JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Tim Kajian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terus mengejar target. Ketua Tim Kajian UU ITE Sugeng Purnomo menyatakan bahwa pihaknya tidak ingin melewati batas waktu yang sudah diberikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Karena itu, mereka menampung sebanyak mungkin masukan dari berbagai pihak terkait dengan UU ITE.
Terbaru mereka meminta masukan dan saran para pakar di bidang hukum pidana serta ahli siber. Di antara nama-nama yang mereka mintai masukan secara langsung ada pakar hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Marcus Priyo Gunarto, Indriyanto Seno Adji dari Universitas Krisnadwipayana, Edmon Makarim dari Universitas Indonesia (UI), Jamal Wiwoho dari UNS, Imam Prasodjo sosiolog UI, Mudzakir UII, Sigid Susesno sebagai pakar cyber crime Universitas Padjajaran, serta Teuku Nasrullah dari UI.
Seperti telah disampaikan oleh Sugeng, dia ingin seluruh masukan yang disampaikan kepada tim jadi pertimbangan dalam kajian yang tengah mereka lakukan. Dia percaya masukan yang disampaikan oleh berbagai pihak mampu mempercepat kerja timnya.
“Sehingga surat keputusan atau yang ditujukan kepada tim bisa selesaikan satu bulan lebih cepat dari target yang sebelumnya disebutkan,” terang dia.
Masukan dari pakar hukum pidana dan ahli siber diyakini bisa melengkapi masukan-masukan sebelumnya. Berdasar catatan Jawa Pos (JPG) tim tersebut memang sudah meminta masukan dari beberapa pihak. Mulai terlapor dan pelapor kasus UU ITE, aktivis, praktisi, sampai perwakilan pers. Hasilnya, sebagian di antara mereka lebih banyak yang meminta supaya ada perubahan berskala besar dalam UU ITE. Bahkan kalangan aktivis meminta UU tersebut dirombak total oleh pemerintah. Masukan nyaris serupa disampaikan para pakar dan ahli. Mereka menyoroti pasal-pasal yang dinilai multitafsir.
Yakni pasal 27, 28, dan 29. “Pada dasarnya pasal-pasal yang dipersoalkan adalah pasal-pasal yang memang diatur di dalam KUHP atau tindak pidana di luar KUHP. Misalnya mulai dari pasal 27 ayat 1 sampai dengan ayat 4 kemudian Pasal 28 dan Pasal 29,” terang dia. Pasal-pasal tersebut memang paling banyak dipersoalkan oleh masyarakat. Sebab, melalui pasal itu pula tidak jarang ada masyarakat yang menjadi korban penyalahgunaan UU ITE. Bahkan ada yang sampai harus mendekam di balik jeruji besi.
Sugeng pun menyampaikan, dari para pakar dan ahli, Tim Kajian UU ITE mendapat banyak usulan. Di antaranya pasal-pasal yang diatur dalam KUHP ditarik dan dimasukan di dalam UU ITE. Kemudian diperberat ancaman pidananya. Selain itu, ada juga usulan untuk memformulasi ulang pasal-pasal tersebut dengan menggunakan sarana IT.
“Dan yang tidak kalah pentingnya tentang ketentuan di pasal 36, dimana apabila terjadi pelanggaran di pasal-pasal sebelumnya apabila menimbulkan kerugian itu diancam hingga 12 tahun,” terang dia.
Padahal, masih kata Sugeng, di dalam UU ITE tidak pernah disebutkan kerugian yang dimaksud dalam pasal itu. “Sedangkan di dalam domain hukum pidana, apabila kita bilang ada kerugian maka kerugian itu sifatnya hanya materil, bukan immateril. Nah (di UU ITE) tidak ada batasan, di dalam pasalnya maupun dibagian penjelasan,” bebernya.
Karena itu, dia menilai masukan dari para ahli sangat diperlukan oleh tim yang dia pimpin. “Akan sangat bermanfaat bagi tim di dalam penyusunan laporan akhir,” imbuhnya.(syn/jpg)