SINGAPURA (RIAUPOS.CO) – Harga minyak tergelincir di awal perdagangan Asia pada Senin pagi setelah Organisasi Negara Pengekspor Minyak plus negara pengekspor minyak non-anggota (OPEC+) sepakat pekan lalu untuk secara bertahap memangkas beberapa pengurangan produksinya antara Mei hingga Juli.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni, turun 16 sen atau 0,2 persen menjadi 64,70 dolar AS per barel pada 2351 GMT. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Mei berada di 61,32 dolar AS per barel, turun 13 sen atau 0,2 persen.
Kedua kontrak ditutup menguat lebih dari dua dolar AS per barel pada Kamis (1/4/2021) setelah keputusan OPEC+ dan karena optimisme tentang permintaan energi setelah Presiden AS Joe Biden menguraikan rencana pengeluaran infrastruktur dua triliun dolar AS.
Dikutip dari Reuters, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak, Rusia, dan sekutunya, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, setuju untuk mengurangi pembatasan produksi sebesar 350.000 barel per hari (bph) pada Mei, 350.000 barel per hari lagi pada Juni dan lebih lanjut 400.000 barel per hari atau lebih pada Juli.
Keputusan itu diambil setelah pemerintahan baru AS meminta Arab Saudi untuk menjaga energi tetap terjangkau bagi konsumen meskipun ada kekhawatiran permintaan ketika beberapa bagian Eropa tetap terkunci, sementara Jepang dapat memperluas tindakan darurat sesuai kebutuhan untuk menahan gelombang baru infeksi virus corona.
Di bawah kesepakatan Kamis (1/4/2021), pemotongan pasokan OPEC+ akan sedikit di atas 6,5 juta barel per hari dari Mei, dibandingkan dengan sedikit di bawah 7,0 juta barel per hari pada April.
Sebagian besar peningkatan pasokan akan datang dari eksportir utama dunia, Arab Saudi, yang mengatakan akan menghentikan secara bertahap pemotongan sukarela ekstra pada Juli, sebuah langkah yang akan menambah satu juta barel per hari.
Minggu ini, investor fokus pada pembicaraan tidak langsung di Wina antara Iran dan Amerika Serikat sebagai bagian dari negosiasi yang lebih luas untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 antara Teheran dan kekuatan-kekuatan global.
Menjelang pembicaraan, Kementerian Luar negeri Iran mengatakan ingin Amerika Serikat mencabut semua sanksi dan menolak pelonggaran pembatasan "langkah demi langkah".
Analis Eurasia, Henry Rome mengatakan dia memperkirakan sanksi AS, termasuk pembatasan penjualan minyak Iran, akan dicabut hanya setelah pembicaraan ini selesai dan sampai Iran kembali patuh.
"Diplomasi dapat berlangsung selama berbulan-bulan dan kepatuhan nuklir dapat memakan waktu selama tiga bulan," katanya dalam sebuah catatan, menambahkan bahwa implementasi kesepakatan semacam itu dan peningkatan ekspor minyak dapat berlangsung hingga awal 2022.
Sumber: JPNN/Reuters/Antara/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun