RIAUPOS.CO – Antusias yang tinggi dari kalangan anak muda dalam pemilu legislatif 2024 memberi harapan hadirnya wajah baru parlemen Indonesia. Deputi Pemberdayaan Pemuda Kemenpora, Prof Asrorun Niam Sholeh mengungkapkan bahwa tren partisipasi generasi milenial di pemilu 2024, naik signifikan dibanding pemilu sebelumnya.
“Kita bisa melihat angka pemilih dan partisipasinya untuk 2019 dan 2024. Tahun ini tingkat partisipasi pemilih yang didominasi anak muda naik signifikan,” kata Asrorun dalam diskusi Polemik MNC Trijaya “Nanti Kita Cerita Tentang Anak Muda di Parlemen”, Sabtu (9/3).
Komposisi pemilik suara di pemilu 2024 yang 55 persennya anak muda, kata Asrorun, disadari betul oleh para kontestan. “Selama kampanye, konten di media sosial sangat milenial. Ini berarti yang disasar memang bukan orang tua, tapi anak-anak muda. Ini yang mampu mendongkrak partisipasi mereka,” sebutnya.
Bukan hanya dari sisi pemilih, ekspansi anak muda juga terlihat dari nama-nama calon legislator yang disetor ke KPU. “Data kami yang terbanyak itu 309 orang dari Partai Garuda. Kalau partai-partai besar ada PKB 59 orang, Gerindra 93 orang, PDI-P 42 orang, Golkar 26 orang, Nasdem 52 orang, PKS 43 orang, PPP 58 orang. Tapi kita belum tahu, berapa yang akan lolos,” ujar Asrorun.
Kehadiran legislator milenial diharapkan menjadi darah baru bagi parlemen, yang selama ini dikuasai politikus senior. “Kekuatan anak muda adalah soal kecepatan. Jadi kombinasi antara politisi yang sudah makan asam garam dengan anak muda, akan mempercepat proses alih generasi. Dengan usianya yang lebih produktif, ini jadi berkah bagi kita untuk melihat peran mereka dalam pembuatan public policy,” harap Asrorun.
Ke depan, Asrorun menunggu ada regulasi yang semakin mengafirmasi keterwakilan anak muda dalam pemilu. “Kalau untuk perempuan kan sudah diatur keterwakilan minimal 30 persen. Nah idealnya juga perlu ada pengaturan anak muda dibawah usia 30 tahun, misalnya 10 hingga 15 persen dari total kuota. Mungkin usulan ini bisa dititipkan pada caleg muda yang terpilih,” tutur Asrorun.
Ia berharap anak muda tidak lagi terlena dengan jargon “pemimpin masa depan”, yang malah membuat mereka makin jauh dari partisipasi politik. “Selama ini mereka dininabobokan orang tua yang menyatakan anak muda adalah pemimpin masa depan. Jadi antre terus, sampai habis masa mudanya. Saat muda dimanfaatkan orang tua, saat tua jatahnya diambil alih anak muda,” kelakar Asrorun mengakhiri.(gus)
Laporan JPG, Jakarta