JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Masa karantina di kapal pesiar Diamond Princess seharusnya berakhir Rabu (19/2). Namun, seorang kru kapal asal Indonesia justru harus dipindah ke rumah sakit. Otoritas kesehatan Jepang menyatakan yang bersangkutan positif terinfeksi virus corona.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha menuturkan, satu kru WNI tersebut dibawa ke rumah sakit di Tokyo untuk menjalani perawatan.
"Jadi, hingga 19 Februari sudah empat WNI yang terinfeksi corona. Dua orang dirawat di rumah sakit Kota Chiba, dua lainnya di rumah sakit Tokyo," ungkap Judha di M Blok Space, Jakarta, kemarin.
Tim KBRI Jepang di Tokyo sudah mendampingi para kru tersebut di rumah sakit masing-masing. Mereka memastikan keempat WNI yang positif terinfeksi Covid-19 mendapat penanganan medis yang baik. Menurut laporan, kata Judha, kondisi mereka stabil.
Dengan temuan baru tersebut, Kemenlu masih harus memastikan kepada otoritas kesehatan Jepang untuk memulangkan para kru WNI yang sehat. Meskipun, masa karantina berakhir.
"Ini yang masih kami koordinasikan dengan Kemenlu Jepang untuk perkembangan lebih lanjut," ujarnya.
Judha mengakui bahwa pihaknya tidak bisa langsung membawa pulang mereka. Harus ada kepastian terkait jaminan kesehatan, pekerjaan, dan keselamatan keluarga para kru jika nanti sudah kembali ke tanah air.
"Untuk pemulangan tentu kita tidak asal memulangkan begitu saja. Tapi, dalam case ini harus banyak yang dikelola," terang Judha.
Yang jelas, pihaknya selalu memantau perkembangan situasi dan kondisi para WNI di sana. Baik melalui KBRI di Tokyo maupun WhatsApp grup yang dibentuk bersama dengan para kru WNI. Setiap laporan yang didapat, lanjut dia, sudah langsung dikomunikasikan ke pihak keluarga masing-masing kru.
Sementara itu, Judha menyampaikan kondisi tiga orang mahasiswa Indonesia yang masih berada di Hubei, Cina. Mereka tersebar di dua kota. Seorang berada di Wuhan dan dua lainnya di Xianning. Ketiganya tinggal di asrama.
Dua orang yang berada di Xianning diketahui merupakan mahasiswa kedokteran. "Jadi, tentu mereka paham dengan protokol kesehatan yang harus dijalani," jelasnya.
Tim KBRI Beijing setiap hari menjalin komunikasi dengan ketiga mahasiswa tersebut. Untuk menjaga kondisi mental mereka, KBRI Beijing mengundang psikolog. "Menelepon secara rutin. Untuk teman bicara agar tidak kesepian. Dan, tentunya tetap kami berikan bantuan logistik," kata dia.
Di sisi lain, seorang TKI di Singapura yang dikabarkan terinfeksi Covid-19 pada 4 Februari lalu dinyatakan sembuh.
"Sehubungan dengan permintaan WNI tersebut, identitas tidak dapat kami sampaikan. Yang jelas, dia sudah keluar dari rumah sakit setelah 14 hari dirawat," ujar Judha. Dengan demikian, tidak ada lagi WNI yang dilaporkan positif virus corona di Singapura.
Secara terpisah, Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Penularan Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Achmad Yurianto mengatakan, penjemputan WNI negatif Covid-2019 setelah karantina di Jepang tidak bisa terburu-buru setelah masa inkubasi. Pemerintah akan berkoordinasi dengan pemerintah Jepang untuk memastikan semua dalam kondisi stabil. Baru setelah itu pemerintah bisa melakukan penjemputan seperti WNI di Hubei, Cina, sebelumnya.
Penjemputan itu pun harus melalui komunikasi dengan pihak perusahaan tempat para WNI di Diamond Princess bekerja. "Kami terus berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri. Prinsipnya, tidak buru-buru. Tidak emosional," katanya.
Perihal rencana penambahan masa inkubasi oleh Jepang, pria yang akrab disapa Yuri itu menjelaskan bahwa memang ada perbedaan mengenai lama masa inkubasi. WHO menyarankan masa inkubasi dilakukan selama 14 hari. Namun, baru-baru ini sejumlah peneliti di Cina menyarankan agar diterapkan masa inkubasi selama 24 hari.
Pada prinsipnya, kata dia, pihaknya memahami dan meyakini langkah yang diambil otoritas kesehatan Jepang. Apalagi, empat WNI dilaporkan positif terpapar menjelang masa inkubasi berakhir.
"Yang perlu dipahami, ini bukan mengasingkan mereka. Tapi, untuk mengamankan yang sakit karena mereka akan diawasi dengan ketat serta mencegah adanya penularan ke yang lain," paparnya.
Perlakuan tersebut sebetulnya sama dengan di Wuhan. Ada yang sakit dan ada populasi sehat. Karena itu, kemudian diisolasi atau di-lockdown. "Bedanya ini di kapal," sambungnya.
Yuri menegaskan, pemulangan kru yang terpapar Covid-2019 bisa dilakukan setelah benar-benar dinyatakan sembuh oleh otoritas setempat. Tidak hanya secara klinis, tetapi juga setelah dinyatakan tak ada virus dalam tubuhnya. Setiba di tanah air, mereka tak perlu lagi dikarantina. Cukup dilakukan pemantauan.
Yuri menyebutkan, pada umumnya, penyakit akibat virus yang kemudian telah dinyatakan sembuh akan betul-betul memberikan kekebalan tubuh bagi yang sakit. Artinya, karantina tak diperlukan lagi. Kendati demikian, tetap akan ada surveillance epidemiology tracking. Mereka akan dipantau secara periodik. Nah, pemantauan itu dilakukan dinas kesehatan daerah masing-masing. Caranya, bisa by phone dengan ditanyai adanya keluhan atau didatangi secara langsung. Jadi, bukan seperti wajib lapor, yaitu mereka harus datang sendiri ke lokasi.
Sementara itu, hingga saat ini kasus positif Covid-2019 masih dinyatakan nihil. Dari 112 spesimen yang masuk ke Balitbangkes, 110 dinyatakan negatif. Sisanya masih masuk tahap pemeriksaan.
Sumber: Jawa Pos
Edotor: Rinaldi