JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Baru beberapa hari sekolah dibuka, muncul klaster baru. Ketegasan pemerintah diharapkan banyak pihak. Sayangnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melempar tanggungjawab ke pemerintah daerah.
Munculnya klaster baru Covid-19 di sejumlah sekolah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) belum banyak komentar. Kepala Biro Kerja Sama dan Humas Kemendikbud Evy Mulyani mengatakan jika ada satuan pendidikan terindikasi dalam kondisi tidak aman makan pemda wajib menutup kembali satuan pendidikan itu.
Termasuk juga apabila ada daerah yang tingkat risiko penularan Covid-19 nya berubah menjadi berbahaya, lembaga pendidikan juga harus ditutup. Misalnya dari semula hijau menjadi orange atau merah. Atau dari yang semula kuning menjadi orange atau merah. Seperti diketahui pemerintah membuat kelonggaran pembukaan sekolah tatap muka. Sebelumnya sekolah yang boleh menjalankan pembelajaran tatap muka hanya di zona hijau. Tetapi kemudian dilonggarkan sehingga boleh dilakukan di daerah dengan status zona kuning.
"Implementasi dan evaluasi pembelajaran tatap muka adalah tanggung jawab pemerintah daerah," katanya, Rabu (12/8).
Evy menuturkan dalam menjalankan evaluasi itu pemda didukung oleh pemerintah pusat. Dia berharap dinas pendidikan dan dinas kesehatan di daerah bersama kepala satuan pendidikan berkoordinasi terus dengan satuan tugas percepatan penanganan Covid-19 di daerah masing-masing. Seruan supaya satuan pendidikan tidak menjadi klaster baru Covid-19 juga disampaikan oleh Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi.
"Memang kita membuka kesempatan (belajar tatap muka, red) saat ini. Bahwa setiap sekolah punya pilihan," katanya saat membuka program Gerakan Pemberdayaan Komunitas Guru Madrasah (Garda Kagum) di Jakarta, kemarin (12/8).
Fachrul mengatakan madrasah atau sekolah punya pilihan untuk kembali melakukan pembelajaran tatap muka. Tetapi dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan dengan ketat. Tetapi dalam kondisi yang tidak memungkinkan, sekolah bisa melanjutkan pembelajaran online atau pendidikan jarak jauh (PJJ). Selain itu juga ada pilihan perpaduan atau kombinasi antara tatap muka dengan online.
Mantan wakil Panglima TNI itu menegaskan sekolah tatap muka bisa dilakukan apabila lingkungan sekolah aman dari Covid-19. Kemudian semua guru dan muridnya juga aman dari Covid-19. Lalu ada komitmen untuk menerapkan protokol kesehatan dengan ketat.
"Jika salah satu dilanggar, kita khawatir kita akan membangun lingkungan baru Covid-19 atau klaster baru Covid-19," jelasnya.
Fachrul mengakui di tengah pandemi seperti saat ini, dunia pendidikan mengalami perubahan signifikan. Pada kondisi normal guru memantau pembelajaran secara langsung di kelas. Tetapi saat ini guru harus memanfaatkan teknologi informasi untuk memantau pembelajaran para siswanya.
Dia menuturkan dalam situasi pandemi saat ini, para guru bekerja dalam kondisi serba terbatas. Tetapi dia mengingatkan para guru tidak boleh kehilangan semangat untuk meningkatkan kualitas. Melalui program pelatihan berbasis komunitas Garda Kagum, Fachrul berharap para guru bisa meningkatkan kualitas profesinya di komunitasnya. Dengan komunitas yang dekat dengan lingkungan bekerja atau tempat tinggal, maka pelatihan atau pembinaan kompetensi bisa berjalan efektif, efisien, serta tepat sasaran.
Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji mengatakan pasti bakal banyak bermunculan klaster Covid-19 di sekolahan. Sebab Kemendikbud nekat melonggarkan pembelajaran tatap muka. "Karena semua dokter sudah bilang jangan. Kok ngeyel," tuturnya.
Indra mengatakan dibukanya sekolah tatap muka di zona kuning Covid-19 menunjukkan Mendikbud Nadiem Makarim sudah menyerah mengelola PJJ. Menurut dia sejak terjadi pandemi di bulan Maret lalu, sampai sekarang tidak ada perbaikan pelaksanaan PJJ yang signifikan. Saat ini sekolah seperti menjalankan skema PJJ sesuai dengan kemampuan masing-masing. Tidak ada panduan serta pendampingan secara lebih teknis dari Kemendikbud.
"Semua berjalan terserah. Sampai ada guyonan Kemendikbud sekarang jadi kementerian terserah," katanya.
Indra menegaskan dalam situasi seperti saat ini, sekolah tidak bisa dilepas begitu saja untuk menerapkan PJJ. Guru tetap perlu mendapatkan pelatihan yang terorganisir secara rapi dan terencana dengan baik. Dia menegaskan mengelola SDM berbeda dengan mengelola aplikasi. "Mengelola aplikasi tinggal memasukkan algoritma sudah beres. Mengelola SDM tidak bisa seperti itu," tuturnya.
Dokter Spesialis Anak Soedjatmiko menuturkan bahwa seharusnya sekolah ditutup setelah ada klaster baru di lingkungan tersebut. Alasannya karena cepat menular ke sesama murid. "Murid pulang menularkan ke orangtua, nenek, atau kakek," kata konsultan tumbuh kembang itu kemarin (12/8).
Pemerintah menurutnya harus tegas menyikapi hal ini. Jika tidak maka penularan tidak akan berhenti. Ini justru akan menjadi lingkaran setan. "Kalau masih ingin juga membuka sekolah tatap muka, ada lima syarat yang harus dipenuhi," ungkapnya.
Pertama harus memastikan kasus baru Covid-19 dan pasien dalam pengawasan di wilayah tersebut harus terus menerus menurun. Tak hanya satu atau dua hari saja. Penurunan harus terjadi setidaknya selama dua minggu. Akan lebih baik lagi kalau tidak ada kasus baru. "Kalau masih fluktuatif maka tunda dulu," imbuhnya.
Selanjutnya organisasi wali murid harus mengecek kesiapan guru dan sarana di sekolah sebelum dibuka. Di sekolah harus ada penyemprotan desinfektan ke meja, kursi, pintu, hingga dinding. Selain itu sekolah harus memiliki banyak wastafel dengan air mengalir dan sabun. Sekolah juga harus mampu mengatur jumla, jarak, dan posisi anak. "Guru dan murid yang demam, batuk pilek diare berobat dulu, istirahat 3-5 hari," ujarnya.
Persiapan juga harus dilakukan oleh orang tua dan anak. Orang tua harus menyiapkan masker yang seukuran dengan wajah anak. Yang tak kalah terpenting adalah membiasakan anak untuk memakai masker.
"Orang tua harus melatih anaknya segera cuci tangan dan jangan berdekatan dengan orang lain," tuturnya. Pastikan juga anak siap untuk memakai masker dan mencuci tangan. "Tidak boleh saling pinjam barang," tuturnya.
Kalau semua ketentuan itu terpenuhi, tidak serta merta seluruh sekolah dibuka. Soedjatmiko meminta agar sekolah dibuka secara bertahap. Dimulai dari jenjang SMA-SMK dan diamati selama dua minggu. Jika jenjang ini patuh protokol kesehatan maka lanjut SMP dan tingkat bawahnya. Hingga terakhir baru PAUD dan TK.
Sementara itu, Satgas Penanganan Covid-19 mencatat angka kesembuhan yang cukup signifikan kemarin (12/8). Yakni 2.088 orang. Menjadikan total pasien sembuh 85.798. Dengan kata lain, kini prosentase kesembuhan Covid-19 di Indonesia telah mencapai angka 65 persen dari total kasus. Meski demikian, pertumbuhan kasus positif juga masih cukup banyak. Yakni 1.942 orang dengan total 130.718 orang. Kemudian angka kematian bertambah 79 orang dengan total 5.903. Hingga saat ini, angka kematian stabil berada stabil di angka 4,5 persen.
Di samping itu, masih ada kasus aktif yakni 39.017 orang. Menurut Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19 Dewi Nur Aisyah mengungkapkan, bahwa kasus aktif di Indonesia kini berada sedikit dibawah rata-rata dunia.
"Saat ini, rata-rata pasien aktif di dunia adalah 31,5 persen. Misalnya ada 100 orang terinfeksi atau sedang sakit, berarti ada 31 orang. Kalau Indonesia sudah ada di angka 30 koma sekian persen per kemarin (11 Agustus, red). Jadi sudah ada di bawah walapun tipis," jelas Dewi, kemarin (12/8).
Dewi mengatakan, jika dilihat lebih kecil pada tingkatan wilayah, saat ini porsi terbesar atau 29.18 persen dari total seluruh wilayah terdampak, memiliki 11 hingga 50 orang kasus aktif atau yang dirawat/isolasi mandiri. Sementara wilayah yang memiliki kasus aktif terbesar, yakni di atas 1.000 orang, hanya 1,75 persen dari total wilayah terdampak. Atau 9 kabupaten/kota.
Dewi menjelaskan, 9 kabupaten/kota tersebut. Semua wilayah kota administratif di DKI Jakarta masuk ke dalam kategori wilayah dengan kasus aktif di atas 1.000 orang. Meliputi Jakarta Timur, Selatan, Barat, Utara dan Pusat. Sementara 4 sisanya adalah Kota Surabaya, Kota Medan, Kota Makassar, dan Kota Semarang.(wan/lyn/tau/jpg)