BENGKALIS (RIAUPOS.CO) – Kain tenun lejo merupakan aksesoris yang digunakan sebagai sarung pelengkap baju kurung bagi laki-laki dan perempuan Melayu Bengkalis.
Tenun lejo biasanya dipakai dalam berbagai upacara seremonial budaya Melayu. Seperti pernikahan, sunatan, penyambutan tamu, dan acara pementasan seni.
Tenunan khas Bengkalis ini sudah dikenal ke berbagai daerah, baik dari Provinsi Riau bahkan sampai negeri tetangga Malaysia dan Singapura.
Wisatawan yang datang ke Negeri Junjungan biasanya memesan tenun lejo sebagai oleh-oleh khas Bengkalis.
''Amboi moleknye tenunan lejo, warisan budaya zaman berzaman,'' begitu bunyi sepenggal syair bersejarah ini.
Namun saat ini, kain tenun lejo semakin langka dan sangat sulit ditemui pengrajin tenun lejo. Ini dikarenakan hanya sedikit pengrajin setempat yang mampu dan memiliki bakat serta rendahnya minat generasi muda untuk belajar.
Khawatir tenun lejo menjadi langka, adalah SBA (35) salah seorang warga binaan pemasyarakatan (WBP) Lapas Kelas IIA Bengkalis ini, mengajak rekan-rekannya sesama WBP untuk belajar menenun.
Sebelum menjadi narapidana, dia merupakan pengrajin tenun lejo dan menggantungkan hidup dari hasil menjual kain tenun tersebut.
Potensi pasar yang sangat menggiurkan serta niat untuk menjaga kelestarian budaya, membuatnya rela berbagi ilmu dengan pemuda lainnya di Lapas Bengkalis.
“Tenun lejo ini biasa berukuran 2 x 1,5 meter. Motif yang kami buat yang banyak digemari. Mulai dari pucuk rebung, sentorak, siku awan, dan siku keluang,” ujar pria yang akan bebas awal tahun depan.
“Awalnya kami bekerja sama usaha Tenun Putri Emas yang sudah sangat terkenal di Bengkalis ini, untuk melatih keterampilan WBP. Ada 25 peserta yang ikut serta, namun karena keterbatasan sarana dan prasarana, kini tinggal 5 orang saja yang bisa berkarya di bengkel kerja Lapas Bengkalis,” ujar Kepala Lapas Bengkalis, Edi Mulyono pada, Rabu (13/7/2022).
Menurutnya, kelima WBP tersebut setiap pekan bisa menghasilkan 5 helai kain tenun lejo. Mereka diajari dan dibimbing petugas lapas serta napi SBA, sebagai WBP yang berpengalaman dalam tenun lejo.
“Karena produksi masih terbatas, pemasaran kain tenun ini masih di sekitaran lapas saja. Banyak pejabat yang berkunjung ke lapas ikut membeli, ada juga dari Dekranasda, kawan-kawan Kejaksaan dan keluarga WBP. Baru-baru ini Dharma Wanita Lapas Bengkalis memesan untuk seluruh anggotanya. Kewalahan juga kami. Laris manis,” terang Kalapas yang suka tersenyum ini.
Tenun lejo hasil karya WBP ini dijual seharga Rp500 ribu per helai, dengan modal hanya Rp150 ribu saja. Modalnya dari koperasi pegawai, sedangkan keuntungan dibagi juga ke WBP dan sisanya disetorkan ke negara melalui PNBP.
Rasa bangga luar biasa juga dirasakan Kepala Kanwil Kemenkumham Riau, Mhd Jahari Sitepu yang beberapa waktu lalu berkunjung ke Lapas Bengkalis.
“Saya tak menyangka, karya seni seindah ini ternyata buatan warga binaan. Bangganya lagi, di zaman modern begini, masih ada ya anak muda yang mau melestarikan warisan budaya. Apalagi di tempat terbatas seperti ini. Empat jempol untuk WBP Lapas Bengkalis!,” ujar Jahari.
Jahari berharap pemerintah daerah setempat menaruh perhatian lebih dan membantu warga binaan, baik dari segi modal dan pemasaran. Agar semakin banyak WBP yang terlibat dan ahli dalam membuat tenun lejo. Selain meningkatkan perekonomian masyarakat Bengkalis, juga untuk menjaga warisan budaya dan kearifan lokal.
Laporan: Abu Kasim (Bengkalis)
Eitor: Rinaldi