(RIAUPOS.CO) — Sebagai kota wisata sejarah dan diusulkan sebagai Kota Warisan Budaya Dunia, hingga saat ini, Siak masih hijau.
Bagaimana untuk mempertahankannya agar hijau selamanya perlu menjaga negeri Siak. Menjaga Siak perlu kerja sama semua elemen, terutama para generasi muda sabagai pewaris negeri.
Tak ada lagi buka lahan dengan bakar, karena itu akan merusak alam Siak yang sebagian besar adalah gambut.
Demikian dikatakan Bupati Siak Drs H Alfedri MSi. Lebih jauh dikatakannya, sangat besar yang harus dipertaruhkan jika karhutla terjadi. Tidak hanya kerugian materi dan penyakit serta aktivitas lumpuh. Rusaknya alam dan matinya habitat yang ada di dalamnya juga menjadi masalah terbesar.
“Mencegah lebih baik dari pada mengatasi, dengan membuat sekat kanal dan membuat tata kelola gambut,” ungkapnya.
Tata kelola salah satunya adalah dengan Siak Hijau ini. Dibuatlah zonasi, ada zonasi konservatif, zonasi industri, zona pemukiman, dan zona pertanian.
Salah satu zonasi pertanian sedang digalakkan di Bungaraya. Dulu di Bungaraya sulit melarang alih fungsi lahan, namun sekarang sudah kembali ke sawah. Kemarin alih fungsi lahan sawit dengan luas 81 hektare dibuat sawah.
Dan pada tahun lalu 150 hektare. Padi memiliki keunggulan karena lebih ramah lingkungan dan hasilnya lebih baik.
Selain zona pertanian, zona konservasi, ada Danau Zamrud, danau rawa terluas se-Indonesia dan nomor satu di Brazil. Ada juga suaka marga satwa di Giam Siak Kecil. Tahura ada 5.000 hektare lebih. Dan terakhir Koto Ringin akan tanam aren.
“Upaya terus kami lakukan mengurangi pemanasan global dan meningkatkan ekonomi masyarakat dengan sejumlah program. Salah satunya adalah Siak Hijau. Siak Hijau ini adalah dari Kementerian LHK saat Hari Lingkungan Hidup dipusatkan di Siak,” urai Bupati.(adv/a)