Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Tingkat Kemiskinan di Riau Terus Menurun

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Tingkat kemiskinan di Provinsi Riau meningkat pesat pada September 2020 lalu. Namun, setelah itu perlahan tapi pasti, tingkat kemiskinan di Riau terus mengalami penurunan. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau mencatat pada periode Maret 2018-Maret 2022, tingkat kemiskinan di Provinsi Riau mengalami fluktuasi, baik dari sisi jumlah maupun persentase.

"Sejak Maret 2018 hingga Maret 2020 jumlah dan persentase penduduk miskin terus mengalami penurunan. Akan tetapi pada September 2020, jumlah dan persentase penduduk miskin mengalami peningkatan," ujar Kepala BPS Riau Misfaruddin, Senin (25/7).

Dipaparkannya, pada Maret 2018 ada sebanyak 500.440 penduduk miskin dan September 2018 sebanyak 494.260 penduduk. Tahun 2019, pada Maret sebanyak 490.720 penduduk dan September 483.92 penduduk.

Pada Maret 2020 angka masih menunjukkan penurunan yaitu 483.390 jiwa, yang kemudian mulai menanjak pada September yang mencapai 491.220 jiwa. Selanjutnya,  pada Maret tahun 2021 terus naik menjadi 500.810 jiwa.

Angka kembali menunjukkan penurunan pada September 2021 yaitu menjadi 496.660 jiwa. Kemudian, pada Maret 2022, BPS Riau mencatat kembali terjadi penurunan menjadi 485.030 penduduk miskin.

Jika dibandingkan September 2021, jumlah penduduk miskin menurun 11.630  orang. Sementara jika dibandingkan dengan Maret 2021, jumlah penduduk miskin menurun sebanyak 15.780 orang.

Persentase penduduk miskin pada Maret 2022 tercatat sebesar 6,78 persen, menurun 0,22 persen poin terhadap September 2021 dan menurun 0,34 persen poin terhadap Maret 2021.

"Kenaikan jumlah penduduk miskin tertinggi terjadi pada Maret 2021. Kenaikan tersebut disebabkan oleh adanya pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia yang berdampak pada kondisi perekonomian yang memburuk," paparnya.

Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2021-Maret 2022 jumlah penduduk miskin perkotaan turun sebanyak 9.170 orang, sedangkan di perdesaan turun sebanyak 2.460 orang. "Persentase kemiskinan di perkotaan turun dari 6,72 persen menjadi 6,34 persen. Sementara itu, di perdesaan turun dari 7,19 persen menjadi 7,08 persen," ujarnya.

Lebih lanjut, Misfaruddin memaparkan, garis kemiskinan (GK) di Provinsi Riau pada Maret 2022 adalah sebesar Rp605.912 per kapita per bulan. Dibandingkan September 2021, Garis Kemiskinan naik sebesar 3,39 persen. Sementara jika dibandingkan Maret 2021, terjadi kenaikan sebesar 7,06 persen.

Dengan memperhatikan GK, yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2022 sebesar 72,87 persen.

Pada Maret 2022, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada GK, baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya hampir sama. Beras masih memberi sumbangan terbesar yakni sebesar 16,99 persen di perkotaan dan 19,09 persen di perdesaan.

Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap GK (11,84 persen di perkotaan dan 15,44 persen di perdesaan). Komoditi lainnya adalah daging ayam ras (5,22 persen di perkotaan dan 4,31 persen di perdesaan), telur ayam ras (4,46 persen di perkotaan dan 4,05 persen di perdesaan), cabai merah (4,25 persen di perkotaan dan 3,92 di perdesaan), dan seterusnya.

Komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan terbesar baik pada GK perkotaan dan perdesaan adalah perumahan, bensin, listrik, pendidikan, perlengkapan mandi, pakaian jadi perempuan dewasa, pakaian jadi laki-laki dewasa, dan perawatan kulit, muka, kuku, dan rambut.

Misfaruddin menambahkan, beberapa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Riau selama periode September 2021-Maret 2022 antara lain, perekonomian Riau Triwulan I-2022 terhadap Triwulan I-2021 mengalami pertumbuhan sebesar 4,72 persen (year on year/yoy). "Angka ini jauh meningkat dibanding capaian triwulan III-2021 yang tumbuh sebesar 4,13 persen (yoy)," ujarnya.

Selanjutnya, pengeluaran konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2022 tumbuh sebesar 5,01 persen (yoy), telah jauh membaik dibandingkan pertumbuhan Triwulan III-2021 yang hanya sebesar 2,93 persen. Selama periode September 2021-Maret 2022, angka inflasi umum di Provinsi Riau tercatat sebesar 2,63 persen.

Pada Agustus 2021, TingkatPengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Riau sebesar 4,42 persen. Kemudian menurun 0,02 persen poin menjadi 4,40 persen pada Februari 2022. Pada periode September 2021-Maret 2022, harga eceran beberapa komoditas pokok di Provinsi Riau mengalami kenaikan, antara lain cabai merah, cabai hijau, bawang merah, cabai rawit, daging ayam ras, dan minyak goreng. Namun demikian, terdapat pula beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga, antara lain daun bawang, buah naga, kol putih/kubis, telur ayam kampung, kacang tanah, dan beras.

"Penduduk yang terdampak Covid-19 pada Februari 2022 mengalami penurunan dibandingkan Agustus 2021 dari 360,20 ribu orang menjadi 193,50 ribu orang. Bantuan sosial pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah sangat membantu penduduk pada masa pandemi, terutama penduduk pada lapisan bawah," ujarnya.

Warga Miskin Meningkat di Tiga Daerah

Sementara itu, Kepala BPS Inhu, Sukarwanto mengatakan terjadi  peningkatan jumlah keluarga miskin pada tahun 2021. Data tersebut berdasarkan hasil survei yang dilakukan pihaknya.

Baca Juga:  Abe Minta Presiden Pastikan Keamanan Warga Jepang di Indonesia

Peningkatan jumlah keluarga miskin pada tahun 2021 itu, sebabkan oleh berbagai faktor. "Salah satu penyebab meningkatnya jumlah keluarga miskin yakni pandemi Covid-19," ujar Sukarwanto, Kamis (28/7).

Untuk sampel pada saat dilakukan survei sebutnya, merupakan data yang dikirim oleh BPS Pusat. Sehingga tim di BPS Inhu tinggal menuju sampel yang sudah ditunjuk sesuai data sensus yang dilakukan sebelumnya.

Indikator penyebab terjadinya peningkatan jumlah keluarga miskin tersebut tambahnya, tidak bisa diketahui. Karena banyak hal yang didata dan hingga pada akhirnya data tersebut, BPS Pusat yang memberikan penilaian.

"Kami ini sifatnya hanya pendataan. Untuk penilaian atas data tersebut, merupakan kewenangan BPS Pusat. Pada Agustus ini juga bakal keluar hasil pendataan yang dilakukan bulan Maret lalu," terangnya.

Sementara itu, Kepala Bappeda Inhu, Bobby Mauliantino ST MT belum memberikan keterangan tentang meningkatnya jumlah keluarga miskin di daerah itu. Bahkan, konfirmasi melalui pesan singkat WhatsApp juga tidak kunjung dibalas.

Tak hanya Inhu, angka kemiskinan di Kabupaten Siak pada 2020 juga meningkat 5,09 persen dari 457.940 penduduk atau berada di angka 23.309 orang. Sementara untuk 2021, jumlah penduduk 466.683, dengan angka kemiskinan meningkat menjadi 5,18 persen, sehingga warga miskin menjadi 24.174.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Siak Ari Setiadi Gunawan menjelaskan, BPS mengukur angka kemiskinan dengan instrumen survei sosial ekonomi nasional (susenas). Lewat survei akan diketahui sosial ekonomi masyarakat secara nasional.

"Dengan angka di atas, dalam satu tahun, terjadi penambahan penduduk 8.743. Jika dijumlahkan penduduk pada 2021 dikurang jumlah penduduk pada 2020," jelasnya.

Ada dua indikatif yang digunakan untuk mengukur angka kemiskinan suatu daerah, yaitu makanan dan nonmakanan. Untuk makanan, mengonsumsi kalori 2.100 gram per hari dinyatakan sudah tidak miskin. Jika berada di bawahnya dinyatakan miskin.

Sementara untuk nonmakanan ada 14 variabel, di antaranya dilihat dari tempat tinggal. Kondisi rumah, apakah lantainya masih tanah dan temboknya masih kayu. Hal itu menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam penilaian.

Demikian juga dengan kepemilikan kendaraan bermotor. Jika punya sepeda motor, tapi masih kredit, tentunya hal ini akan menjadi penilaian. "Indikatif kemiskinan Rp550 ribu satu orang per bulan. Kali berapa orang di rumah," ungkapnya.

Ukuran itu disepakati secara internasional. Artinya indikatif itu, memang digunakan di seluruh dunia. Setiap tahun dirilis dan terkoneksi dengan PBB. Sejauh ini, PBB aktif merilis dan melakukan publikasi, terkait permasalahan kemiskinan ini.

Sebab bicara kemiskinan, tentu akan berbincara pendapatan. Bicara pendapatan tentu akan membahas mengenai pengangguran dan tenaga kerja. Hal itu saling terkiat satu sama lain.
Saat ini, Ari Setiadi Gunawan mengakui ada geliat menuju bangkitnya ekonomi warga, terutama di beberapa kecamatan, seperti Siak, Tualang, Kandis dan Lubuk Dalam. Malam semakin ramai, dan lebih mudah untuk mendapatkan sesuatu.

Kondisi yang sama terjadi di Kabupaten Pelalawan. Angka kemiskinan di Kabupaten Pelalawan, meningkat selama pandemi pada 2021. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan di Negeri Seiya Sekata ini mencapai 9,63 persen atau 49.300 orang miskin dari jumlah total penduduk Pelalawan, 399.264 ribu.

"Ya, angka ini bertambah 4.565 jiwa dibandingkan dengan bulan yang sama pada 2020 lalu atau sebanyak 45.880 jiwa," terang Bupati Pelalawan, H Zukri melalui Kepala Bappeda Pelalawan, Tengku Zulpan kepada Riau Pos, Rabu (27/7) di ruang kerjanya.

Diungkapkan Zulpan bahwa, kemiskinan diasumsikan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi keperluan dasar makanan dan bukan makanan. Di mana BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar dalam mengukur tingkat kemiskinan.

"Dengan begitu, definisi dari penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan," paparnya.

Dijelaskan mantan Kabag Program Pembangunan (Propem) Setdakab Pelalawan ini bahwa, faktor utama yang diduga mempengaruhi kondisi tingkat kemiskinan di Kabupaten Pelalawan periode Maret 2020 hingga Maret 2021, yakni pandemi Covid-19 yang berkelanjutan. Di mana wabah virus ini berdampak pada perubahan perilaku serta aktivitas ekonomi penduduk.

Dan peningkatan angka kemiskinan ini, juga dipicu oleh banyaknya penduduk usia kerja produktif yang kena PHK atau terpaksa berhenti bekerja karena pandemi Covid-19. Faktor lainnya, belum pulihnya aktivitas perekonomian akibat dampak pandemi Covid-19 dan pembatasan pergerakan kegiatan masyarakat selama pandemi.

"Kemudian, faktor lainnya yakni permasalahan peningkatan penduduk pertahunnya yang disebabkan karena adanya migrasi penduduk yang rata-rata tingkat perekonomiannya rendah dengan tujuan untuk mengadu nasib di Pelalawan,’’ ujarnya.

‘’Artinya, banyak pendatang yang mencoba peruntungan mencari kerja di Pelalawan, namun ternyata tidak mendapatkan pekerjaan pasti sehingga menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan di Negeri Amanah ini. Namun demikian, kita optimistis di tahun 2022 ini kondisinya akan semakin pulih," tambahnya.

Baca Juga:  MPR Minta Pemerintah Masukkan Guru Agama dalam Rekrutmen 1 Juta Guru PPPK

Sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sebanyak 1.591 desa di Riau tahun ini mendapatkan bantuan keuangan (Bankeu) dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau. Dana bankeu tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Riau tahun 2022.

Gubri Syamsuar berharap, pembangunan desa yang menggunakan bantuan desa harus sesuai dengan program pemerintah, baik itu yang menggunakan sumber alokasi dana desa (ADD) kabupaten/kota, termasuk bantuan keuangan dari provinsi.

"Seperti yang ada di Kabupaten Rohil, ada desa di sana menggunakan bantuan keuangan itu untuk tanaman padi. Dan produktif padinya. Kemudian di Kampar ada salah satu BUMDes membangun destinasi wisata. Ada juga BUMDes yang mampu menggunakan dana bantuan keuangan berhasil. Harapan saya semua kepala desa bisa membuat inovasi sehingga kesejahteraan masyarakat bisa meningkat," katanya.

Di masa seperti ini, ia meminta semua pimpinan sampai level bawah harus bijaksana. Karena kegiatan yang dilaksanakan harus dipilah sehingga bisa tepat sasaran.

"Karena kita tidak bisa lagi mengandalkan anggaran pemerintah. Artinya untuk membangun desa ini tidak hanya mengandalkan APBN, APBD dan ADD. Tapi kita harus bijaksana memanfaatkan peluang dan potensi yang ada di masing-masing desa, sehingga kita bisa menggerakan pembangunan dan perekonomian desa," ujarnya.

Menurut Gubri Syamsuar, ada beberapa celah yang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan desa, seperti menggunakan dana hibah, pinjaman, dan CSR atau bantuan dari pihak perusahaan. "Zaman sekarang kita harus pandai ikhtiar dan itu dilegalkan oleh pemerintah kita. Misalnya dengan pola KPBU, kerja sama pemerintah dengan badan usaha," ujarnya.

Selain di desa, BKK juga dialokasikan di kelurahan. Asisten I Sekretariat Daerah Provinsi Riau Masrul Kasmy mengatakan, melihat suksesnya penyaluran BKK untuk desa, Gubernur Riau Syamsuar menginginkan upaya maksimal bagi setiap kelurahan supaya mendapatkan hal yang serupa. Agar nantinya pihak kelurahan bisa melakukan kegiatan pembinaan masyarakat.

"Melihat suksesnya penyaluran BKK untuk desa yang telah dilakukan Pemprov Riau, bapak Gubernur juga mengharapkan hal yang sama dapat dilakukan untuk kelurahan-kelurahan yang ada di Riau," katanya.

Lebih lanjut dikatakannya, nantinya sebanyak 271 kelurahan yang ada di seluruh Provinsi Riau akan mendapatkan bantuan keuangan khusus ditaksir senilai Rp25 juta per kelurahannya.

"Besaran BKK dari Pemprov ini direncanakan senilai Rp25 juta untuk satu kelurahan. Namun jumlah uang tersebut masih bisa berubah, tergantung pembahasan lanjutan nantinya. Sebelumnya Pemprov Riau pernah memberikan BKK untuk kelurahan dengan nominal yang lebih besar. Namun saat itu digunakan dalam pencegahan serta penanggulangan Covid-19," ujarnya.

Masrul menambahkan, pemberian BKK kelurahan tersebut akan diarahkan untuk kegiatan-kegiatan seperti penanganan stunting, pembinaan tahfiz atau pengajar Alquran, serta pemelihara sarana dan prasarana yang ada di kelurahan tersebut.

Ia berharap, dengan adanya BKK untuk kelurahan itu dapat mendukung visi Provinsi Riau yaitu terwujudnya Riau yang berdaya saing, sejahtera, bermartabat, dan unggul di Indonesia.

"Semoga nanti kelurahan yang masuk ke dalam mekanisme anggaran tentu akan ada tindak lanjut yaitu regulasi yang mengaturnya, dan harus lebih nampak kemana arahnya sesuai aturan," sebutnya.

Gubernur Riau Syamsuar memapartkan, berdasarkan data yang dirilis BPS per 15 Juli 2022 terkait perkembangan ekonomi di Provinsi Riau Triwulan II tahun 2022, ditinjau dari nilai ekspor mengalami peningkatan dan angka kemiskinan juga mengalami penurunan. "Alhamdulillah angka kemiskinan turun dan ekspor naik," ujar Syamsuar.

Untuk persentase masyarakat miskin, di Provinsi Riau terendah keenam di Pulau Sumatera. Dengan rincian terendah pertama di Bangka Belitung 66,28 jiwa, Kepulauan Riau 151,68 jiwa, Jambi 279,37 jiwa, Bengkulu 297,23 jiwa, Sumatera Barat 335,21 jiwa, dan disusul Provinsi Riau 485,03 jiwa. "Data ini berdasarkan berita resmi Badan Pusat Statistik per 15 Juli 2022 untuk mengukur kemiskinan BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar," ujarnya.

Sementara itu, untuk nilai ekspor Provinsi Riau bulan Juni 2022 naik 94,93 persen jika dibandingkan dengan Mei 2022. Di mana ekspor non-migas pada Mei 2022 sebesar 826,58 juta dolar AS, kemudian pada pada Juni mencapai 1,88 miliar dolar AS. Selanjutnya ekspor migas pada Mei 2022 sebesar 205,81 juta dolar AS, sedangkan pada Juni 2022 sebesar 135,01 juta dolar AS. "Jadi total ekspor non-migas dan migas pada Mei 2022 sebesar 1,03 miliar dolar AS. Sedangkan pada bulan Juni naik menjadi 2,01 miliar dolar AS," sebutnya.

Kemudian, untuk nilai impor Juni 2022 juga naik sebesar 44,77 persen jika dibandingkan dengan Mei 2022. Yakni impor non-migas pada Mei 2022 sebesar 186, 44 juta dolar AS. Sedangkan Juni 2022 naik menjadi 273,72 juta dolar AS. "Berikutnya, untuk impor migas pada Mei 2022 sebesar 5,02 juta dolar AS dan Juni 2022 menjadi 3,47 juta dolar AS," paparnya.(sol/ayi/kas/mng/amn)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Tingkat kemiskinan di Provinsi Riau meningkat pesat pada September 2020 lalu. Namun, setelah itu perlahan tapi pasti, tingkat kemiskinan di Riau terus mengalami penurunan. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau mencatat pada periode Maret 2018-Maret 2022, tingkat kemiskinan di Provinsi Riau mengalami fluktuasi, baik dari sisi jumlah maupun persentase.

"Sejak Maret 2018 hingga Maret 2020 jumlah dan persentase penduduk miskin terus mengalami penurunan. Akan tetapi pada September 2020, jumlah dan persentase penduduk miskin mengalami peningkatan," ujar Kepala BPS Riau Misfaruddin, Senin (25/7).

- Advertisement -

Dipaparkannya, pada Maret 2018 ada sebanyak 500.440 penduduk miskin dan September 2018 sebanyak 494.260 penduduk. Tahun 2019, pada Maret sebanyak 490.720 penduduk dan September 483.92 penduduk.

Pada Maret 2020 angka masih menunjukkan penurunan yaitu 483.390 jiwa, yang kemudian mulai menanjak pada September yang mencapai 491.220 jiwa. Selanjutnya,  pada Maret tahun 2021 terus naik menjadi 500.810 jiwa.

- Advertisement -

Angka kembali menunjukkan penurunan pada September 2021 yaitu menjadi 496.660 jiwa. Kemudian, pada Maret 2022, BPS Riau mencatat kembali terjadi penurunan menjadi 485.030 penduduk miskin.

Jika dibandingkan September 2021, jumlah penduduk miskin menurun 11.630  orang. Sementara jika dibandingkan dengan Maret 2021, jumlah penduduk miskin menurun sebanyak 15.780 orang.

Persentase penduduk miskin pada Maret 2022 tercatat sebesar 6,78 persen, menurun 0,22 persen poin terhadap September 2021 dan menurun 0,34 persen poin terhadap Maret 2021.

"Kenaikan jumlah penduduk miskin tertinggi terjadi pada Maret 2021. Kenaikan tersebut disebabkan oleh adanya pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia yang berdampak pada kondisi perekonomian yang memburuk," paparnya.

Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2021-Maret 2022 jumlah penduduk miskin perkotaan turun sebanyak 9.170 orang, sedangkan di perdesaan turun sebanyak 2.460 orang. "Persentase kemiskinan di perkotaan turun dari 6,72 persen menjadi 6,34 persen. Sementara itu, di perdesaan turun dari 7,19 persen menjadi 7,08 persen," ujarnya.

Lebih lanjut, Misfaruddin memaparkan, garis kemiskinan (GK) di Provinsi Riau pada Maret 2022 adalah sebesar Rp605.912 per kapita per bulan. Dibandingkan September 2021, Garis Kemiskinan naik sebesar 3,39 persen. Sementara jika dibandingkan Maret 2021, terjadi kenaikan sebesar 7,06 persen.

Dengan memperhatikan GK, yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2022 sebesar 72,87 persen.

Pada Maret 2022, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada GK, baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya hampir sama. Beras masih memberi sumbangan terbesar yakni sebesar 16,99 persen di perkotaan dan 19,09 persen di perdesaan.

Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap GK (11,84 persen di perkotaan dan 15,44 persen di perdesaan). Komoditi lainnya adalah daging ayam ras (5,22 persen di perkotaan dan 4,31 persen di perdesaan), telur ayam ras (4,46 persen di perkotaan dan 4,05 persen di perdesaan), cabai merah (4,25 persen di perkotaan dan 3,92 di perdesaan), dan seterusnya.

Komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan terbesar baik pada GK perkotaan dan perdesaan adalah perumahan, bensin, listrik, pendidikan, perlengkapan mandi, pakaian jadi perempuan dewasa, pakaian jadi laki-laki dewasa, dan perawatan kulit, muka, kuku, dan rambut.

Misfaruddin menambahkan, beberapa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Riau selama periode September 2021-Maret 2022 antara lain, perekonomian Riau Triwulan I-2022 terhadap Triwulan I-2021 mengalami pertumbuhan sebesar 4,72 persen (year on year/yoy). "Angka ini jauh meningkat dibanding capaian triwulan III-2021 yang tumbuh sebesar 4,13 persen (yoy)," ujarnya.

Selanjutnya, pengeluaran konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2022 tumbuh sebesar 5,01 persen (yoy), telah jauh membaik dibandingkan pertumbuhan Triwulan III-2021 yang hanya sebesar 2,93 persen. Selama periode September 2021-Maret 2022, angka inflasi umum di Provinsi Riau tercatat sebesar 2,63 persen.

Pada Agustus 2021, TingkatPengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Riau sebesar 4,42 persen. Kemudian menurun 0,02 persen poin menjadi 4,40 persen pada Februari 2022. Pada periode September 2021-Maret 2022, harga eceran beberapa komoditas pokok di Provinsi Riau mengalami kenaikan, antara lain cabai merah, cabai hijau, bawang merah, cabai rawit, daging ayam ras, dan minyak goreng. Namun demikian, terdapat pula beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga, antara lain daun bawang, buah naga, kol putih/kubis, telur ayam kampung, kacang tanah, dan beras.

"Penduduk yang terdampak Covid-19 pada Februari 2022 mengalami penurunan dibandingkan Agustus 2021 dari 360,20 ribu orang menjadi 193,50 ribu orang. Bantuan sosial pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah sangat membantu penduduk pada masa pandemi, terutama penduduk pada lapisan bawah," ujarnya.

Warga Miskin Meningkat di Tiga Daerah

Sementara itu, Kepala BPS Inhu, Sukarwanto mengatakan terjadi  peningkatan jumlah keluarga miskin pada tahun 2021. Data tersebut berdasarkan hasil survei yang dilakukan pihaknya.

Baca Juga:  Ketua MPR Minta Batalkan Rencana Pajak Sembako dan Pendidikan

Peningkatan jumlah keluarga miskin pada tahun 2021 itu, sebabkan oleh berbagai faktor. "Salah satu penyebab meningkatnya jumlah keluarga miskin yakni pandemi Covid-19," ujar Sukarwanto, Kamis (28/7).

Untuk sampel pada saat dilakukan survei sebutnya, merupakan data yang dikirim oleh BPS Pusat. Sehingga tim di BPS Inhu tinggal menuju sampel yang sudah ditunjuk sesuai data sensus yang dilakukan sebelumnya.

Indikator penyebab terjadinya peningkatan jumlah keluarga miskin tersebut tambahnya, tidak bisa diketahui. Karena banyak hal yang didata dan hingga pada akhirnya data tersebut, BPS Pusat yang memberikan penilaian.

"Kami ini sifatnya hanya pendataan. Untuk penilaian atas data tersebut, merupakan kewenangan BPS Pusat. Pada Agustus ini juga bakal keluar hasil pendataan yang dilakukan bulan Maret lalu," terangnya.

Sementara itu, Kepala Bappeda Inhu, Bobby Mauliantino ST MT belum memberikan keterangan tentang meningkatnya jumlah keluarga miskin di daerah itu. Bahkan, konfirmasi melalui pesan singkat WhatsApp juga tidak kunjung dibalas.

Tak hanya Inhu, angka kemiskinan di Kabupaten Siak pada 2020 juga meningkat 5,09 persen dari 457.940 penduduk atau berada di angka 23.309 orang. Sementara untuk 2021, jumlah penduduk 466.683, dengan angka kemiskinan meningkat menjadi 5,18 persen, sehingga warga miskin menjadi 24.174.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Siak Ari Setiadi Gunawan menjelaskan, BPS mengukur angka kemiskinan dengan instrumen survei sosial ekonomi nasional (susenas). Lewat survei akan diketahui sosial ekonomi masyarakat secara nasional.

"Dengan angka di atas, dalam satu tahun, terjadi penambahan penduduk 8.743. Jika dijumlahkan penduduk pada 2021 dikurang jumlah penduduk pada 2020," jelasnya.

Ada dua indikatif yang digunakan untuk mengukur angka kemiskinan suatu daerah, yaitu makanan dan nonmakanan. Untuk makanan, mengonsumsi kalori 2.100 gram per hari dinyatakan sudah tidak miskin. Jika berada di bawahnya dinyatakan miskin.

Sementara untuk nonmakanan ada 14 variabel, di antaranya dilihat dari tempat tinggal. Kondisi rumah, apakah lantainya masih tanah dan temboknya masih kayu. Hal itu menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam penilaian.

Demikian juga dengan kepemilikan kendaraan bermotor. Jika punya sepeda motor, tapi masih kredit, tentunya hal ini akan menjadi penilaian. "Indikatif kemiskinan Rp550 ribu satu orang per bulan. Kali berapa orang di rumah," ungkapnya.

Ukuran itu disepakati secara internasional. Artinya indikatif itu, memang digunakan di seluruh dunia. Setiap tahun dirilis dan terkoneksi dengan PBB. Sejauh ini, PBB aktif merilis dan melakukan publikasi, terkait permasalahan kemiskinan ini.

Sebab bicara kemiskinan, tentu akan berbincara pendapatan. Bicara pendapatan tentu akan membahas mengenai pengangguran dan tenaga kerja. Hal itu saling terkiat satu sama lain.
Saat ini, Ari Setiadi Gunawan mengakui ada geliat menuju bangkitnya ekonomi warga, terutama di beberapa kecamatan, seperti Siak, Tualang, Kandis dan Lubuk Dalam. Malam semakin ramai, dan lebih mudah untuk mendapatkan sesuatu.

Kondisi yang sama terjadi di Kabupaten Pelalawan. Angka kemiskinan di Kabupaten Pelalawan, meningkat selama pandemi pada 2021. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan di Negeri Seiya Sekata ini mencapai 9,63 persen atau 49.300 orang miskin dari jumlah total penduduk Pelalawan, 399.264 ribu.

"Ya, angka ini bertambah 4.565 jiwa dibandingkan dengan bulan yang sama pada 2020 lalu atau sebanyak 45.880 jiwa," terang Bupati Pelalawan, H Zukri melalui Kepala Bappeda Pelalawan, Tengku Zulpan kepada Riau Pos, Rabu (27/7) di ruang kerjanya.

Diungkapkan Zulpan bahwa, kemiskinan diasumsikan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi keperluan dasar makanan dan bukan makanan. Di mana BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar dalam mengukur tingkat kemiskinan.

"Dengan begitu, definisi dari penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan," paparnya.

Dijelaskan mantan Kabag Program Pembangunan (Propem) Setdakab Pelalawan ini bahwa, faktor utama yang diduga mempengaruhi kondisi tingkat kemiskinan di Kabupaten Pelalawan periode Maret 2020 hingga Maret 2021, yakni pandemi Covid-19 yang berkelanjutan. Di mana wabah virus ini berdampak pada perubahan perilaku serta aktivitas ekonomi penduduk.

Dan peningkatan angka kemiskinan ini, juga dipicu oleh banyaknya penduduk usia kerja produktif yang kena PHK atau terpaksa berhenti bekerja karena pandemi Covid-19. Faktor lainnya, belum pulihnya aktivitas perekonomian akibat dampak pandemi Covid-19 dan pembatasan pergerakan kegiatan masyarakat selama pandemi.

"Kemudian, faktor lainnya yakni permasalahan peningkatan penduduk pertahunnya yang disebabkan karena adanya migrasi penduduk yang rata-rata tingkat perekonomiannya rendah dengan tujuan untuk mengadu nasib di Pelalawan,’’ ujarnya.

‘’Artinya, banyak pendatang yang mencoba peruntungan mencari kerja di Pelalawan, namun ternyata tidak mendapatkan pekerjaan pasti sehingga menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan di Negeri Amanah ini. Namun demikian, kita optimistis di tahun 2022 ini kondisinya akan semakin pulih," tambahnya.

Baca Juga:  Lebih Praktis, iOS 16 Bisa Transfer eSIM Hanya lewat Bluetooth

Sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sebanyak 1.591 desa di Riau tahun ini mendapatkan bantuan keuangan (Bankeu) dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau. Dana bankeu tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Riau tahun 2022.

Gubri Syamsuar berharap, pembangunan desa yang menggunakan bantuan desa harus sesuai dengan program pemerintah, baik itu yang menggunakan sumber alokasi dana desa (ADD) kabupaten/kota, termasuk bantuan keuangan dari provinsi.

"Seperti yang ada di Kabupaten Rohil, ada desa di sana menggunakan bantuan keuangan itu untuk tanaman padi. Dan produktif padinya. Kemudian di Kampar ada salah satu BUMDes membangun destinasi wisata. Ada juga BUMDes yang mampu menggunakan dana bantuan keuangan berhasil. Harapan saya semua kepala desa bisa membuat inovasi sehingga kesejahteraan masyarakat bisa meningkat," katanya.

Di masa seperti ini, ia meminta semua pimpinan sampai level bawah harus bijaksana. Karena kegiatan yang dilaksanakan harus dipilah sehingga bisa tepat sasaran.

"Karena kita tidak bisa lagi mengandalkan anggaran pemerintah. Artinya untuk membangun desa ini tidak hanya mengandalkan APBN, APBD dan ADD. Tapi kita harus bijaksana memanfaatkan peluang dan potensi yang ada di masing-masing desa, sehingga kita bisa menggerakan pembangunan dan perekonomian desa," ujarnya.

Menurut Gubri Syamsuar, ada beberapa celah yang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan desa, seperti menggunakan dana hibah, pinjaman, dan CSR atau bantuan dari pihak perusahaan. "Zaman sekarang kita harus pandai ikhtiar dan itu dilegalkan oleh pemerintah kita. Misalnya dengan pola KPBU, kerja sama pemerintah dengan badan usaha," ujarnya.

Selain di desa, BKK juga dialokasikan di kelurahan. Asisten I Sekretariat Daerah Provinsi Riau Masrul Kasmy mengatakan, melihat suksesnya penyaluran BKK untuk desa, Gubernur Riau Syamsuar menginginkan upaya maksimal bagi setiap kelurahan supaya mendapatkan hal yang serupa. Agar nantinya pihak kelurahan bisa melakukan kegiatan pembinaan masyarakat.

"Melihat suksesnya penyaluran BKK untuk desa yang telah dilakukan Pemprov Riau, bapak Gubernur juga mengharapkan hal yang sama dapat dilakukan untuk kelurahan-kelurahan yang ada di Riau," katanya.

Lebih lanjut dikatakannya, nantinya sebanyak 271 kelurahan yang ada di seluruh Provinsi Riau akan mendapatkan bantuan keuangan khusus ditaksir senilai Rp25 juta per kelurahannya.

"Besaran BKK dari Pemprov ini direncanakan senilai Rp25 juta untuk satu kelurahan. Namun jumlah uang tersebut masih bisa berubah, tergantung pembahasan lanjutan nantinya. Sebelumnya Pemprov Riau pernah memberikan BKK untuk kelurahan dengan nominal yang lebih besar. Namun saat itu digunakan dalam pencegahan serta penanggulangan Covid-19," ujarnya.

Masrul menambahkan, pemberian BKK kelurahan tersebut akan diarahkan untuk kegiatan-kegiatan seperti penanganan stunting, pembinaan tahfiz atau pengajar Alquran, serta pemelihara sarana dan prasarana yang ada di kelurahan tersebut.

Ia berharap, dengan adanya BKK untuk kelurahan itu dapat mendukung visi Provinsi Riau yaitu terwujudnya Riau yang berdaya saing, sejahtera, bermartabat, dan unggul di Indonesia.

"Semoga nanti kelurahan yang masuk ke dalam mekanisme anggaran tentu akan ada tindak lanjut yaitu regulasi yang mengaturnya, dan harus lebih nampak kemana arahnya sesuai aturan," sebutnya.

Gubernur Riau Syamsuar memapartkan, berdasarkan data yang dirilis BPS per 15 Juli 2022 terkait perkembangan ekonomi di Provinsi Riau Triwulan II tahun 2022, ditinjau dari nilai ekspor mengalami peningkatan dan angka kemiskinan juga mengalami penurunan. "Alhamdulillah angka kemiskinan turun dan ekspor naik," ujar Syamsuar.

Untuk persentase masyarakat miskin, di Provinsi Riau terendah keenam di Pulau Sumatera. Dengan rincian terendah pertama di Bangka Belitung 66,28 jiwa, Kepulauan Riau 151,68 jiwa, Jambi 279,37 jiwa, Bengkulu 297,23 jiwa, Sumatera Barat 335,21 jiwa, dan disusul Provinsi Riau 485,03 jiwa. "Data ini berdasarkan berita resmi Badan Pusat Statistik per 15 Juli 2022 untuk mengukur kemiskinan BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar," ujarnya.

Sementara itu, untuk nilai ekspor Provinsi Riau bulan Juni 2022 naik 94,93 persen jika dibandingkan dengan Mei 2022. Di mana ekspor non-migas pada Mei 2022 sebesar 826,58 juta dolar AS, kemudian pada pada Juni mencapai 1,88 miliar dolar AS. Selanjutnya ekspor migas pada Mei 2022 sebesar 205,81 juta dolar AS, sedangkan pada Juni 2022 sebesar 135,01 juta dolar AS. "Jadi total ekspor non-migas dan migas pada Mei 2022 sebesar 1,03 miliar dolar AS. Sedangkan pada bulan Juni naik menjadi 2,01 miliar dolar AS," sebutnya.

Kemudian, untuk nilai impor Juni 2022 juga naik sebesar 44,77 persen jika dibandingkan dengan Mei 2022. Yakni impor non-migas pada Mei 2022 sebesar 186, 44 juta dolar AS. Sedangkan Juni 2022 naik menjadi 273,72 juta dolar AS. "Berikutnya, untuk impor migas pada Mei 2022 sebesar 5,02 juta dolar AS dan Juni 2022 menjadi 3,47 juta dolar AS," paparnya.(sol/ayi/kas/mng/amn)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari