PARIS (RIAUPOS.CO) — "Kita sedang perang". Pernyataan itu dilontarkan Presiden Prancis Emmanuel Macron dalam siaran televisi Senin (16/3). Prancis tidak sedang berperang melawan negara lain, tapi dengan virus corona yang tak kunjung bisa mereka taklukkan. Macron akhirnya memutuskan bahwa negaranya bakal lockdown alias diisolasi.
Kebijakan baru itu berlaku mulai tengah hari, Selasa (17/3) hingga 15 hari ke depan. Penduduk diminta tidak keluar rumah jika bukan karena urusan penting. Semua toko, restoran, dan sekolah ditutup beberapa hari sebelumnya. Bagi Macron, ini satu-satunya cara. Sebab, penduduk cenderung abai.
"Bahkan ketika petugas medis memperingatkan tentang gawatnya situasi saat ini, kami masih melihat orang berkumpul di taman dan pasar," terangnya seperti dikutip BBC. Restoran dan bar yang sudah diminta tutup sebelum lockdown juga tetap tak boleh buka.
Macron tak mau kecolongan lagi. Karena itu, agar karantina berjalan lancar, pemerintah mengerahkan 100 ribu petugas kepolisian untuk berjaga di penjuru negeri. Covid-19 sudah menjangkiti 7.730 penduduk Prancis dan menewaskan 175 orang. Menteri Dalam Negeri Prancis Christophe Castaner menegaskan, jika ada penduduk yang melanggar aturan, mereka akan didenda hingga EUR 135 atau setara Rp 2,26 juta.
Spanyol juga mengambil kebijakan serupa setelah istri Perdana Menteri Pedro Sanchez, Maria Begona Gomez Fernandez, positif tertular Covid-19. Pasangan tersebut diisolasi di kediaman mereka di La Moncloa Palace, Madrid. Lockdown di Spanyol berlangsung selama dua pekan.
"Tapi, sepertinya akan lebih dari 15 hari karena periode tersebut tidak akan cukup untuk memenangkan pertempuran melawan virus korona," ujar Menteri Transportasi Jose Luis Abalo. Di negeri itu ada 13.716 orang yang sudah tertular dan 533 orang meninggal akibat Covid-19.
Spanyol menggunakan drone untuk memantau lokasi-lokasi yang biasanya digunakan berkumpul oleh penduduk. Jika ada orang yang masih berkeliaran di jalan, drone itu akan memberikan peringatan agar mereka pulang.
Seluruh rumah sakit swasta dan penyedia jasa layanan kesehatan dinasionalisasi agar bisa maksimal melayani penduduk. Mereka juga mengerahkan militer dan menyatakan status darurat.
Hanya dalam hitungan jam setelah isolasi di dua negara tersebut, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengusulkan penutupan perbatasan Uni Eropa (UE). Hal itu ditujukan untuk menekan pertambahan kasus. Sebab, saat ini Eropa adalah titik tertinggi penularan virus korona.
"Kami pikir perjalanan yang tidak penting harus dikurangi sekarang agar tidak menyebarkan virus lebih lanjut," ujar Von der Leyen dalam video konferensi bersama para pemimpin G7 sebagaimana dikutip The Guardian.
Usul itu menunggu persetujuan Dewan Eropa. Jika usul disetujui, orang-orang dari luar UE tidak bisa masuk ke wilayah tersebut selama 30 hari ke depan. Pengecualian berlaku untuk distribusi makanan, obat, keluarga pen-duduk yang memiliki kewarganegaraan Eropa, petugas medis, serta transportasi penting lainnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal