskipun begitu, ia tetap optimistis untuk terus berjualan anyaman ketupat daun kapau yang merupakan tradisi turun menurun keluarganya. 

"Ini tradisi turun temurun. Jadi harus tetap saya dan anak-anak lestarikan. Dari dulu sejak zaman nenek dan emak saya sudah membuat ini. Sekarang turun ke saya dan anak saya," kata. 

Lanjut Emi, terdapat banyak bentuk ketupat daun kapau yang dapat dibuat. 

Mulai dari bentuk ketupat biasa, bentuk kerbau, bentuk manggis hingga bentuk bawang. 

Namun saat ini ia hanya mampu membuat dua bentuk anyaman ketupat daun kapau saja karena memerlukan bahan yang lebih banyak. 

"Biar hemat bahan baku dan juga karena peminatnya banyak memilih dua bentuk itu makanya hanya itu yang dibuat. Alhamdulillah langganan yang orang asli Melayu selalu beli ke sini. Ibu berharap semoga kita bisa terbebas dari pandemi ini karena terasa sulit sekali semenjak virus corona ini ada di bumi kita," ucapnya.***

Laporan : PRAPTI DWI LESTARI (Senapalan)
 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya