DOHA (RIAUPOS.CO) – Di tengah konflik yang masih berkecamuk di Jalur Gaza, Dewan Keamanan PBB terus membahas permohonan Palestina untuk menjadi anggota penuh di PBB. Duta Besar Malta untuk PBB Vanessa Frazier menyebut, para anggota komite khusus memiliki perbedaan pendapat. Hal itu yang membuat belum bisa dicapainya konsensus untuk memberikan keanggotaan penuh itu.
Hari ini (19/4) waktu New York, DKK PBB akan menggelar pemungutan suara untuk membahas permohonan Palestina itu. Salah satu negara anggota tidak tetap DK PBB saat ini, Aljazair, adalah pihak yang mengajukan rancangan resolusi keanggotaan Palestina di PBB ini.
Sebuah resolusi DK PBB memerlukan setidaknya sembilan suara yang mendukung tanpa veto dari lima anggota tetapnya agar dapat diadopsi atau disahkan. Kelima negara anggota tetap DK PBB itu yakni AS, Inggris, Perancis, Rusia dan Cina.
Terpisah, Perdana Menteri baru Irlandia Simon Harris mendukung gencatan senjata di Gaza dan pengakuan Negara Palestina. Hal itu diutarakan olehnya saat dia tiba di KTT Uni Eropa.
’’Saya bermaksud menggunakan kesempatan berada di sini untuk melanjutkan keterlibatan saya dengan rekan-rekan dari Uni Eropa mengenai perlunya gencatan senjata segera di Gaza,’’ kata Harris.
Tak lupa, Harris juga mendesak dilakukannya pembebasan semua sandera. Harris mengingatkan perlunya sejumlah negara di Eropa kini untuk bergerak maju dan mengakui Negara Palestina. ’’Ini adalah hal yang penting untuk dilakukan,’’ kata Harris.
Harris menyatakan telah terlibat dalam pembicaraan mengenai usulannya itu, khususnya dengan Perdana Menteri Spanyol dalam beberapa hari terakhir. Sebelumnya, PM Spanyol Pedro Sanchez mengungkapkan keinginan yang serupa terkait Palestina.
Qatar Kaji Ulang Peran Mediator Israel-Hamas
Dalam pada itu, Qatar tengah mengkaji ulang perannya sebagai mediator antara Israel dan Hamas. Hal itu dilakukan usai adanya sejumlah kritik terhadap peran Qatar.
Dilansir dari Agence France-Presse (AFP), Perdana Menteri Qatar Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani menuturkan, beberapa pihak seakan menyalahgunakan peran Qatar untuk meraih keuntungan politik tertentu.
’’Qatar sedang dalam proses evaluasi ulang secara menyeluruh atas perannya karena telah terjadi kerugian di Qatar,’’ ujarnya.
Selama konflik di Gaza berlangsung, Qatar merupakan mediator utama antara Israel dan Hamas. Bersama dengan AS dan Mesir, Qatar membantu merundingkan gencatan senjata maupun jeda dalam konflik yang berlangsung, serta pembebasan sandera.
Meski begitu, Al Thani menyebutkan, ada aturan dan batasan dalam peran Qatar sebagai mediator. Hal itu disebutnya membatasi kemampuan negaranya dalam berkontribusi secara konstruktif dalam perundingan yang berlangsung.
’’Namun, pada akhirnya, peran sebagai mediator juga terbatas. Maksud saya, itu mempunyai batasan dan tidak bisa menyediakan segalanya,’’ jelas dia dilansir Associated Press (AP).
Dia melanjutkan, meski sudah berupaya melakukan berbagai usaha, Doha merasa telah dikeksploitasi bahkan disalahkan. Mereka juga kerap diremehkan oleh pihak-pihak yang mencoba mempolitisasi proses itu.
Meski tak menyebut siapa pihak yang menjadi biang kerok itu, kini pembicaraan gencatan senjata menjadi buntu. ’’Kami sedang melalui tahap sensitif dengan beberapa kemacetan, dan kami berusaha semaksimal mungkin untuk mengatasi kemacetan ini,’’ ujar Al Thani.
Sementara itu, dalam pertemuan bilateral antara Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dan Menlu RRC Wang Yi, kemarin, isu mengenai kawasan dan dunia turut dibahas oleh keduanya. Terkait Timur Tengah misalnya. Retno menyebut, kedua menlu memiliki pandangan yang sama mengenai pentingnya semua pihak menahan diri dan pentingnya untuk melakukan de-eskalasi.
”Saya menjelaskan mengenai upaya diplomatik yang dilakukan Indonesia sejauh ini dan saya yakin RRC akan menggunakan pengaruhnya guna mencegah terjadinya eskalasi,” ungkapnya.
Pandangan yang sama juga disampaikan keduanya mengenai pentingnya gencatan senjata di Gaza dan penyelesaian masalah Palestina secara adil melalui two state solutions. Dalam kesempatan itu, Retno menekankan, bahwa Indonesia akan terus mendukung keanggotan penuh Palestina di PBB. ”Stabilitas Timur Tengah tidak akan terwujud tanpa penyelesaian isu Palestina,” tegasnya.
Wang Yi pun mengamini, bahwa perang di Gaza sudah berlangsung lebih dari setengah tahun dan telah mengakibatkan tragedi humanis di abad 21. Diakuinya, DK PBB juga terus mengkaji resolusi yang menyerukan gencatan senjata di Gaza. Namun resolusi-resolusi tersebut terus di veto oleh Amerika Serikat. Oleh sebab itu DK PBB akhirnya mengadopsi resolusi 2728 yang menuntut gencatan senjata segera di Gaza dan kali ini AS memilih abstain.
Yang disayangkan, pihak AS mengatakan resolusi ini tidak mengikat. ”Dunia sangat terkejut dengan apa yang disampaikan AS. Sikap tersebut menunjukan, di AS hukum internasional hanyalah sebuah alat yang mereka pakai sesuai dengan keinginannya,” ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, setiap anggota negara, keputusan DK PBB berdasarkan piagam PBB bersifat mengikat. Semua anggota bertanggung jawab menaatinya. ”Sebagai anggota tetap DK PBB, bahkan AS semestinya menaati,” sambungnya.
Menanggapi pernyataan AS yang tidak masuk akal, lanjut dia, DK PBB menyerukan bahwa setiap resolusi DK PBB adalah hukum internasional yang mengikat secara hukum. Hendaknya AS menyampingkan mentalitas egois dan mendengarkan kata-kata komunitas internasional secara teliti.
”Dan kami sadarkan, agar pejabat-pejabat AS kembali belajar pengetahuan dasar. AS selalu mengatakan bahwa mereka menaati hukum internasional. DK PBB tidak boleh menjadi suatu alat bagi negara tertentu untuk bermain dan melakukan apapun yang mereka inginkan,” tuturnya.
Dia menegaskan, tak ada pengecualian. Karenanya, diharapkan pihak AS mengubah kebiasaan sombong dan bekerja sama sebagai salah satu anggota DK PBB biasa. ”Diharapkan AS isa bekerja sama dengan anggota DK PBB lainya menjalankan tanggung jawabnya dan untuk menerapkan resolusi 2728, untuk mendorong segera gencatan senjata di Gaza dan menyelamatkan warga palestina saat ini,” ujarnya.
Gencatan Senjata Segera, Cegah Eskalasi Konflik Makin Meluas
Seruan perdamaian terkait konflik Israel dengan Palestina masih terus menggema. Jika konflik tidak segera dihentikan, keterlibatan negara atau kelompok lain tidak berhenti pada Iran. Bahkan juga berpotensi menyulut respon dari kelompok radikal teroris.
Seruan dilakukan gencatan secepatnya di Gaza, disampaikan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf, Kamis (18/4). Dia mengatakan upaya perdamaian di Gaza, tidak cukup diambil oleh Israel dan Palestina saja. Tetapi juga negara lain, termasuk Amerika Serikat serta negara-negara di Timur Tengah lainnya.
’’Di mana-mana sepanjang sejarah, sudah seperti hukum alam, setiap kali terjadi konflik dengan kekerasan, makin lama maka makin banyak pihak terlibat,’’ jelasnya.
Menurut Yahya, keterlibatan negara atau kelompok lain di tengah konflik Israel dan Palestina hanya soal waktu saja. Yahya menjelaskan sebelum Israel meluncurkan ratusan rudal, kelompok Houthi di Yaman sudah merespons aksi brutal Isreel.
Kelompok Houthi diketahui menyerang sejumlah kapal-kapal Israel dan kongsinya yang berlayar di sekitar sana. Dia juga menyampaikan jika eskalasi serangan Israel di Gaza semakin berkembang, tidak menutup kemungkinan menjadi momentum gerakan kelompok radikal teroris di Timur Tengah.
Dia menceritakan konflik sejatinya dimulai pada awal Oktober tahun lalu. Kemudian berkembang terus hingga saat ini. Korban dari Palestina sudah cukup banyak. Baginya kondisi di Gaza sudah melampaui batas-batas kemanusiaan. Maka harus segera dihentikan. ’’Sekarang sudah, stop dulu. Setelah itu duduk bersama untuk mediasi,’’ tuturnya.
Menurut Yahya, baik dari Israel maupun Palestina, belum ada perkembangan yang signifikan terkait dengan resolusi damai. Begitupun dengan negara lain seperti Amerika Serikat, yang memiliki peran penting, juga belum menunjukkan komitmen besar untuk perdamaian di Gaza.
Pada kesempatan itu, Yahya juga merespon foto kunjungannya ke Israel dan bertemu dengan Benjamin Netanyahu. Dia mengatakan pertemuan itu terjadi pada 2018 lalu. Saat itu sebagai katib aam PBNU, dia diundang untuk berbicara dalam forum pemuka Yahudi dari penjuru dunia.
Pada kesempatan itu, Yahya berbicara soal perdamaian yang menjadi inti dari ajaran agama-agama. Setelah itu dia bertemu dengan Netanyahu serta menyampaikan bahwa sikap Indonesia terhadapi Isreal tidak akan berubah. Selama belum ada kemerdekaan bagi Palestina. ’’Saya memang jabat tangan dan senyum. Tak mungkin bertemu (Netanyahu) terus saya piting,’’ katanya lantas tertawa.(wan/mia/dee/bay/jpg)