JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pendiri Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komaruddin mengatakan safari politik presiden terpilih Prabowo Subianto dengan melakukan silaturahmi ke sejumlah tokoh lintas partai politik dapat menjadi pemantik rekonsiliasi nasional. Menurutnya, Prabowo yang berinisiatif mendatangi sejumlah tokoh layak diapresiasi termasuk berusaha untuk bertemu dengan tokoh yang berseberangan dengannya yakni Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
“Kalau kita bicara rekonsiliasi nasional diawali dan didahului oleh silaturahmi pertemuan Prabowo dengan Puan dan kelihatannya juga akan terus berlanjut pada pertemuan Prabowo Megawati dan tokoh lainnya seperti Zulhas, Luhut dan SBY dapat menjadi langkah konsolidasi atau rekonsiliasi nasional,” ujar Ujang, Senin (15/4).
Ujang mendorong momentum Idulfitri ini dapat dimanfaatkan sebagai ajang silaturahmi nasional untuk tetap bersatu meskipun masing-masing tokoh berbeda dukungan, pemikiran dan latar belakang.
“Kalau kita sih inginnya baik-baik, tokoh-tokoh bangsa itu baik-baik, tetapi kan ada latar belakang mereka mohon maaf ya bermusuhan mereka berkonflik karena perbedaan dukungan dan perbedaan kepentingan yang tidak bisa ketemu di antara mereka,” ucapnya.
Lanjut Ujang mengatakan, terpilihnya Prabowo sebagai presiden diharapkan menjadi presiden semua tokoh dan dapat menjadi juru damai atau penengah antar elite yang sedang bermusuhan.
Ujang mencontohkan seperti hubungan antara Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau Megawati dengan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Saya melihat kalau Jokowi dengan Bu Mega agak sulit dengan Jokowi mungkin dengan waktu yang agak panjang tapi kalau antara Prabowo dengan Megawati akan tinggal menunggu waktu kita punya pengalaman ya SBY dengan Megawati mohon maaf tidak akrab sampai sekarang tidak harmonis itu kan dari 2004 hingga sekarang 2024,” ucapnya.
“Artinya 5 kali Pemilu 2004-2009, 2014, 2019-2024 hampir 25 tahun ketidak harmonisan terjadi antara SBY dan Megawati,” sambungnya. Ia mengatakan, Prabowo diyakini dapat menjadi jembatan komunikasi antar tokoh politik yang hubungan nya masih kurang harmonis.
“Atau mungkin nanti ada penengah Prabowo sebagai presiden terpilih atau presiden yang akan dilantik pada Oktober 2024 nanti yang bisa menyebabkan di pertemuan antara Jokowi dengan Megawati. Jadi kita lihat saja nanti dinamikanya. Kita lihat progresnya terkait dengan perkembangan politik ke depan. Terkait dengan rekonsiliasi itu bisa terjadi, bisa juga tidak, kita lihat saja nanti ke depan seperti apa,” paparnya.
Ujang pun berharap para elite politik berbesar hati untuk mendukung rekonsiliasi nasional demi kemajuan bangsa, serta mengesampingkan kepentingan pribadi maupun kelompok. Apalagi Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan hasil sengketa Pilpres 2024 dalam waktu dekat ini.
“Kalau kita berbicara kepentingan nasional, nasional interest atau kepentingan untuk bangsa dan negara, ya mestinya tokoh-tokoh bangsa itu sekencang apapun perbedaannya, sehebat apapun tipu menipunya, sehebat apapun pertarungannya kemarin mestinya ketika nanti sudah ada pemenangnya, ketika MK sudah memutuskan misalnya menang Prabowo atau gak tahu nanti Prabowo dilantik pada Oktober 2024 nanti semuanya harus menerima, mengakui bahwa pilpres sudah usai,” harapnya.(jpg)
Laporan JPG, Jakarta