KPK Gali Keterkaitan Kasus di Polri dan Kejagung

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Gelar perkara bersama antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Polri tuntas. Seperti gelar perkara sebelumnya, KPK belum bisa mengambil alih kasus-kasus yang kini ditangani oleh Kejagung dan Polri. Mereka hanya menegaskan, semua kasus yang melibatkan Djoko Tjandra sebagai tersangka dipelototi.

Wakil Ketua KPK AlexanderMarwata menuturkan, gelar perkara bersama Polri berlangsung sejak pukul 09.00, Jumat (11/9). Lewat kesempatan itu, pihaknya ingin mengetahui sejauh mana Bareskrim menangani kasus yang melibatkan Djoko Tjandra.

- Advertisement -

"Apakah sudah menggambarkan kasus secara besarnya atau klaster-klasternya," kata dia kepada awak media.

Kepada KPK, Polri menyampaikan kasus dugaan suap terkait red notice. Sampai kemarin, KPK belum melihat ada celah untuk mengambil alih penanganan kasus tersebut. Karena itu, mereka masih tetap melakukan koordinasi dan supervisi.

- Advertisement -

"Sementara kami akan lakukan koordinasi dan supervisi dulu," imbuh Alex.
Dia kembali menyampaikan, mengambil alih penanganan kasus dugaan korupsi dari Polri maupun Kejagung perlu mempertimbangkan syarat-syarat tertentu. Alex mencontohkan, penanganan kasus yang berlarut. Menurut dia, sejauh ini Polri sudah cukup cepat bergerak.

"Kami lihat Bareskrim sudah melimpahkan (berkas) perkara ke kejaksaan dan statusnya sudah P-19," ujarnya. Menurut dia, progres itu termasuk cepat. "Artinya kami lihat tidak ada hambatan dalam penanganan perkara tersebut," tambah dia. Selain itu, dia menyatakan bahwa syarat lain seperti melindungi pihak tertentu juga tidak tampak.

Polri bahkan sudah menetapkan dua jenderal sebagai tersangka. Karena itu, KPK belum bisa mengambil alih. Koordinasi dan supervisi, lanjut Alex, tetap memerhatikan penanganan kasus. Jika melihat ada yang belum terungkap, KPK akan mendorong.

"Kami akan mendorong kawan-kawan di Bareskrim atau kejaksaan kalau memang cukup alat buktinya," beber dia.

Hal lain yang turut jadi perhatian KPK adalah keterkaitan kasus di Polri dengan Kejagung. Alex mengakui pihaknya ingin melihat sejauh mana hubungan kasus yang ditangani Polri dan Kejagung. "Apakah ada keterkaitan," kata dia. Untuk itu, Kejagung juga diundang oleh KPK melaksanakan gelar perkara kemarin. Menurut dia itu penting agar tindak pidana yang dilakukan oleh Djoko Tjandra dapat dilihat secara utuh.

"Jangan sampai satu perkara yang besar itu dilihat per bagian-bagian atau klaster-klaster," bebernya.
Menurut Alex, penegak hukum harus mendapat jawaban mengapa Djoko Tjandra berani menyuap jaksa dan aparat kepolisian.

"Itu tujuannya apa," kata dia.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang mewakili KPK saat gelar perkara bersama Kejagung pun menyampaikan bahwa sejauh ini pihaknya masih koordinasi dan supervisi kasus. Lembaga antirasuah belum mengambil alih penanganan kasus yang tengah diproses Kejagung.

Ghufron menyampaikan gelar perkara bersama dilakukan lantaran kasus yang ditangani oleh Polri dan Kejagung bermuara pada satu perbuatan. Yakni suap oleh tersangka Djoko Tjandra. "Supaya ada keutuhan dalam menyelesaikan perkara (dilakukan gelar perkara bersama)," jelasnya. Selain itu, KPK hadir untuk mengakselerasi penanganan kasus-kasus tersebut. Dia pun menyebut, bukan tidak mungkin gelar perkara bersama kembali dilakukan.

Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Ali Mukartono menambahkan, pihaknya menerima banyak masukan dari KPK saat gelar perkara kemarin. Semua masukan tersebut, kata dia, sudah dicatat oleh instansinya. Menurut dia catatan-catatan itu penting untuk meneruskan penyidikan.

"Dalam rangka penyempurnaan penanganan perkara itu," jelasnya.

Terkait berkas perkara red notice yang sudah P-19 atau dikembalikan oleh Kejagung untuk dilengkapi, Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Brigjen Djoko Poerwanto menyampaikan bahwa berkas yang sudah mereka kirim memang sudah dikembalikan oleh Kejagung.

"Bahwa berkas perkara yang kami kirimkan di tahap satu belum dinyatakan lengkap," kata jenderal bintang satu Polri itu.

Djoko menyampaikan bahwa P-19 berkas perkara red notice baru mereka terima kemarin. "Kami akan pelajari," imbuhnya. Dia memastikan pihaknya akan berusa memberikan yang terbaik meski kasus tersebut menyeret nama jenderal-jenderal Korps Bhayangkara. Kemarin, Kejagung juga memeriksa seorang saksi untuk tersangka Djoko Tjandra dan Andi Irfan Jaya. Yakni Matius Rene Santoso selaku pegawai Bank BCA KCP Jalan Panjang.

Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menuturkan bahwa memang saat ini masih supervisi dari KPK. Karena itu diharapkan ada sejumlah langkah yang dilakukan. Seperti, mendalami peran PSM dan ADK dalam mengurus fatwa Mahkamah Agung.

"Selanjutnya mendalami sejumlah unusual yang disebut PSM dan ADK saat pemeriksaan, seperti T, DK, BR, HA dan SHD," ujarnya.

Yang lebih spesifik, ada pernyataan PSM kepada ADK bahwa akan mengantar seseorang berinisial R untuk bertemu pejabat tinggi di Kejagung. Tentunya semua itu penting dikuak untuk mengetahui kasus ini. "Ada pula soal perlunya mendalami keterlibatan dari oknum Imigrasi dari penyidik Bareskrim dan Kejagung," jelasnya.

Boyamin berharap kasus itu tidak hanya disupervisi oleh KPK. Namun, lebih kepada diambil alih KPK. "Memang harusnya ditangani KPK, bukan hanya karena jeruk Makan jeruk. Tapi, juga hanya KPK yang selama ini tidak ada yang terlibat dengan kasus ini," paparnya. (idr/syn)

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Gelar perkara bersama antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Polri tuntas. Seperti gelar perkara sebelumnya, KPK belum bisa mengambil alih kasus-kasus yang kini ditangani oleh Kejagung dan Polri. Mereka hanya menegaskan, semua kasus yang melibatkan Djoko Tjandra sebagai tersangka dipelototi.

Wakil Ketua KPK AlexanderMarwata menuturkan, gelar perkara bersama Polri berlangsung sejak pukul 09.00, Jumat (11/9). Lewat kesempatan itu, pihaknya ingin mengetahui sejauh mana Bareskrim menangani kasus yang melibatkan Djoko Tjandra.

"Apakah sudah menggambarkan kasus secara besarnya atau klaster-klasternya," kata dia kepada awak media.

Kepada KPK, Polri menyampaikan kasus dugaan suap terkait red notice. Sampai kemarin, KPK belum melihat ada celah untuk mengambil alih penanganan kasus tersebut. Karena itu, mereka masih tetap melakukan koordinasi dan supervisi.

"Sementara kami akan lakukan koordinasi dan supervisi dulu," imbuh Alex.
Dia kembali menyampaikan, mengambil alih penanganan kasus dugaan korupsi dari Polri maupun Kejagung perlu mempertimbangkan syarat-syarat tertentu. Alex mencontohkan, penanganan kasus yang berlarut. Menurut dia, sejauh ini Polri sudah cukup cepat bergerak.

"Kami lihat Bareskrim sudah melimpahkan (berkas) perkara ke kejaksaan dan statusnya sudah P-19," ujarnya. Menurut dia, progres itu termasuk cepat. "Artinya kami lihat tidak ada hambatan dalam penanganan perkara tersebut," tambah dia. Selain itu, dia menyatakan bahwa syarat lain seperti melindungi pihak tertentu juga tidak tampak.

Polri bahkan sudah menetapkan dua jenderal sebagai tersangka. Karena itu, KPK belum bisa mengambil alih. Koordinasi dan supervisi, lanjut Alex, tetap memerhatikan penanganan kasus. Jika melihat ada yang belum terungkap, KPK akan mendorong.

"Kami akan mendorong kawan-kawan di Bareskrim atau kejaksaan kalau memang cukup alat buktinya," beber dia.

Hal lain yang turut jadi perhatian KPK adalah keterkaitan kasus di Polri dengan Kejagung. Alex mengakui pihaknya ingin melihat sejauh mana hubungan kasus yang ditangani Polri dan Kejagung. "Apakah ada keterkaitan," kata dia. Untuk itu, Kejagung juga diundang oleh KPK melaksanakan gelar perkara kemarin. Menurut dia itu penting agar tindak pidana yang dilakukan oleh Djoko Tjandra dapat dilihat secara utuh.

"Jangan sampai satu perkara yang besar itu dilihat per bagian-bagian atau klaster-klaster," bebernya.
Menurut Alex, penegak hukum harus mendapat jawaban mengapa Djoko Tjandra berani menyuap jaksa dan aparat kepolisian.

"Itu tujuannya apa," kata dia.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang mewakili KPK saat gelar perkara bersama Kejagung pun menyampaikan bahwa sejauh ini pihaknya masih koordinasi dan supervisi kasus. Lembaga antirasuah belum mengambil alih penanganan kasus yang tengah diproses Kejagung.

Ghufron menyampaikan gelar perkara bersama dilakukan lantaran kasus yang ditangani oleh Polri dan Kejagung bermuara pada satu perbuatan. Yakni suap oleh tersangka Djoko Tjandra. "Supaya ada keutuhan dalam menyelesaikan perkara (dilakukan gelar perkara bersama)," jelasnya. Selain itu, KPK hadir untuk mengakselerasi penanganan kasus-kasus tersebut. Dia pun menyebut, bukan tidak mungkin gelar perkara bersama kembali dilakukan.

Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Ali Mukartono menambahkan, pihaknya menerima banyak masukan dari KPK saat gelar perkara kemarin. Semua masukan tersebut, kata dia, sudah dicatat oleh instansinya. Menurut dia catatan-catatan itu penting untuk meneruskan penyidikan.

"Dalam rangka penyempurnaan penanganan perkara itu," jelasnya.

Terkait berkas perkara red notice yang sudah P-19 atau dikembalikan oleh Kejagung untuk dilengkapi, Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Brigjen Djoko Poerwanto menyampaikan bahwa berkas yang sudah mereka kirim memang sudah dikembalikan oleh Kejagung.

"Bahwa berkas perkara yang kami kirimkan di tahap satu belum dinyatakan lengkap," kata jenderal bintang satu Polri itu.

Djoko menyampaikan bahwa P-19 berkas perkara red notice baru mereka terima kemarin. "Kami akan pelajari," imbuhnya. Dia memastikan pihaknya akan berusa memberikan yang terbaik meski kasus tersebut menyeret nama jenderal-jenderal Korps Bhayangkara. Kemarin, Kejagung juga memeriksa seorang saksi untuk tersangka Djoko Tjandra dan Andi Irfan Jaya. Yakni Matius Rene Santoso selaku pegawai Bank BCA KCP Jalan Panjang.

Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menuturkan bahwa memang saat ini masih supervisi dari KPK. Karena itu diharapkan ada sejumlah langkah yang dilakukan. Seperti, mendalami peran PSM dan ADK dalam mengurus fatwa Mahkamah Agung.

"Selanjutnya mendalami sejumlah unusual yang disebut PSM dan ADK saat pemeriksaan, seperti T, DK, BR, HA dan SHD," ujarnya.

Yang lebih spesifik, ada pernyataan PSM kepada ADK bahwa akan mengantar seseorang berinisial R untuk bertemu pejabat tinggi di Kejagung. Tentunya semua itu penting dikuak untuk mengetahui kasus ini. "Ada pula soal perlunya mendalami keterlibatan dari oknum Imigrasi dari penyidik Bareskrim dan Kejagung," jelasnya.

Boyamin berharap kasus itu tidak hanya disupervisi oleh KPK. Namun, lebih kepada diambil alih KPK. "Memang harusnya ditangani KPK, bukan hanya karena jeruk Makan jeruk. Tapi, juga hanya KPK yang selama ini tidak ada yang terlibat dengan kasus ini," paparnya. (idr/syn)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya