JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan selesai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (12/2). Tersangka kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) Fraksi PDI Perjuangan ini mengaku pernah melakukan komunikasi dengan Advokat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Donny Tri Istiqomah.
"Pernah, pernah (lakukan komunikasi, red)," kata Wahyu usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (12/2).
Penyidik KPK juga telah memeriksa Donny. Ia diperiksa untuk Wahyu. Usai pemeriksaan, Wahyu mengaku dikonfrontir oleh Donny.
"Iya saya dikonfrontir dengan saudara Donny. Ya, tema-tema komunikasi lah. Biasa masih ajek seperti yang kemarin-kemarin," ucap Wahyu.
Dalam kasus ini, Donny termasuk satu di antara delapan orang yang termasuk diamankan tim KPK saat operasi tangkap tangan (OTT). Namun, ia dibebaskan lantaran KPK belum menemukan bukti yang cukup untuk menetapkannya sebagai tersangka.
Sementara itu, pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri menyampaikan Donny turut ditelisik KPK soal kajian PAW Fraksi PDIP. Terlebih adanya fatwa MA terkait kasus yang menjerat Harun.
"Jadi seputar proses administrasi terkait dengan bagian pergantian antarwaktu ya, syaratnya pengajuan analisisnya yuridis dari fatwa MA terkait ini," jelas Ali.
Dalam perkara dugaan suap PAW Fraksi PDIP, KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.
Atas perbuatannya, Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a atau Pasal 12 Ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Sementara itu, Harun Masiku dan Saeful sebagai tersangka pemberi suap disangkakan melanggar pasal pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal