JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Hari ini (14/12) akan dilakukan vaksinasi Covid-19 perdana untuk anak usia 6 tahun ke atas. Kegiatan ini akan diawali di SD 03 Cempaka Putih, Jakarta. Target vaksinasi ini akan mencakup 26,5 juta anak berusia 6 sampai 11 tahun. Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, pihaknya sudah mempersiapkan kick off pelaksanaan vaksinasi Covid-19 untuk anak usia 6 sampai 11 tahun.
"Kick off akan dilakukan di beberapa daerah," katanya.
Selanjutnya, secara bertahap akan dilaksanakan di seluruh wilayah. Pelaksanaan vaksinasi untuk anak usia 6 sampai 11 tahun ini sesuai dengan Instruksi Presiden. Selain itu, Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) juga telah mengeluarkan rekomendasi pelaksanaan vaksinasi Covid-19 untuk anak usia 6 sampai 11 tahun.
"Ini dilakukan betul-betul karena kita ingin mempercepat vaksinasi semua penduduk di Indonesia dan juga mencegah penularan Covid-19," ucap Maxi.
Pelaksanaan vaksinasi ini akan dilakukan secara bertahap. Tahap pertama vaksinasi akan dilaksanakan di provinsi dan kabupaten/kota dengan kriteria cakupan vaksinasi dosis 1 di atas 70 persen. Syarat lainnya, cakupan vaksinasi lansia di atas 60 persen. Sampai saat ini sebanyak 8,8 juta jiwa dari 106 kabupaten/kota dari 11 provinsi yang sudah memenuhi kriteria tersebut. Maxi menjabarkan provinsi tersebut adalah Banten, DI Jogjakarta, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Selain itu ada juga Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, dan Bali.
Selanjutnya, vaksin yang digunakan untuk sementara ini adalah milik Sinovac. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah mengeluarkan Emergency Use Autorization (EUA). Sebanyak 6,4 juta dosis vaksin Sinovac yang akan digunakan hingga akhir Desember ini.
"Kemudian Januari 2022 akan ada tambahan vaksin Sinovac dari Dirjen Farmalkes dan sudah datang, sehingga ini (vaksinasi untuk anak) tidak akan putus," tutur Maxi.
Sinovac Mulai tahun depan, lanjut Maxi, hanya akan digunakan untuk dosis anak. Ini menjadi catatan sehingga untuk vaksin non-Sinovac akan diprioritaskan untuk sasaran selain anak usia 6 sampai 11 tahun. Sementara untuk vaksinasi booster akan menggunakan vaksin jenis lain. Sejauh ini ITAGI masih mengkaji vaksinasi booster atau dosis ketiga.
Untuk vaksinasi pada anak ini akan dilakukan penyuntikan dengan intramuskular atau injeksi ke dalam otot tubuh di bagian lengan atas dengan dosis 0,5 mili. Vaksinasi diberikan sebanyak dua kali dengan interval minimal 28 hari. Sama dengan pemberian vaksin pada dewasa, sebelum pelaksana vaksinasi harus dilakukan skrining dengan menggunakan format standar oleh petugas vaksinasi. Tempat pelaksanaan vaksinasi bisa dilakukan di puskesmas, rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lain.
"Termasuk yang kami harapkan pos pelayanan vaksinasi di sekolah atau satuan pendidikan lainnya, atau lembaga kesejahteraan sosial anak seperti panti asuhan," kata Maxi.
Ketua ITAGI Sri Rezeki Hadinegoro menyatakan bahwa latar belakang pemberian vaksin ini karena usia 6 sampai 11 tahun juga bisa tertular Covid-19. Namun, kasus Covid-19 pada anak cenderung lebih ringan dibanding orang dewasa.
"Para pakar menyatakan bahwa kalau ingin bebas Covid-19 maka setiap orang harus divaksinasi. Termasuk pada anak," ungkapnya.
Jika anak mendapatkan vaksin, maka kemungkinan memperoleh herd immunity dengan segera. Pemberian vaksin pada anak ini tidak hanya melindungi diri sendiri. Tetapi juga orang dewasa di sekitarnya. "Anak harus dapat vaksin yang aman," ujarnya.
Untuk itu, pemberian vaksin pada anak usia ini baru dilakukan saat ini. Sebab, harus melewati uji klinis. Sebelumnya, uji klinis dilakukan pada anak yang lebih dewasa. Berkisar usia 12 hingga 17 tahun. Pada usia ini juga telah diizinkan mendapatkan vaksin Covid-19. Lalu dilakukan uji klinis untuk anak usia 6 sampai 11 tahun. Kalau ini aman, bisa jadi akan dilakukan uji klinis untuk anak di usia 5 tahun ke bawah.
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menambahkan, secara umum, kondisi pandemi di Indonesia saat ini sudah memasuki periode flattening. Sebab, sudah lebih dari 150 hari kasus Covid-19 di Indonesia melandai. Meski begitu, dia belum mau menyebut Indonesia sudah memasuki fase endemi atau tidak. Hal itu disebutnya baru bisa terjawab pada awal 2022 nanti.
Sebab, sebelumnya, Ketua Terpilih Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) M Adib Khumaidi yang menilai kondisi di Indonesia saat ini sudah keluar dari kritis. Namun, Luhut belum bisa memastikan kondisi itu.
‘’Ya kita belum berani mengatakan itu tapi dari secara empirik kita memang sudah 150 hari lebih kita bisa flattening dan apakah kita sudah masuk endemi, kita tunggu saja. Saya kira bulan Januari setelah kita lewati ini semua,’’ ujarnya pada kesempatan yang sama.
Namun, Luhut menyebut, Indonesia mendapatkan apresiasi karena berhasil mengendalikan Covid-19. Dengan pengendalian tersebut Indonesia bisa menggelar event akbar Presidensi G20. Dia juga turut membandingkan kondisi Indonesia dengan Jepang yang urung menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT).
‘’Saya sempat singgung tadi, sebagai contoh kita bangga bubble kita itu jalan dalam rangka G20 dan diapresiasi. Sebagai untuk pengetahuan saja hari ini pertemukan tingkat tinggi di Jepang batal karena mereka tak mampu atau tidak bisa mengendalikan bubble,’’ urai Luhut.
Meski begitu, dia mengingatkan Indonesia tak perlu bersikap jemawa dan berpuas diri. Sebab, kelengahan dan kelalaian dapat menyebabkan kasus Covid-19 di Indonesia meningkat lagi.
‘’Saya imbau masyarakat untuk tingkatkan mawas diri, pandemi Covid-19 belum usai. Kita tidak pernah tahu, hanya kesalahan kecil kita bisa mengulangi masa kelam seperti beberapa bulan lalu,’’ jelasnya.(lyn/dee/jpg)