Di tengah-tengah pusat wilayah Kabupaten Siak Sri Indrapura berdiri bangunan bersejarah yang tepatnya terletak di samping Istana Asserayah Al Hasyimiah atau Istana Siak Sri Indrapura. Bangunan bersejarah atas pendidikan perempuan di era Kesultanan Siak Sri Indrapura tahun 1929 merupakan bukti sejarah eksistensi pergerakan wanita dimasa pergerakan Nasional. Tengku Agung yang merupakan permaisuri I dari Sultan Syarif Kasim II merupakan penggagas berdirinya lembaga pendidikan bernama Madrasah Annisa ini.
Sultan Syarif Kasim II amat mendukung tekad dan upaya Tengku Agung sebagai perempuan yang ingin menyejahterakan perempuan Siak dengan membuka lembaga pendidikan khusus perempuan. Pendirian Madrasah Annisa tidak serta merta begitu saja, terdapat berbagai faktor-faktor yang melatarbelakangi pendirian Madrasah Annisa, yakni diantaranya kemajuan pendidikan di Sumatera Timur seperti Medan yang sudah memiliki sekolah khusus perempuan, rasa senasib yang dialami Tengku Agung, dan adanya kemajuan zaman.
Fenomena keterbatasan pendidikan perempuan di Siak terjadi tidak terlepas dari tantangan tradisi yang berkembang di Siak dimasa pergerakan Nasional itu. Perempuan dikungkung oleh tradisi berkurung dan bercengkram, yakni penyegeraan pernikahan pada anak perempuan yang sudah menginjak akil baligh. Hal ini mengaitkan rasa senasib dari Tengku Agung yang menjadi salah satu faktor pendirian madrasah Annisa.
Tradisi yang diistimewakan oleh rakyat Siak saat itu juga berimbas pada Tengku Agung, sehingga permaisuri sangat merasakan betapa pentingnya pendidikan bagi perempuan untuk menjawab tantangan tradisi seperti ini. Tengku Agung dan Sultan Syarif Kasim II mengharapkan dengan adanya keberadaan pendidikan khusus perempuan dapat memperbaiki kedudukan dan harkat martabat perempuan, mencerdaskan kaum perempuan dan memiliki keterampilan yang berguna dalam menunjang kehidupannya.
Dalam kurun tahun pendirian Madrasah Annisa ini juga sejalan dengan perkembangan pergerakan tokoh-tokoh wanita hebat di daerah lainnya yang turut memperjuangkan pendidikan kaum perempuan, seperti Kartini yang didukung langsung oleh suaminya yang menjabat sebagai Bupati Rembang, Rohana Kudus, Dewi Sartika yang bekerja sama dengan suaminya dan Rahmah El Yunusiyah yang dibantu oleh saudara laki-lakinya. Sehingga hal ini turut mempengaruhi permaisuri Kesultanan Siak Sri Indrapura dan Sultan Syarif Kasim II.
Pendirian Madrasah Annisa juga menjadi langkah kebijakan Sultan untuk menaikkan pamor Kesultanan Siak Sri Indrapura dimasa pemerintahannya. Estafet kepemimpinan Tengku Agung sebagai pendiri lembaga pendidikan perempuan digantikan oleh adiknya yakni Tengku Maharatu pada tahun 1929 dikarenakan pada tahun tersebut Tengku Agung meninggal dunia.
Fasilitas yang diberikan Sultan untuk pengembangan Madrasah Annisa ini ialah dana, transportasi dan beasiswa seperti Latifah School. Perancangan kurikulum Madrasah Annisa dirancang langsung oleh pihak Kesultanan dengan merujuk pada kurikulum Diniyah Putri Padang Panjang. Pada awalnya Madrasah Annisa memiliki masa studi 7 tahun dengan satu jenjang pendidikan saja, tetapi setelah ada perombakan yang terjadi pada Diniyah Putri Padang Panjang terkait pemecahan jenjang, maka sekolah ini juga terkena dampaknya yaitu jenjang pendidikan Ibtidaiyah 4 tahun dan Tsanawiyah 3 tahun.
Pelajaran di Madrasah Annisa meliputi pelajaran membaca Al-Qur’an, rukun Islam, rukun Iman, ibadah sholat, Fiqh, Hadist, Tauhid, dan Kesenian Arab. Pengetahuan umum juga turut diajarkan seperti sekolah modern lainnya yakni menulis bahasa arab, ilmu bumi, bahasa Perancis, Bahasa Melayu, dan keterampilan perempuan. Madrasah Annisa menciptakan lulusan menjadi muballighat yang bertugas memberikan dakwah kepada masyarakat. Menurut berbagai sumber dari pemaparan para guru, alumni, serta tokoh yang terdapat dizamannya didapatkan informasi bahwa Madrasah Annisa ditutup sekitar tahun 1950.***