PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Seluruh apotek diminta menarik dan menghentikan penjualan obat merk Ranitidin. Pasalnya, obat lambung tersebut ditetapkan Balai Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dapat memicu penyakit kanker.
Penarikan ranitidin dari pasaran ini, didasari oleh hasil penelitian dari US Food and Drug Administration (US FDA) dan European Medicine Agency (EMA) tertanggal 3 September lalu. Dalam obat itu diduga mengandung N-Nitrosodimethylamine (NDMA). NDMA merupakan salah satu senyawa yang berpotensi memicu kanker.
Selain itu, hasil studi global memutuskan nilai ambang batas cemaran NDMA yang diperbolehkan adalah 96 ng/hari (acceptable daily intake), bersifat karsinogenik jika dikonsumsi di atas ambang batas secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama.
Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) Provinsi Riau, Mimi Yuliani Nazir mengaku, pihaknya sudah meminta kepada apotek untuk melakukan penarikan terhadap obat lambung merek Ranitidin . Tak hanya itu saja, pihaknya juga meminta apotek mengembalikan obat itu ke penyuplai.
“Kita sudah meminta apotek untuk menarik obatnya dan dikembalikan ke pihak penyuplai. Kepada masyarakat diminta agar tidak mengkonsumsi obat lambung jenis itu,” ungkap Mimi, akhir pekan lalu.
Terhadap penarikan obat tersebut sambung Mimi, merupakan kewenangan dari BBPOM untuk melakukan pengawasan. Pihak apotek juga telah pengumpulan obat merek Ranitidine itu dibuktikan dengan berita acara penarikan yang diserahkan ke BBPOM.
“Kalau terhadap informasi pemicu kanker itu kita tidak bisa mengeluarkan pernyataan karena memang harus ada kajian ilmiahnya. Tapi terhadap apa yang telah dikeluarkan oleh BPOM ya harus dipatuhi oleh pihak-pihak penyedia obat,” jelas Mimi.
Sementara itu, Kepala BBPOM Pekanbaru, Mohamad Kashuri menyampaikan, telah mengeluarkan intruksi kepada apotek dan distributor untuk segera menarik peredaran obat Ranitidin.
Ditambahkannya, beberapa apotek yang ada telah menarik peredaran, namun berapa jumlah pastinya obat ranitidin yang sudah ditarik di Riau belum diketahuinya. “Sudah ada, tapi jumlahnya belum ada laporan dari staf BPOM ke saya,” sebutnya.
Kashuri menuturkan, pemakaian ranitidin di atas ambang batas per hari dalam waktu lama, menurut penelitian dapat memicu kanker. Kendati demikian Kashuri mengatakan, jika kasus kanker akibat ranitidin belum ada di Indonesia.
“Potensi gangguan kanker tadi itu, jika konsumen mengkonsumsi dalam jumlah di atas ambang batas dan dalam waktu lama, kalau cuma sekali nggak apa-apa,” tutur Kashuri.
Kashuri mengimbau kepada masyarakat, agar tidak resah dengan adanya penarikan tersebut. Jika membutuhkan obat untuk penyakit maag, Kashuri menyampaikan agar masyarakat memilih obat lain yang memiliki fungsi sama selain ranitidin. “Ranitidin tentu tidak kami rekomendasikan. Masih ada obat lain yang bisa dipakai. Silahkan konsultasi ke dokter atau ke apoteker,” ujarnya.
Menurut Kashuri, ranitidin adalah obat yang berfungsi mengatasi gangguan tukak lambung, tukak usus atau lazim dikenal sebagai obat msag. Ranitidin bekerja dengan cara menghambat pengeluaran asam lambung. Saat ini, ranitidin yang beredar dapat berupa tablet dan sirup. BBPOM sendiri sedang meneliti tablet dan sirup ranitidin. “Kami lakukan uji labor dan evaluasi terkait NDMA di ranitidin,” tutup Kashuri.(rir)