JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Mahkamah Konstitusi (MK) telah menutup pendaftaran permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pada Sabtu (23/3) malam. Sejumlah pihak meminta para hakim MK menjadi seorang negarawan dan bebas dari intervensi politik dalam mengadili PHPU.
Walaupun pendaftaran sudah ditutup, jumlah pemohon yang tercantum dalam laman resmi MK masih terus bertambah karena proses input data masih dilakukan. Sampai berita ini ditulis, total ada 272 permohonan. Perinciannya, 258 pemohon DPR RI dan DPRD, 12 DPD, dan 2 pilpres.
Ketua MK Suhartoyo mengatakan, pihaknya masih terus melakukan penghitungan jumlah pemohon PHPU. Baik pemohon perseorangan, partai, maupun DPD. ’’Ini masih terus dihitung. Ada perseorangan, partai, dan DPD. Belum pasti sih jumlahnya,’’ terangnya saat mengecek loket pendaftaran di gedung MK kemarin (24/3).
Dia memprediksi jumlah gugatan sengketa pemilu akan meningkat dibanding Pemilu 2019 lalu. Menurutnya, pada pemilu sebelumnya, MK hanya menerima 262 gugatan. Sedangkan tahun ini diprediksi bisa mencapai sekitar 280 gugatan.
Suhartoyo mengungkapkan, pada hari ini, pihaknya akan melakukan registrasi terhadap pemohon gugatan sengketa pilpres. Sedangkan registrasi permohonan pileg baru akan dilaksanakan setelah selesai pilpres. ’’Nunggu selesai pilpres. Kalau yang pilpres Senin (hari ini) akan diregistrasi,’’ paparnya.
Terpisah, PKS akan mengawal gugatan sengketa pemilu. Keputusan itu diambil dalam Musyawarah Majelis Syura (MMS) X di kantor DPP PKS, kemarin. ’’Majelis syura mengamanatkan kepada DPP PKS untuk fokus mengawal gugatan sengketa pilpres di MK hingga tuntas,’’ jelas Presiden PKS Ahmad Syaikhu.
Menurutnya, tim hukum PKS telah memberikan secara langsung data hasil penghitungan suara di seluruh provinsi dan luar negeri yang dibutuhkan untuk proses gugatan sengketa pilpres di MK
Syaikhu berharap MK dapat memproses sengketa pemilu secara jujur, adil, transparan, profesional, dan independen. ’’Tanpa adanya intervensi dari pihak mana pun,” ungkap mantan wakil wali kota Bekasi itu.
Terpisah, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto meyakini masih ada hakim di MK yang memiliki sikap negarawan. ’’Kalau mereka konsen pada panggilan tugas negara dan bangsa, sudah ditulis di konstitusi bahwa hakim MK memiliki sikap negarawan,’’ ujar Hasto.
Pakar hukum tata negara Feri Amsari menekankan, sengketa di MK tak hanya diperuntukkan menilai angka perolehan suara pasangan calon (paslon) pada Pilpres 2024, tetapi juga untuk memastikan proses angka itu muncul. Penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil (jurdil) tidak bisa dilihat dari angka pemilu.
Sebab, hasil pemilu itu sendiri merupakan hasil dari politik gentong babi berupa penggunaan insentif dana pemerintah untuk memenangkan salah satu paslon. ’’Artinya, ada angka dan proses yang bermasalah yang bisa ditonjolkan dalam sidang di MK,’’ jelasnya.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang itu menuturkan, kecurangan pada Pilpres 2024 yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) harus dibongkar ke publik termasuk pelakunya. ’’Dengan kerendahan hati kami ingin mengatakan bahwa segala kecurangan ini dirancang atas kehendak presiden,” tegasnya.
Di sisi lain, KPU RI menegaskan kesiapannya menghadapi sengketa PHPU. Ketua KPU Hasyim Asy’ari menyatakan, pihaknya saat ini tengah mempersiapkan sejumlah advokat untuk membela KPU. Termasuk meminta KPU daerah mengumpulkan bukti-bukti untuk dibawa saat sengketa nanti. (lum/tyo/c17/bay/jpg)
Laporan JPG, Jakarta