JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritisi Menko Polhukam Mahfud MD. Organisasi yang fokus pada antikorupsi itu meminta mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut melihat data dahulu sebelum memuji kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) era Firli Bahuri.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebut bahwa Mahfud MD membuat pernyataan hanya berdasar asumsi semata. Lebih pada membela pemerintah yang justru menjadi inisiator revisi UU KPK.
Selaku Menko Polhukam, tentu akan lebih baik jika pak Mahfud MD berbicara menggunakan data. Jadi tidak sebatas asumsi semata. Sebab, masyarakat akan semakin skeptis melihat pemerintah jika pejabat publiknya saja berbicara tanpa ada dasar yang jelas,” kata Kurnia, Selasa (29/12).
Kurnia mengatakan, catatan evaluasi satu tahun KPK yang dilakukan ICW dan TII beberapa waktu lalu, terlihat adanya kemunduran drastis kinerja lembaga antirasuah tersebut. Pertama, jumlah penindakan menurun.
“Pada tahun 2019 jumlah penyidikan sebanyak 145, sedangkan tahun ini hanya 91. Selain itu, untuk penuntutan, tahun 2019 berjumlah 153, sedangkan tahun ini hanya 75,” ucap Kurnia.
Lantas dalam konteks jumlah operasi tangkap tangan (OTT). Pada 2020, KPK era Firli Bahuri hanya melakukan tujuh tangkap tangan. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, 2019 sebanyak 21 kali; 2018 (30 kali); 2017 (19 kali; 2016 (17 kali).
Kedua, adanya degradasi kepercayaan publik kepada KPK. Menurut Kurnia, hal itu dibuktikan dari temuan lima lembaga survei sepanjang 2020. Mulai dari Alvara Research Center, Indo Barometer, Charta Politica, LSI, dan Litbang Kompas.
“Kami menduga menurunnya kepercayaan publik kepada KPK tidak lain karena peran pemerintah, yakni tatkala mengundangkan UU KPK baru dan memilih sebagian besar Komisioner bermasalah,” cetus Kurnia.
Ketiga, kegagalan meringkus buronan. Sampai hari ini, mantan calon legislatif (caleg) asal PDIP, Harun Masiku, yang menjadi salah satu buron KPK belum juga berhasil diringkus. Jika dilihat dari rekam jejak KPK selama ini, seharusnya tidak sulit untuk menangkap Harun Masiku.
Keempat, Komisioner yang diusulkan oleh Presiden Joko Widodo tidak menunjukkan nilai integritas dan tidak bisa menjaga etika sebagai pejabat publik. Buktinya, dari putusan Dewan Pengawas yang menjatuhkan sanksi etik kepada Ketua KPK Firli Bahuri yang karena terbukti menggunakan moda transportasi mewah berupa helikopter.
“Maka dari itu, ICW mengusulkan agar pak Mahfud MD membaca data terlebih dahulu agar pendapat yang disampaikan lebih objektif dan faktual,” tegas Kurnia.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD mengklaim penanganan korupsi era kepemimpinan Ketua KPK Firli Bahuri menunjukkan prestasi pada tahun pertama. Menurut dia, narasi pelemahan KPK dengan adanya revisi UU Nomor 30/2002 perubahan atas UU Nomor 19/2019 tentang KPK dinilai tidak terbukti.
“KPK dianggap lemah, lalu pemerintah lagi yang dituding. Padahal kita sudah mengatakan KPK itu independen meskipun sebenarnya, kalau mau kita objektif tahun pertama KPK yang sekarang dibandingkan dengan tahun pertama KPK yang sebelumnya, itu objektifnya jauh lebih banyak sekarang prestasinya,” kata Mahfud dalam Webinar Dewan Pakar KAHMI, Senin (28/12).
Mahfud lantas membandingkan era kepemimpinan Firli Bahuri dengan Ketua KPK sebelumnya, Agus Rahardjo. Kata Mahfud, pada tahun pertama Agus menjabat tidak membuahkan prestasi.
“Kita ingat Agus Rahardjo menjadi Ketua KPK pertama bersama Saut dan sebagainya, itu tahun pertama nggak bisa berbuat apa-apa,” ujar Mahfud.
Mahfud menyangkal revisi UU KPK dan kepemimpinan Firli Bahuri melemahkan kinerja KPK. Hal ini bisa dilihat dari kinerja KPK yang berhasil meringkus dua menteri Presiden Joko Widodo (Jokowi) yakni Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan serta Juliari Peter Batubara sebagai Menteri Sosial yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Ini sekarang setahun sudah bisa berani menangkap menteri, DPR, DPD, DPRD Bupati dan Wali Kota juga ditangkepin, juga udah lebih banyak saat ini sebenarnya,” tandas Mahfud.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman