Kamis, 19 September 2024

Industri TPT Perlu Waktu untuk Recovery

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pelaku industri tekstil produk tekstil (TPT) tidak cukup yakin bahwa pertumbuhan sektornya mampu mengimbangi target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4-5 persen di tahun 2021. Pandemi Covid-19 yang terus bergulir hingga saat ini, secara umum masih menekan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri. Selain masih diprediksi geliat bisnis TPT akan minus di akhir tahun, pelaku industri berharap akan proteksi importasi garmen.

Sekretaris Jenderal API Rizal Tanzil Rakhman memaparkan saat ini industri TPT masih dalam kondisi yang relatif stagnan, pasar masih menciut, dan daya beli yang rendah. Oleh karenanya, pelaku industri TPT berharap meningkatnya daya beli masyarakat, pasar dalam negeri bisa terproteksi, serta adanya substitusi impor bisa terealisasi.

Rizal pun menilai pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) sulit mengimbangi target pertumbuhan ekonomi 2021 yang dipatok pemerintah, yakni sebesar 4-5 persen. Menurut Rizal, beratnya langkah untuk mengimbangi target pemerintah tidak lepas dari signifikannya dampak pandemi Covid-19 terhadap industri pertekstilan di Indonesia. "Pada Mei-Juni 2020 utilitas industri tekstil sampai di bawah 20 persen. Artinya, kami harus memulai dari dasar sekali untuk memulih­kan ke kondisi normal," ujar Rizal.

Baca Juga:  XL Axiata Buyback Saham Senilai hingga Rp500 miliar

Demi mendorong utilitas industri TPT hingga akhir tahun, menurut Rizal pemerintah perlu melakukan penyehatan permintaan pasar. Dengan demikian, operasional pabrik dapat berjalan dan suplai bisa muncul. Saat ini, lanjut Rizal, belanja masyarakat masih tertuju untuk keperluan kesehatan dan keperluan sehari-hari.

- Advertisement -

Sementara untuk meningkatkan belanja tekstil, syarat utamanya adalah pemulihan kesehatan sehingga secara psikologi masyarakat berani membelanjakan uang untuk membeli keperluan lain, seperti misalnya pakaian. Kemudian, pemerintah juga perlu menerapkan tindakan safeguard produk garmen sebagai upaya pengamanan pasar dalam negeri serta melakukan substitusi bahan impor. "Karena kalau ekonomi masyarakat sudah ada, tapi barang yang di pasar isinya produksi impor, sama saja tidak akan mendongkrak produksi dalam negeri," tambahnya.

Baca Juga:  Telkomsel Buka Kompetensi Digital UKM

Rizal menambahkan bahwa untuk menjaga arus kas perusahaan-perusahaan di sektor TPT, pemerintah dikatakan juga perlu memberikan relaksasi cicilan perbankan dan potongan tagihan listrik. "Beberapa stimulus seperti minimum jam nyala, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) dinilai sudah bukan menjadi bantuan yang diperlukan oleh sektor industri TPT dalam menjaga cash flow," ujarnya.(agf/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pelaku industri tekstil produk tekstil (TPT) tidak cukup yakin bahwa pertumbuhan sektornya mampu mengimbangi target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4-5 persen di tahun 2021. Pandemi Covid-19 yang terus bergulir hingga saat ini, secara umum masih menekan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri. Selain masih diprediksi geliat bisnis TPT akan minus di akhir tahun, pelaku industri berharap akan proteksi importasi garmen.

Sekretaris Jenderal API Rizal Tanzil Rakhman memaparkan saat ini industri TPT masih dalam kondisi yang relatif stagnan, pasar masih menciut, dan daya beli yang rendah. Oleh karenanya, pelaku industri TPT berharap meningkatnya daya beli masyarakat, pasar dalam negeri bisa terproteksi, serta adanya substitusi impor bisa terealisasi.

Rizal pun menilai pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) sulit mengimbangi target pertumbuhan ekonomi 2021 yang dipatok pemerintah, yakni sebesar 4-5 persen. Menurut Rizal, beratnya langkah untuk mengimbangi target pemerintah tidak lepas dari signifikannya dampak pandemi Covid-19 terhadap industri pertekstilan di Indonesia. "Pada Mei-Juni 2020 utilitas industri tekstil sampai di bawah 20 persen. Artinya, kami harus memulai dari dasar sekali untuk memulih­kan ke kondisi normal," ujar Rizal.

Baca Juga:  XL Axiata Buyback Saham Senilai hingga Rp500 miliar

Demi mendorong utilitas industri TPT hingga akhir tahun, menurut Rizal pemerintah perlu melakukan penyehatan permintaan pasar. Dengan demikian, operasional pabrik dapat berjalan dan suplai bisa muncul. Saat ini, lanjut Rizal, belanja masyarakat masih tertuju untuk keperluan kesehatan dan keperluan sehari-hari.

Sementara untuk meningkatkan belanja tekstil, syarat utamanya adalah pemulihan kesehatan sehingga secara psikologi masyarakat berani membelanjakan uang untuk membeli keperluan lain, seperti misalnya pakaian. Kemudian, pemerintah juga perlu menerapkan tindakan safeguard produk garmen sebagai upaya pengamanan pasar dalam negeri serta melakukan substitusi bahan impor. "Karena kalau ekonomi masyarakat sudah ada, tapi barang yang di pasar isinya produksi impor, sama saja tidak akan mendongkrak produksi dalam negeri," tambahnya.

Baca Juga:  Gubri Optimistis Target Investasi Riau 2022 Tercapai

Rizal menambahkan bahwa untuk menjaga arus kas perusahaan-perusahaan di sektor TPT, pemerintah dikatakan juga perlu memberikan relaksasi cicilan perbankan dan potongan tagihan listrik. "Beberapa stimulus seperti minimum jam nyala, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) dinilai sudah bukan menjadi bantuan yang diperlukan oleh sektor industri TPT dalam menjaga cash flow," ujarnya.(agf/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari