Abaikan Permendikbud, Unri Belum Nonaktifkan SH

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Setelah SH ditetapkan sebagai tersangka beberapa hari lalu, Rektorat Universitas Riau (Unri) tetap tidak mengambil tindakan apa-apa. SH sebagai dosen FISIP Unri yang juga menjabat dekan tersebut tidak dinonaktifkan sementara.

Juru Bicara Rektorat terkait kasus ini, WR II Unri Prof Dr Sujianto menyebutkan, tindakan penonaktifan belum bisa diambil. Pasalnya pihak rektorat belum memiliki pijakan legalitas yang kuat. Permendikbud No 30 Tahun 2021 pada kasus ini masih diabaikan.

- Advertisement -

‘’Soal penonaktifan, Rektor sepenuhnya mengacu pada PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, PP No 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil dan Permenrisekdikti No 81 Tahun 2017 tentang Statuta Universitas Riau. Mengacu pada instrumen yuridis tersebut, Rektor belum memiliki aspek legalitas untuk melakukan tindakan administratif pemberhentian sementara," kata Sujianto.

Kendati begitu, kata Sujianto, pihaknya menghormati proses penegakan hukum di Polda Riau. Dirinya mengatakan Rektor Unri akan mengikuti semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rektorat Unri memahami bahwa penonaktifan itu sendiri merupakan pedoman dari Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021. Hanya saja, masih ada aturan lain yang menjadi acuan dalam pengambilan keputusan, terutama kaitannya bahwa SH adalah seorang ASN.

- Advertisement -

Pada Permendikbud Nomor 30 Tahun itu sendiri menegaskan soal penonaktifkan pelaku kekerasan ataupun pelecehan seksual di lingkungan kampus. Hal itu tertuang pada Pasal 14 yang mengatur rincian sanksi administratif bagi pelaku. Dalam pasal tersebut sanksi administratif bisa diterapkan dalam tiga tingkatan. Mulai sanksi administrasi ringan, sedang, hingga berat.

Sanksi administratif ringan disebutkan berupa teguran tertulis, pernyataan permohonan maaf secara tertulis yang harus dipublikasikan di internal dan di media massa. Lalu sanksi sedang berupa pemberhentian sementara dari jabatan tanpa mendapatkan hak jabatan, atau sanksi pengurangan hak bila berstatus mahasiswa.

Adapun sanksi berat meliputi pemberhentian tetap dari jabatan sebagai civitas academika kampus, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Keputusan penjatuhan sanksi ditetapkan secara proporsional dan berkeadilan, berdasarkan rekomendasi dari satuan tugas (satgas) khusus pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Hanya saja, setelah satu bulan Permendikbud No 30 Tahun 2021 berlakukan, Unri belum memiliki Satgas. Satgas ini pembetukannya sendiri diatur dalam Permendikbud tersebut. Tugas pokok dan fungsinya adalah melakukan pencegahan sekaligus penanggulangan kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus.(end)

 

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Setelah SH ditetapkan sebagai tersangka beberapa hari lalu, Rektorat Universitas Riau (Unri) tetap tidak mengambil tindakan apa-apa. SH sebagai dosen FISIP Unri yang juga menjabat dekan tersebut tidak dinonaktifkan sementara.

Juru Bicara Rektorat terkait kasus ini, WR II Unri Prof Dr Sujianto menyebutkan, tindakan penonaktifan belum bisa diambil. Pasalnya pihak rektorat belum memiliki pijakan legalitas yang kuat. Permendikbud No 30 Tahun 2021 pada kasus ini masih diabaikan.

‘’Soal penonaktifan, Rektor sepenuhnya mengacu pada PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, PP No 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil dan Permenrisekdikti No 81 Tahun 2017 tentang Statuta Universitas Riau. Mengacu pada instrumen yuridis tersebut, Rektor belum memiliki aspek legalitas untuk melakukan tindakan administratif pemberhentian sementara," kata Sujianto.

Kendati begitu, kata Sujianto, pihaknya menghormati proses penegakan hukum di Polda Riau. Dirinya mengatakan Rektor Unri akan mengikuti semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rektorat Unri memahami bahwa penonaktifan itu sendiri merupakan pedoman dari Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021. Hanya saja, masih ada aturan lain yang menjadi acuan dalam pengambilan keputusan, terutama kaitannya bahwa SH adalah seorang ASN.

Pada Permendikbud Nomor 30 Tahun itu sendiri menegaskan soal penonaktifkan pelaku kekerasan ataupun pelecehan seksual di lingkungan kampus. Hal itu tertuang pada Pasal 14 yang mengatur rincian sanksi administratif bagi pelaku. Dalam pasal tersebut sanksi administratif bisa diterapkan dalam tiga tingkatan. Mulai sanksi administrasi ringan, sedang, hingga berat.

Sanksi administratif ringan disebutkan berupa teguran tertulis, pernyataan permohonan maaf secara tertulis yang harus dipublikasikan di internal dan di media massa. Lalu sanksi sedang berupa pemberhentian sementara dari jabatan tanpa mendapatkan hak jabatan, atau sanksi pengurangan hak bila berstatus mahasiswa.

Adapun sanksi berat meliputi pemberhentian tetap dari jabatan sebagai civitas academika kampus, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Keputusan penjatuhan sanksi ditetapkan secara proporsional dan berkeadilan, berdasarkan rekomendasi dari satuan tugas (satgas) khusus pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Hanya saja, setelah satu bulan Permendikbud No 30 Tahun 2021 berlakukan, Unri belum memiliki Satgas. Satgas ini pembetukannya sendiri diatur dalam Permendikbud tersebut. Tugas pokok dan fungsinya adalah melakukan pencegahan sekaligus penanggulangan kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus.(end)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya