PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Terdakwa dugaan kasus pencabulan Syafri Harto dituntut tiga tahun penjara, Senin (21/4/2022). Pada sidang dipimpinan Ketua Majelis Hakim Setiono di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru itu, Dekan Nonaktif Fisip Univeristas Riau (Unri) tersebut dinilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah melanggar Pasal 289 KUHP.
Dalam sidang dengan agenda pembacaan tuntutan yang digelar tertutup tersebut, JPU juga meminta kepada majelis hakim agar Syafri Harto membayar biaya yang telah dikeluarkan korban Lm selama proses hukum berlangsung. Nilainya sebesar Rp10.772.000. Usai pembacaan tuntutan, majelis hakim langsung menjadwalkan sidang pembacaan nota pembelaan pada Kamis (24/3/2022) mendatang.
Ditemui usai sidang, JPU Syafril mengatakan, pihaknya telah membuktikan bahwa terdakwa melanggar Pasal 289 KUHP, walaupn yang bersangkutan melakukan penyangkalan selama persidangan. Unsur pasal yang masuk dalam dakwaan primair pada perkara tersebut dinilai Syafril terpenuhi.
''Dapat kami buktikan adanya unsur pemaksaan di situ, sementara perbuatan cabulnya dapat kita pahami bahwa yang bersangkutan melakukan perbuatan yang tidak pantas sebagai pendidik kepada anak didiknya dengan mencium pipi dan kening dan berusaha untuk mencium bibir. Itu perbuatan asusila. Kami dapat membuktikan pasal 289 KUHP dengan hukuman selama tiga tahun,'' kata Syafril.
Terpisah, Penasehat Hukum Syafri Harto, Dodi Fernando, menyatakan siap mementahkan semua tuntutan JPU. Bahkan nota pembelaan hampir rampung menjelang sidang pembacaan tuntutan itu. Dodi yakin bisa membebaskan kliennya dari tuntutan.
''Kami berkeyakinan, dengan pledio nantinya, akan membebaskan Pak Syafri Harto. Yang jadi tuntutan merupakan dakwaan primair yang salah satu unsurnya adalah kekerasan, maka unsur kekerasan wajib ada. Namun Berdasarkan keterangan Lm sendiri, dia mengaku baik di BAP maupun dalam persidangan, tidak mengalami kekerasan,'' kata Dodi.
Dodi juga menyebutkan, tidak ada keterangan saksi yang menyebutkan Lm mengalami kekerasan. Visum juga tidak ada melainkan, kata Dodi, hanya pakaian sebagai barang bukti. Bahkan pakaia korban tidak mengalami rusak atau robek.
Hendrawan: Kariman (Pekanbaru)
Editor: E Sulaiman