Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Angka Kunjungan Tembus 76 Ribu

Replika tongkang kembali dibakar pada puncak event Bakar Tongkang 2019. Sejak dilakoni puluhan tahun lalu, siapa sangka sebuah ritual yang bertolak dari peristiwa sederhana berupa pembakaran kapal, kini menjadi salah satu atraksi budaya yang mampu menyedot kunjungan puluhan ribu wisatawan setiap tahun.

 

(RIAUPOS.CO) — SOFYAN (51), salah seorang warga Bagansiapi-api menuturkan masih ingat saat remaja menyaksikan betapa sederhananya kegiatan Bakar Tongkang yang dipusatkan di Klenteng Ing Hok King pada era 80-an.

“Waktu itu orang yang menyaksikan sedikit saja, tak seperti sekarang. Waktu itu bedanya, yang dibakar ada yang berupa uang kertas asli,” kata Sofyan.

Tak jarang, terang Sofyan, warga yang menyaksikan mendekati titik pembakaran kertas untuk mengambil uang yang masih bisa diselamatkan.  Menimbang kerawanan yang bisa terjadi karena hal itu belakangan penggunaan uang asli sepenuhnya digantikan dengan kertas yang biasa dipakai untuk sembahyang atau Kim Chua.

Baca Juga:  Firli Dibela Ali Fikri, Novel Diminta Tak Buat Tudingan tanpa Bukti

Tokoh setempat Tan Guan Tio pada satu kesempatan menerangkan peristiwa pembakaran Tongkang menjadi titik tolok dari kedatangan masyarakat Tionghoa ke Bagansiapi-api. Migrasi besar-besaran terjadi karena kondisi konflik yang terjadi waktu itu. Upaya pencarian tempat baru merupakan pilihan yang terbaik namun tidak sedikit dari pelayaran yang dilakukan berakhir di tengah lautan atau hilang. Tan merupakan salah seorang yang turut pindah. Dirinya berasal dari Cina. Namun kedatangannya terbilang belakangan. Pasalnya saat sampai di Bagansiapi-api ia sudah menemukan sebuah tempat yang dinilai cukup berkembang pada saat itu dengan jumlah warga, akvititas perekonomian yang baik bersumber pada perikanan laut dan sebagainya.

Ia mengaku sempat melihat prosesi ritual Bakar Tongkang telah dilaksanakan, namun replika tongkang tidak dihias sedemikian rupa seperti sekarang. Hanya berupa kapal kecil sederhana saja dan diberikan kayu pancang.

Baca Juga:  M Maliki dan Cutra Andika Selisih Tipis

Dari keterangan sejumlah tokoh, tradisi pembakaran tongkang merupakan napak tilas dari perjalanan 18 orang yang secara awal terdampar di Bagansiapi-api. Belasan orang ini selamat sampai ke daratan baru di antara belasan tongkang lain yang karam. Keberadaan patung dewa Ki Hu Ong Ya di dalam tongkang itu dipercaya sebagai berkah yang menyelamatkan para pengembara.  Sebagai wujud komitmen untuk hidup di tanah yang baru para pengembara tersebut memutuskan membakar Tongkang.  Mereka kemudian membangun klenteng pada 1826, dan menata kehidupan.  

Replika tongkang kembali dibakar pada puncak event Bakar Tongkang 2019. Sejak dilakoni puluhan tahun lalu, siapa sangka sebuah ritual yang bertolak dari peristiwa sederhana berupa pembakaran kapal, kini menjadi salah satu atraksi budaya yang mampu menyedot kunjungan puluhan ribu wisatawan setiap tahun.

 

- Advertisement -

(RIAUPOS.CO) — SOFYAN (51), salah seorang warga Bagansiapi-api menuturkan masih ingat saat remaja menyaksikan betapa sederhananya kegiatan Bakar Tongkang yang dipusatkan di Klenteng Ing Hok King pada era 80-an.

“Waktu itu orang yang menyaksikan sedikit saja, tak seperti sekarang. Waktu itu bedanya, yang dibakar ada yang berupa uang kertas asli,” kata Sofyan.

- Advertisement -

Tak jarang, terang Sofyan, warga yang menyaksikan mendekati titik pembakaran kertas untuk mengambil uang yang masih bisa diselamatkan.  Menimbang kerawanan yang bisa terjadi karena hal itu belakangan penggunaan uang asli sepenuhnya digantikan dengan kertas yang biasa dipakai untuk sembahyang atau Kim Chua.

Baca Juga:  Menteri Pertanian Pastikan Penyakit PMK pada Hewan Tidak Menular

Tokoh setempat Tan Guan Tio pada satu kesempatan menerangkan peristiwa pembakaran Tongkang menjadi titik tolok dari kedatangan masyarakat Tionghoa ke Bagansiapi-api. Migrasi besar-besaran terjadi karena kondisi konflik yang terjadi waktu itu. Upaya pencarian tempat baru merupakan pilihan yang terbaik namun tidak sedikit dari pelayaran yang dilakukan berakhir di tengah lautan atau hilang. Tan merupakan salah seorang yang turut pindah. Dirinya berasal dari Cina. Namun kedatangannya terbilang belakangan. Pasalnya saat sampai di Bagansiapi-api ia sudah menemukan sebuah tempat yang dinilai cukup berkembang pada saat itu dengan jumlah warga, akvititas perekonomian yang baik bersumber pada perikanan laut dan sebagainya.

Ia mengaku sempat melihat prosesi ritual Bakar Tongkang telah dilaksanakan, namun replika tongkang tidak dihias sedemikian rupa seperti sekarang. Hanya berupa kapal kecil sederhana saja dan diberikan kayu pancang.

Baca Juga:  Kapolda Riau Ajak Ikatan Keluarga Sumatera Bagian Selatan Perkuat Silaturahmi

Dari keterangan sejumlah tokoh, tradisi pembakaran tongkang merupakan napak tilas dari perjalanan 18 orang yang secara awal terdampar di Bagansiapi-api. Belasan orang ini selamat sampai ke daratan baru di antara belasan tongkang lain yang karam. Keberadaan patung dewa Ki Hu Ong Ya di dalam tongkang itu dipercaya sebagai berkah yang menyelamatkan para pengembara.  Sebagai wujud komitmen untuk hidup di tanah yang baru para pengembara tersebut memutuskan membakar Tongkang.  Mereka kemudian membangun klenteng pada 1826, dan menata kehidupan.  

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari