PASIRPENGARAIAN (RIAUPOS.CO) — Kasus terdakwa Irwan (20), sebagai petani kecil di Desa Muara Musu, Kecamatan Rambah Hilir, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Provinsi Riau yang diduga membuka ladang dengan cara melakukan pembakaran lahan dengan sengaja, mendapat perhatian dan dukungan dari berbagai pihak.
Irwan anak bungsu yang memiliki dua saudara kandung yang dilahirkan oleh Ikah (50), ibu kandung dari terdakwa pembakar lahan seluas lebih kurang 3/4 hektare yang akan dijatuhi vonis oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Pasirpengaraian, hari ini, Senin (2/3).
Sehari menjelang putusan vonis PN Pasirpengaraian, Ikah yang kini tinggal di rumah sosial bantuan dari pemerintah daerah, setiap malam selalu berdoa untuk Irwan, agar majelis hakim membebaskan anak bungsunya yang selama ini sebagai tulang punggung untuk menghidupinya berladang padi.
"Pak hakim bebaskan anak saya Iwan dari kasus hukum. Kami hanya petani kecil dan miskin, hanya bisa hidup berladang untuk menyambung hidup sehari-hari. Supaya senang mencari makan bersama, karena saya sudah tak kuat lagi untuk berladang," ujar Ikah kepada wartawan, kemarin dengan menetes air mata saat berkunjung ke rumahnya di Desa Muara Musu, Kecamatan Rambah Hilir.
Disebutkannya, pascaIwan ditahan oleh Polres Rohul, 20 Agustus 2019 lalu, dirinya trauma untuk ke ladang kembali, sampai saat ini lahan yang dibakar lebih kurang luasnya 250 meter, dibakar dengan tiga tahap, pada Juni, Juli dan Agustus 2019, dibiarkan begitu saja.
Dia menceritakan kronologi penangkapan anak bungsunya Irwan (21), berawal lahan untuk berladang tak sampai luas 1 hektare. Itu pun lahan milik famili yang dipinjamkan untuk menanam padi.
"Ada tiga kali saya dan Iwan bersama melakukan pembakaran, tapi berupa unggukan kayu dimulai bulan Juni, Juli dan terakhir 20 Agustus 2019. Saat itu, Senin (20/2), polisi dari Polsek Rambah Hilir datang ke lokasi yang hanya membakar tumpukan ilalang dan kayu lebih kurang berukuran 1 meter persegi. Karena membakar tumpukan ilalang yang luas sedikit, saya tidak lari, dan merasa tidak bersalah," ujarnya
Saat polisi datang, Ikah tidak ada merasa takut. Namun Iwan sempat lari dan menyuruk disemak belukar, ketika polisi menghampiri ibu kandungnya dengan merebut pisau yang ada ditangannya, Ikah sempat mengelak dan mengarahkan pisau di belakang punggungnya. Kemudian disaat itu, Irwan keluar dari persembunyian dan datang menghampiri ibunya, karena takut ibunya akan mau dibawa kemana oleh kedua polisi yang waktu itu datang ke lokasi. Alasan Ikah tidak lari, karena hanya membakar tumpukan kayu kering lebih kurang 1 meter persegi.
Akhirnya, Ikah bersama anaknya Irwan, 20 Agustus 2019 lalu, dibawa ke Polsek Rambah Hilir. Dengan alasan polisi waktu itu, untuk dimintai keterangan. Kemudian pada pukul 17.30 WIB, ia dan anaknya dibawa ke Polres Rohul untuk diminta keterangan terkait kehidupan keluarga dan membakar lahan.
"Saya dipulangkan ke rumah pukul 22.00 WIB yang diantar oleh pak polisi. Kami menumpang berladang di tanah orang. Tak sampai 1 hektare, itupun tiga kali dibakar, yang di tumpuk," tuturnya.
Ikah meneteskan air mata, disaat Irwan menyebutkan "Omak pulanglah ke rumah ya, aku tinggal di sini (ditahan di Polres Rohul). "Kalau kamu ditahan, aku makan apa. Selama ini Iwan menjadi tulang punggung dan menjadi harapan aku untuk memberi makan dan hidup," sebutnya.
Sementara, lanjutnya, Senin itu, tidak dirinya saja yang membakar tumpukan kayu, banyak warga yang membakar lahan untuk membuka ladang yang mungkin itu terpantau oleh Polsek Rambah Hilir
"Sudah menjadi tradisi dan nenek moyang kami di di Rambah Hilir, kalau beladang membakar lahan dengan cara diungguk, tidak sekaligus dibakar," ujarnya.
Pasca Iwan ditahan polisi, Ikah mencari nafkah sendiri. Mendapatkan uang, selain menjual hasil pertanian tetangga dan masyarakat seperti cabai, sayur mayur, hasil penjualan itu dirinya mendapatkan uang untuk beli beras.
Bahkan, tetangga dan masyarakat maupun berbagai pihak prihatin dengan nasibnya, memberikan bantuan sembako dan uang, untuk menyambung hidup sehari-hari.(epp)