Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Mangrove Berpotensi Sejahterakan Masyarakat

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Ekosistem mangrove yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) merupakan aset penting bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat. Memiliki luas sekitar 127 ribu hektare (Ha), Kabupaten Inhil menjadi pemilik ekosistem mangrove terluas di Riau.

Hutan mangrove Inhil tumbuh di setiap pulau-pulau di kawasan pesisir yang di huni manusia ataupun yang tidak di huni. Ekosistem mangrove sangat berkaitan erat dengan masyarakat di Inhil, terutama sebagai sumber pendapatan ekonomi bagi nelayan dengan berbagai macam hasil tangkapan aneka ikan, aneka udang, kepiting bakau, sebagai petani kelapa, sebagai pencari pucuk nipah dan pembuat arang bakau.

Direktur Yayasan Mitra Insani (YMI) Herbet mengatakan, dengan adanya potensi sumber ekonomi yang bergantung erat dengan ekosistem mangrove, dalam proses nya akan menimbulkan ancaman yang serius terhadap ekosistem mangrove akan rusak.

"Penangkapan ikan dan udang dengan meracun akan mengakibatkan ekosistem di dalam mangrove akan rusak dan menurunya hasil tangkapan. Selain itu juga penebangan bakau sebagai tiang cerucuk untuk kebutuhan bangunan," katanya.

Dengan begitu banyak potensi di kawasan ekosistem mangrove, hal tersebut tentunya menjadi acaman akan rusak dan hancurnya ekosistem mangrove jika tidak sama di jaga dan di Kelola dengan baik.

Baca Juga:  Pasien Positif Covid-19 di Riau Bertambah 9 Orang

"Merespon itu, kami dari YMI dan Yayasan Pesisir Lestari (YPL) bersama masyarakat yang berada di dalam kawasan ekosistem mangrove berupaya melakukan penyelamatan mangrove yang berkelanjutan dengan pengelolaan berbasis masyarakat, kegiatan ini sudah di lakukan sejak Agustus  2021," ujarnya.

Terdapat enam desa yang menjadi fokus program penyelamatan ekosistem mangrove, antara lain desa yang berada di dua kecamatan di Inhil yaitu kecamatan Kuala Indragiri adalah Desa Sapat, Desa Perigi Raja, Desa Sungai Piyai, Desa Tanjung Melayu dan di kecamtan Mandah ada Desa Igal dan Desa Pulau Cawan.

"Dari potensi luasan yang ada, juga terkandung potensi hutan bakau bagi masyarakat baik dari sisi hasil perikanan, hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu (HHBK) maupun hasil dari pemanfaatan jas lingkungannya. Sebagaimana diketahui pemanfaatn terbesar dari keberadaan ekosistem ini adalah dari sektor perikanan dan hasil hutan kayu," sebutnya.

Baca Juga:  Tantangan Beda, Saatnya Tata Kelola Kolaboratif

Selain pemanfaatan langsung, kehadiran ekosistem ini juga memberikan dampak baik bagi perlindungan wilayah pesisir dari gelombang, intrusi air asin, dan abrasi sebagai benteng alam terdepan bagi kebun-kebun khususnya perkebunan kelapa masyarakat.

"Peran aktif masyarakat yang juga diharapkan menjadi kunci ditingkat tapak dalam pengelolaan ekosistem mangrove ini, dimana desa sebagai unit terkecil dalam tata pemerintahan yang memiliki kewenangan untuk merencanakan pembangunan dan pengelolaan wilayahnya berdasarkan karakter geografis masing-masing desa dan potensi yang ada," katanya.

Salah satu potensi yang sudah dimanfaatkan yakni potensi ketam di Kecamatan Kuala Indragiri.

Ketam atau kepiting bakau adalah hewan yang hidup di wilayah pasang surut, yang mana  memiliki nilai ekonomi cukup tinggi sebagai hasil tangkapan nelayan.

"Di Inhil, khususnya di kecamatan Kuala Indragiri terdapat desa-desa yang menghasilkan ketam sebagai hasil tangkapan utama para nelayan. Nilai ekonomi yang beredar pada sektor ketam ini sudah ratusan juta rupiah," paparnya.(gem)

Laporan SOLEH SAPUTRA, Pekanbaru

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Ekosistem mangrove yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) merupakan aset penting bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat. Memiliki luas sekitar 127 ribu hektare (Ha), Kabupaten Inhil menjadi pemilik ekosistem mangrove terluas di Riau.

Hutan mangrove Inhil tumbuh di setiap pulau-pulau di kawasan pesisir yang di huni manusia ataupun yang tidak di huni. Ekosistem mangrove sangat berkaitan erat dengan masyarakat di Inhil, terutama sebagai sumber pendapatan ekonomi bagi nelayan dengan berbagai macam hasil tangkapan aneka ikan, aneka udang, kepiting bakau, sebagai petani kelapa, sebagai pencari pucuk nipah dan pembuat arang bakau.

- Advertisement -

Direktur Yayasan Mitra Insani (YMI) Herbet mengatakan, dengan adanya potensi sumber ekonomi yang bergantung erat dengan ekosistem mangrove, dalam proses nya akan menimbulkan ancaman yang serius terhadap ekosistem mangrove akan rusak.

"Penangkapan ikan dan udang dengan meracun akan mengakibatkan ekosistem di dalam mangrove akan rusak dan menurunya hasil tangkapan. Selain itu juga penebangan bakau sebagai tiang cerucuk untuk kebutuhan bangunan," katanya.

- Advertisement -

Dengan begitu banyak potensi di kawasan ekosistem mangrove, hal tersebut tentunya menjadi acaman akan rusak dan hancurnya ekosistem mangrove jika tidak sama di jaga dan di Kelola dengan baik.

Baca Juga:  Tantangan Beda, Saatnya Tata Kelola Kolaboratif

"Merespon itu, kami dari YMI dan Yayasan Pesisir Lestari (YPL) bersama masyarakat yang berada di dalam kawasan ekosistem mangrove berupaya melakukan penyelamatan mangrove yang berkelanjutan dengan pengelolaan berbasis masyarakat, kegiatan ini sudah di lakukan sejak Agustus  2021," ujarnya.

Terdapat enam desa yang menjadi fokus program penyelamatan ekosistem mangrove, antara lain desa yang berada di dua kecamatan di Inhil yaitu kecamatan Kuala Indragiri adalah Desa Sapat, Desa Perigi Raja, Desa Sungai Piyai, Desa Tanjung Melayu dan di kecamtan Mandah ada Desa Igal dan Desa Pulau Cawan.

"Dari potensi luasan yang ada, juga terkandung potensi hutan bakau bagi masyarakat baik dari sisi hasil perikanan, hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu (HHBK) maupun hasil dari pemanfaatan jas lingkungannya. Sebagaimana diketahui pemanfaatn terbesar dari keberadaan ekosistem ini adalah dari sektor perikanan dan hasil hutan kayu," sebutnya.

Baca Juga:  Masih Bandel, Warga Tetap Nongkrong

Selain pemanfaatan langsung, kehadiran ekosistem ini juga memberikan dampak baik bagi perlindungan wilayah pesisir dari gelombang, intrusi air asin, dan abrasi sebagai benteng alam terdepan bagi kebun-kebun khususnya perkebunan kelapa masyarakat.

"Peran aktif masyarakat yang juga diharapkan menjadi kunci ditingkat tapak dalam pengelolaan ekosistem mangrove ini, dimana desa sebagai unit terkecil dalam tata pemerintahan yang memiliki kewenangan untuk merencanakan pembangunan dan pengelolaan wilayahnya berdasarkan karakter geografis masing-masing desa dan potensi yang ada," katanya.

Salah satu potensi yang sudah dimanfaatkan yakni potensi ketam di Kecamatan Kuala Indragiri.

Ketam atau kepiting bakau adalah hewan yang hidup di wilayah pasang surut, yang mana  memiliki nilai ekonomi cukup tinggi sebagai hasil tangkapan nelayan.

"Di Inhil, khususnya di kecamatan Kuala Indragiri terdapat desa-desa yang menghasilkan ketam sebagai hasil tangkapan utama para nelayan. Nilai ekonomi yang beredar pada sektor ketam ini sudah ratusan juta rupiah," paparnya.(gem)

Laporan SOLEH SAPUTRA, Pekanbaru

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari