PEKANBARU (RIAPOS.CO) — PEMERINTAH pusat akan memberlakukan program sertifikasi pranikah pada 2020. Tujuannya untuk menekan angka perceraian yang terus meningkat setiap tahun. Di Indonesia, setiap hari terjadi 1.100 perceraian dari 2 juta perkawinan per tahun. Usulan ini berawal dari Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy. Muhadjir menyampaikan tujuan dari program tersebut antara lain untuk membekali calon pengantin (catin) terkait ekonomi keluarga, kesehatan reproduksi, pengasuhan anak, hingga dapat menekan angka perceraian yang tinggi.
Menariknya wacana itu jadi kontroversi di masyarakat. Ada yang pro dan ada yang kontra. Yang menolak menilai, untuk menikah catin harus mendapatkan sertifikat layak kawin. Jika itu tidak ada, mereka terancam tidak bisa menikah. Persoalan lainnya adalah lamanya program itu yang mencapai waktu tiga bulan. Persoalan lain yang diungkapkan msyarakat apakah dengan sertifikasi pranikah ini bisa menjamin tidak terjadi perceraian?
Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Riau Mahyudin mengatakan itu baru wacana pemerintah. Tujuan sertifikasi pranikah itu sebenarnya sama dengan apa yang telah berjalan sekarang.
"Kami belum bisa memberikan tanggapan karena itu belum berjalan. Kalau memang itu nanti jadi kebijakan pusat di daerah, karena instansi vertikal kami siap melaksanakan kebijakan itu," ujar Mahyudin kepada Riau Pos.
Lebih lanjut dijelaskan Mahyudin, saat ini ada namanya pembinaan perkawinan pranikah. Itu dilaksanakan selama dua hari penuh. Dan untuk materi pembekalannya banyak di antaranya adalah reproduksi remaja, hak dan kewajiban suami istri, bagaimana pengelolaan keuangan keluarga dan banyak lagi. Intinya bagaimana menciptakan keluarga sakinah, mawadah dan warohmah.
"Untuk Riau sekitar 90 persen sudah berjalan pembekalan itu. Cuma ini bimbingan biasa. Tapi setiap orang yang akan menikah kami lakukan bimbingan. Dan itu tidak ada biayanya," jelasnya.
Hal senada disampaikan Kasi Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag Pekanbaru Muhammad Nazar. Sebenarnya bimbingan pranikah telah dilaksanakan Kemenag sejak 2013 lalu. Namanya kursus pranikah. Seiring berjalannya waktu, kursus pranikah berubah nama pada 2018 menjadi bimbingan perkawinan (bimwin).
Nazar pun tak menjamin bimbingan pranikah akan mencegah perceraian sepenuhnya. Menurutnya bimbingan pranikah akan membantu catin mempersiapkan diri sebelum memasuki rumah tangga. Catin mengetahui pengetahuan-pengetahuan terkait pernikahan.
"Kami tak menjamin tidak terjadi perceraian. Itu tergantung pribadi dari keluarga sendiri. Yang penting sebelum menikah kami berikan pelatihan yang berhubungan dengan keluarga. Kami sampaikan kepada mereka," ujar Nazar.
Nazar menegaskan, bimbingan pranikah atau bimbingan perkawinan ini sama sekali tak mempersulit catin. Ketika mendaftar ke Kantor Urusan Agama (KUA), catin secara otomatis akan mendapatkan bimbingan dan setelah itu mendapat sertifikat. Selain itu hal ini juga gratis jika mendaftar di KUA.
"Daftar di KUA, langsung kursus pranikah, dapat sertifikat setelah pelatihan dua hari. Biayanya gratis, kalau melalui lembaga lain terserah lembaga itu. Tapi di KUA nggak bayar, nggak ada menyulitkan," tegasnya.
Sementara Panitera Pengadilan Agama Pekanbaru Kelas 1A Kota Pekanbaru H Yasir Nasution MA mengatakan, saat ini tren perceraian di Pekanbaru terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini disebabnya ketidaktahuan pasangan akan hak serta kewajiban sebagai suami istri dalam membina rumah tangga.
Apalagi penyebab utama perceraian setiap tahunnya selalu disebabkan pertengkaran terus menerus serta meninggalkan salah satu pihak, yang juga menjadi alasan salah satu pihak dalam mengajukan gugatan.
Saat ditanya terkait perlukah sertifikasi pranikah ini? Menurut Yasir sangat perlu untuk meminimalisir angka perceraian. Namun akan lebih baiknya sertifikat pranikah ini dilakukan setelah penataran berlangsung.
"Sebenarnya kalau untuk sistem sertifikasi pranikah itu bagus. Tapi sebelumnya catin diberikan edukasi dulu melalui penataran. Setelah itu baru diberikan ujian melalui sistem sertifikasi pranikah agar ilmu dan informasi yang mereka dapatkan tidak asal, dan bisa diaplikasikan ke dalam kehidupan berumah tangga," tegasnya.
Sementara Kepala Pengadilan Agama Bengkalis, melalui Panitera Drs Zulkifli SH MH mengatakan dengan mengikuti proses selama tiga bulan sebelum mendapatkan sertifikat tersebut, paling tidak catin mendapat bimbingan. Terutama memahami posisi masing-masing ketika menjadi suami istri. Dengan bimbingan itu, kata Zulkifli, setelah menjadi suami istri akan saling menghargai dan menghormati.
"Persoalan perceraian terjadi bukan sekadar persoalan ekonomi. Akan tetapi tak saling menghormati dan menghargai. Sama-sama maju dan tak mengalah. Akhirnya pertengkaran muncul. Sabar hilang. Seharusnya bermusyawarah dan sabar. Pasti akur," jelas Zulkifli mengenang beberapa perkara yang masuk ke Pengadilan Agama Bengkalis.