JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Dana bantuan operasional sekolah (BOS) kini bisa lebih cepat diterima semua sekolah. Sebab, pemerintah akhirnya mengubah skema penyalurannya. Mulai tahun ini dana tersebut ditransfer langsung dari rekening negara ke rekening sekolah.
Menkeu Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, kebijakan itu bertujuan memangkas rantai birokrasi.
Dengan demikian, sekolah dapat lebih cepat menerima dan menggunakan dana BOS untuk operasional. Sebelum ada aturan tersebut, dana BOS disalurkan pemerintah pusat ke rekening kas daerah (RKD). ”Membelanjakan dengan spending better ini terus kami tekankan,’’ ujar dia di Kementerian Keuangan kemarin (10/2).
Penyaluran dana BOS tetap dilakukan tiga tahap. Namun, komposisinya berbeda. Sebelumnya, tahapan penyaluran adalah 20 persen, 40 persen, 20 persen, dan 20 persen. Kini menjadi 30 persen, 40 persen, dan 30 persen. Mulai disalurkan paling cepat Januari sesuai kesiapan sekolah masing-masing. Pada semester satu, penyalurannya menjadi 70 persen. Tujuannya, memberikan fleksibilitas bagi sekolah untuk mendukung konsep merdeka belajar.
Secara keseluruhan, tahun ini pemerintah menyalurkan dana BOS reguler, kinerja, dan afirmasi Rp 54,32 triliun untuk 45,4 juta siswa. Angka tersebut meningkat 6,03 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu. Kemenkeu akan bekerja sama dengan Kemendagri untuk memperbaiki sistem dan laporan keuangan di daerah. Pihaknya juga menghindari dana idle. Tahun lalu dana idle yang sempat mengendap di account daerah mencapai Rp 200 triliun. ”Sampai Desember sudah ada perbaikan, tapi masih ada Rp 100 triliun yang unspend di daerah,’’ urai Ani, sapaan Sri Mulyani.
Meski dilakukan upaya percepatan, Kemenkeu tetap berkomitmen menjaga akurasi dan akuntabilitas. Penyaluran dana BOS dilakukan setelah Kemenkeu menerima rekomendasi dari Kemendikbud. Rekomendasi itu berdasar pada laporan yang di-input langsung oleh sekolah melalui aplikasi dana BOS. Tujuannya, data dana BOS tiap sekolah lebih akurat dan pelaporannya sederhana. Selain itu, aspek akuntabilitas tetap terjaga.
Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menjelaskan, selama ini banyak laporan mengenai sekolah yang terlambat menerima dana BOS. Hal itu mengganggu proses pembelajaran lantaran sekolah tidak memiliki dana operasional yang cukup. ”Bahkan, ada cerita kepala sekolah maupun guru yang menggadaikan barang pribadinya untuk menalangi biaya operasional,” kata Nadiem.
Selain itu, guru honorer sering tidak mendapat gaji yang layak. Sebab, pemerintah membatasi penggunaan dana BOS untuk membayar guru honorer hanya maksimal 15 persen untuk sekolah negeri dan 30 persen bagi swasta. Akibatnya, kepala sekolah tidak berdaya meningkatkan penghasilan guru maupun tenaga kependidikan yang berstatus honorer.
Nadiem menegaskan, ada empat pokok perubahan dana BOS. Yakni, dana disalurkan langsung ke sekolah, penggunaannya lebih fleksibel, nilai satuan meningkat, serta pelaporan penggunaan anggaran diperketat agar lebih transparan dan akuntabel.
Dia menerangkan, dana BOS akan langsung diberikan Kemenkeu ke rekening sekolah. Proses verifikasi data dan penetapan surat keputusan (SK) dilakukan Kemendikbud. ”Meski begitu, data tetap dari pemda provinsi maupun kabupaten/kota lewat platform dapodik (data pokok pendidikan, Red),” terang menteri termuda Kabinet Indonesia Maju tersebut.
Setiap dinas pendidikan daerah diberi kesempatan setahun sekali untuk memperbaiki data dapodik. Yakni, setiap 31 Agustus. Setelah itu, data langsung digunakan acuan Kemendikbud untuk penyaluran dana BOS.
Sebelumnya, penyaluran dana BOS harus melalui rekening kas umum daerah (RKUD) provinsi. Tahapan penyaluran sebanyak empat kali per tahun. Verifikasi dan penetapan SK dilakukan pemprov dengan berbagai syarat administrasi sesuai kebijakan daerah masing-masing. Batas akhir pengambilan data dua kali per tahun (31 Januari dan 31 Oktober). Hal itu berpeluang memperlambat pengesahan APBD pendidikan.
”Jadi, kami niatnya memudahkan. Bayangkan sebelumnya verifikasi data dua kali setahun, SK ditetapkan masing-masing provinsi yang ada 34 jumlahnya. Ditambah harus melalui berbagai administrasi, menunggu tanda tangan gubernur maupun pemimpin daerah lainnya,” urai mantan bos Gojek tersebut.
Nadiem juga membuat penggunaan dana BOS lebih luwes. Dia menaikkan batas penggunaan anggaran untuk membayar guru honorer menjadi maksimal 50 persen. Dengan catatan, guru honorer tersebut harus memiliki NUPTK (nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan), tercatat di dapodik per 31 Desember 2019, belum mengantongi sertifikat pendidik. ”Jika masih ada sisa, dapat diberikan kepada tenaga kependidikan,” imbuhnya.
Pokok kebijakan ketiga, Nadiem meningkatkan nilai satuan dana BOS Rp 100 ribu untuk setiap siswa di masing-masing jenjang. Jadi, pemerintah menyalurkan Rp 900 ribu untuk siswa SD, Rp 1.100.000 untuk siswa SMP, dan Rp 1.500.000 untuk siswa SMA.
Meski demikian, Nadiem menuntut laporan penggunaan dana BOS lebih ketat. ”Fleksibilitas bukan berarti transparan dan akuntabilitas tidak penting. Justru semakin penting. Jika laporan belum selesai, pengucuran tahap selanjutnya tidak akan turun,” tegasnya. Pelaporan dilakukan secara daring (online) melalui laman htttps://bos.kemdikbud.go.id.
Selain itu, sekolah harus memublikasikan penerimaan dan penggunaan dana. Laporan dapat ditempelkan di papan informasi sekolah maupun tempat lain yang mudah diakses masyarakat.
Di sisi lain, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menekankan, pemindahan wewenang penggunaan anggaran dari provinsi ke sekolah harus terjaga akuntabilitasnya. Pihaknya bertugas mengoordinasikan seluruh pemda untuk melakukan pengawasan dan pembinaan. Sebab, dana yang dikelola cukup besar. ”Mengurusi dan membinanya tidak gampang, apalagi anggarannya cukup besar. Otonomi lebih fleksibel, tapi juga jangan sampai terjadi penyalahgunaan. Tetap pada ruh bisnisnya, belajar mengajar,” ujar mantan Kapolri itu.
Meski begitu, Tito menyatakan, harus ada panduan teknisnya. Walaupun sudah terbit peraturan menteri keuangan, dia merasa perlu menerbitkan peraturan bersama antara Kemendagri dan Kemendikbud walaupun sekadar surat keputusan bersama. ”Akan disusun teknisnya, tapi intinya jangan sampai mengurangi otonomi sekolah,” kata Tito.
Sekretaris Jenderal Kemendikbud Ainun Naim menilai, perubahan penyaluran BOS langsung ke sekolah lebih efektif. Bisa diterima lebih cepat ke sekolah yang memang membutuhkan. Penyalurannya dari Kementerian Keuangan langsung kepada sekolah.
Kemendikbud berperan memberikan data sekolah untuk menentukan jumlah anggaran yang dibutuhkan. Sementara itu, pemerintah daerah (pemda) yang selama ini menjadi tangan kedua menyalurkan dana BOS kini bertugas memonitor kinerja sekolah saja. ”Selain itu, untuk pengawasan dan pengelolaan BOS selanjutnya, sudah ada perangkat seperti inspektorat pusat maupun daerah. Setiap kementerian/lembaga tentu ada guideline-nya,” terang Ainun.
Pengamat pendidikan Indra Charismiadji sepakat dengan kebijakan baru tersebut. Dia tidak memungkiri banyaknya permainan terkait dana pendidikan di tingkat pemda. Misalnya, menggunakan dana pendidikan untuk program lain yang tidak sesuai peruntukannya. ”Saya lebih suka (penyaluran dana BOS) langsung,” ucap Indra.
Dengan begitu, diharapkan sudah tidak ada lagi penyalahgunaan maupun penyelewengan anggaran pendidikan di tingkat pemda. Hanya, sampai saat ini Indra mempertanyakan tidak adanya evaluasi terkait BOS. Mulai sisi efektivitas, pelaksanaan, hingga hasil penggunaan anggaran. ”Bisa jadi BOS membuat mutu pendidikan kita stagnan. Karena orang sibuk ngurusin administrasi,” jelasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman