PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Sidang mantan Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa, mantan Pj Sekko Pekanbaru Indra Pomi Nasution dan mantan Plt Kabag Umum Setdako Pekanbaru Novin Karmila kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Selasa (26/8).
Ketiga terdakwa korupsi APBD Pekanbaru ini membacakan pembelaan atau pleidoi terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, ketiganya meminta keringanan hukuman.
Risnandar Mahiwa, menyampaikan penyesalan mendalam atas perbuatannya dan berharap kasusnya dapat menjadi pelajaran berharga untuk perbaikan sistem pemerintahan di Indonesia. Alumni Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) ini mengaku menyesal terjerumus dalam tindak pidana korupsi.
“Kami ditugaskan oleh negara dan jika negara mengoreksi serta menghukum kami, pada prinsipnya kami siap dan ikhlas menjalani,’’ ujar Risnandar.
Risnandar dalam pleidoinya memahami bahwa peradilan yang sedang dihadapi sebagai proses negara melalui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lembaga peradilan dalam melakukan koreksi demi perbaikan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik.
Seiring mengakui kesalahan, ayah tiga anak ini menyampaikan permohonan maaf kepada Presiden dan Wakil Presiden, Menteri Dalam Negeri hingga seluruh anggota DPR RI. Permintaan maaf juga disampaikan kepada seluruh masyarakat Kota Pekanbaru, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, dan seluruh masyarakat Riau.
‘’Saya berharap kasus yang menimpa saya ini dapat menjadi contoh nyata bagi pejabat negara, pejabat politik dan birokrasi agar tidak ada lagi yang mengulang kesalahan yang sama. Sehingga arah kebijakan menuju Indonesia Emas 2045 bisa tercapai,’’ ujarnya.
Selain Risnandar, mantan Sekretaris Kota (Sekko) Pekanbaru Indra Pomi Nasution dan mantan Plt Kepala Bagian (Kabag) Umum Sekretariat Daerah (Setdako) Novin Karmila turut membacakan pleidoi.
Indra Pomi memulai pleidoinya dengan menyebutkan dirinya bukan hanya seorang yang sedang menghadapi kursi pesakitan, tetapi juga sebagai seorang ayah dan suami yang memiliki tiga anak yang masih sangat memerlukan bimbingan. Bahkan anak bungsu masih duduk di bangku sekolah dasar (SD).
‘’Saya menyesali kesalahan ini, bukan karena hanya duduk di persidangan ini, tetapi karena saya telah menyeret keluarga saya dalam penderitaan dan seharusnya tidak mereka tanggung,’’ ujarnya.
Atas tuntutan terhadapnya, Indra Pomi meminta keringanan. Ia mengklaim, yang diperkuat dari pernyataan saksi bahwa dirinya adalah penerima gratifikasi pasif. Tidak pula untuk memperkaya diri, tetapi untuk membantu masyarakat.
‘’Saya hanya menerima pemberian uang secara pasif dari para pemberi dan tidak menikmati, hanya transit untuk digunakan membantu pimpinan lintas sektor hingga ormas (organisasi masyarakat) yang ada di Kota Pekanbaru,’’ sebutnya.
Oleh karena itu, Indra Pomi memohon keringanan kepada majelis hakim. Namun bila majelis hakim berpendapat lain, dirinya berharap mendapat hukuman seadil-adilnya sesuai fakta-fakta persidangan. Di mana dirinya tidak terlibat aktif dalam pemotongan pencairan anggaran, melainkan menerima gratifikasi yang tidak pula untuk memperkaya diri sendiri.
Sementara itu, Novin Karmila dalam pleidoi menyatakan, pemotongan anggaran di Bagian Umum hanyalah melanjutkan kebiasaan lama yang telah terjadi di sana. Pemotongan itu telah terjadi sejak 2022, bahkan saat sebelum dirinya menjabat Plt Kabag Umum.
Novin menyebutkan, pemotongan pencairan anggaran sesuai keterangan saksi-saksi, yaitu dilakukan pejabat lain. Ia hanya menyampaikan permintaan Risnandar, baik secara langsung ataupun melalui ajudannya dan juga atas permintaan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Yulianis.
Bila majelis hakim menyatakan dirinya bersalah sesuai tuntutan JPU, Novin meminta keringanan hukuman. Novin beralasan, dirinya seorang orang tua tunggal yang merupakan tulang punggung keluarga satu-satunya.
‘’Saya juga menjadi tulang punggung bagi orang tua saya yang sudah lansia (lanjut usia), juga saudara saya yang berkebutuhan khusus di rumah,’’ ungkap Novin.
Sebelumnya, ketiga terdakwa telah dituntut pidana oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan hukuman berbeda Risnandar dituntut hukuman pidana penjara 6 tahun, pidana denda sebesar Rp300 juta dengan subsidair 4 bulan kurungan. Ia juga dituntut membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp3,8 miliar.
Adapun Indra Pomi dituntut 6 tahun 6 bulan penjara, lebih berat dibanding terdakwa lainnya. JPU juga menuntut Indra Pomi dengan denda sebesar Rp300 juta dan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp3,1 miliar.
Sementara terdakwa Novin Karmila, dituntut 5 tahun 6 bulan penjara. Selain pidana penjara, Novin juga dituntut membayar denda Rp300 juta dan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp2 miliar.
Sebelumnya JPU KPK Meyer Volmar Simanjuntak dan kawan-kawan dalam dakwaan menjelaskan, Risnandar Mahiwa melakukan perbuatan korupsi dengan melakukan pemotongan dan menerima uang secara tidak sah dari pencairan Ganti Uang Persediaan (GU) dan Tambahan Uang Persediaan (TU) yang bersumber dari APBD/APBD Perubahan (APBD-P) Kota Pekanbaru Tahun Anggaran 2024.
Total uang yang diduga dipotong dan diterima mencapai Rp8,9 miliar. Rinciannya Risnandar Mahiwa menerima Rp2,9 miliar, Indra Pomi Nasution menerima uang Rp2,4 miliar, dan Novin Karmila menerima uang Rp2 miliar lebih. Selain itu, Nugroho Dwi Putranto alias Untung yang merupakan ajudan Risnandar juga didakwa menerima uang senilai Rp1,6 miliar.
Atas perbuatan itu, Risnandar, Indra Pomi dan Novin didakwa melanggar Pasal 12 huruf F juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.(das)
Laporan HENDRAWAN KARIMAN, Pekanbaru