PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Penambahan pasien positif Covid-19 di Riau belakangan ini terus mengalami kenaikan yang signifikan. Namun rata-rata masyarakat yang terkonfirmasi positif tidak bergejala sehingga hanya perlu melakukan isolasi mandiri.
Juru Bicara (Jubir) Satgas Penanganan Covid-19 Provinsi Riau dr Surya Hajar mengatakan, pihaknya mengimbau para pasien yang terkonfirmasi Covid-19 dan tidak bergejala agar tidak melakukan isolasi mandiri di rumah. Karena tidak semua rumah layak dijadikan tempat isolasi, karena itu pemerintah menyediakan tempat isolasi terpadu (isoter).
"Sebab semakin tingginya angka penularan Covid-19 saat ini dikhawatirkan akan makin bertambah jika masyarakat masih melakukan isolasi mandiri di rumah. Karena, banyak kemungkinan bisa terjadi penularan antaranggota keluarga, yang berujung klaster keluarga," katanya.
Hingga saat ini, tingkat keterisian tempat isoter rata-rata 50 persen. Sedangkan untuk tingkat hunian di rumah sakit untuk pasien Covid-19 adalah 10 sampai 15 persen, walau tak semua rumah sakit merata angka persentase tersebut. "Bahkan kalau misalnya nanti masih kurang tempat isoter, maka hotel pun akan kita siapkan. Pokoknya kita sudah siap," ujarnya.
Sementara itu, untuk kesiapan tenaga kesehatan atau nakes dikatakan Surya juga sangat siap.
"Nakes kita siap, tim sebelumnya juga belum dibubarkan, jadi kita siap untuk tenaga kesehatan," katanya.
Sementara itu, psien positif Covid-19 di Riau per hari Ahad (20/2) bertambah 632 orang. Plt Kepala Dinas Kesehatan Riau, Masrul Kasmy mengatakan, dengan penambahan tersebut, total orang yang terpapar Covid-19 di Riau sebanyak 135.160 orang.
"Sementara itu, untuk pasien yang sembuh bertambah 195 orang, sehingga total 125.742 orang yang sembuh," katanya.
Untuk kabar dukanya, terdapat tiga pasien positif Covid-19 yang meninggal. Sehingga total pasien yang meninggal akibat Covid-19 di Riau sebanyak 4.144 orang. Dari total pasien positif Covid-19 Riau, yang menjalani perawatan di rumah sakit 162 orang. Sementara yang menjalani isolasi mandiri sebanyak 5.112 orang. "Sehingga saat ini jumlah kasus aktif Covid-19 di Riau baik yang masih menjalani perawatan dirumah atau isolasi mandiri sebanyak 5.274 orang," ujarnya.
Sementara itu, untuk suspect yang menjalani isolasi mandiri 3.234 orang dan yang isolasi di rumah sakit 101 orang. Total suspect yang selesai menjalani isolasi 155.001 meninggal dunia 524 orang. Masrul juga mengajak masyarakat untuk terus menerapkan protokol kesehatan. Terutama saat beraktivitas diluar rumah.
"Mari kita sama-sama dapat menjaga diri dan orang sekitar kita dengan terus menerapkan protokol kesehatan. Mencuci tangan, jaga jarak dan menggunakan masker," ajaknya.
Finis Pandemi Bisa Mundur karena Pelonggaran
Sejumlah negara secara bertahap mulai melonggarkan pengetatan dan pembatasan berbagai kegiatan sosial menyusul puncak gelombang Omicron yang sudah mulai turun. Meski demikian, epidemiolog memperingatkan jika ceroboh, pandemi yang diprediksi bisa rampung akhir tahun ini, bisa molor lagi.
Dalam beberapa hari terakhir, negara-negara terutama di Eropa seperti Swedia, Jerman, dan Austria melaporkan rencana mereka untuk merenggangkan protokol kesehatan seperti peningkatan kapasitas tempat-tempat umum, serta izin bagi kerumunan terbatas.
Mantan Direktur WHO Asia Tenggaran Prof. Tjandra Yoga Aditama menyebut bahwa pelonggaran yang dilakukan oleh beberama negara didasarkan pada setidaknya empat aspek kondisi kesehatan di negara tersebut.
Faktor pertama, kata Yoga, adalah menurunnya kasus harian. Beberapa negara melihat bahwa puncak gelombang Omicron telah terlampaui. Faktor kedua adalah prosentase penduduk yang sudah mendapatkan vaksin lengkap sudah cukup banyak. "Artinya lebih dari 80 persen penduduk negara tersebut," kata Yoga, kemarin (20/2)
Selain dua vaksin utama, populasi masyarakat yang sudah mendapatkan suntikan ketiga alias booster juga sudah cukup banyak. Kemudian faktor ketiga adalah kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan yang semakin hari semakin baik dalam mengantisipasi lonjakan kasus.
Meski demikian, Yoga mengatakan bahwa yang mesti diwaspadai dari berbagai pelonggaran ini adalah kemungkinan munculnya varian baru di masa mendatang.
"Kemunculan varian atau jenis baru di masa datang, yang bukan tidak mungkin akan mengubah kebijakan yang sudah dibuat," kata Yoga.
Sementara menurut Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman, pernyataan berbagai pejabat dunia soal keluar dari pandemi lebih karena dorongan politik dan ekonomi daripada berdasarkan indikator kesehatan.
"Secara policy global, secara de facto dan de jure, kita masih pandemi. Saya khawatir ini (pernyataan keluar dari pandemi, red) malah delusi," kata Dicky.(tau/jpg/ted)