JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Indonesia diharapkan dapat mengikuti langkah sejumlah negara untuk membatasi masa jabatan anggota legislatif. Pembatasan masa jabatan dinilai dapat menciptakan iklim parlemen yang lebih sehat, regenerasi politik yang berjalan, dan menghindari dominasi kekuasaan.
Hal itu disampaikan Ignatius Supriyadi yang menjadi pemohon judicial review pasal 76 ayat 4, pasal 252 ayat 5, pasal 318 ayat 4, dan pasal 367 ayat 4 UU tentang MPR, DPR, DPD, DPRD. Pada pokoknya, dia meminta agar masa anggota legislatif dan senator di berbagai tingkatan bisa dibatasi masa jabatannya. Dalam sidang perbaikan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, kemarin (13/2), Ignatius membeberkan sejumlah negara yang sudah menerapkan pembatasan masa jabatan. Baik yang ada di wilayah Asia maupun Amerika. Misalnya di Filipina, Bolivia, Venezuela, Ekuador dan Kosta Rika.
"Bolivia menerapkan pembatasan masa periode anggota parlemen dua kali periode, Kosta Rika hanya satu kali, Ekuador dua kali masa periode, sementara Venezuela juga menerapkan dua kali masa periode," ujarnya, kemarin (13/2). Dia menambahkan, bahaya terkait masa jabatan yang tidak dibatasi pernah dilakukan studi Komisi Venesia atau sebuah badan penasehat Dewan Eropa dalam bidang hukum konstitusional. Yang pertama, kekuasaan yang berlebihan memiliki daya rusak. Kedua, dengan dibatasi, pandangan yang melihat menjadi anggota parlemen sebagai jenjang karir bisa dihindari.
"Dengan adanya pembatasan, wakil rakyat berpikir untuk secara temporer mengabdi untuk masyarakat. Jadi bukan untuk karir atau mencari pendapatan, hak ekonomi dari posisi itu," imbuhnya. Selain itu, pembatasan dapat menghindari anggota parlemen yang tidak tergantikan oleh politisi senior. Sehingga memunculkan orang-orang baru yang lebih muda dan terbuka ruang bagi orang-orang yang sebelumnya tenggelam oleh dominasi tokoh lama.
Dalam konteks politik di Indonesia, lanjut dia, ada banyak politisi yang menjadi legislatif puluhan tahun tanpa prestasi apa-apa.(jpg)