Bulan Ramadan penuh berkah dijalani dengan ikhlas dan penuh suka cita. Maka, kehadiran bulan ini disambut dengan diri dan hati yang suci. Mandi belimau sehari sebelum puasa adalah bukti nyata sebagai tanda membersihkan diri secara lahir.
(RIAUPOS.CO) – DUA hari lagi seluruh umat muslim akan menjalankan ibadah puasa Ramadan. Begitu juga dengan M Zuhri, warga yang tinggal di Kampung Bandar, Kecamatan Senapelan, Kota Pekanbaru. Seperti Ramadan tahun sebelumnya, Zuhri adalah orang yang paling sibuk di rumahnya. Ia mulai mengasah bangkung (parang pendek) sampai tajam. Lalu, ia pergi ke hutan terdekat untuk mencari daun dan akar-akar yang akan direbus sebagai bahan ramuan mandi belimau.
Waktu itu sekitar 40 tahun lalu. Zuhri masih remaja kecil. Kawasan Kampung Bandar atau tepian Sungai Siak dan sekitarnya pun tidak seperti sekarang. Kata Zuhri, Jalan Riau, Jalan Soekarno-Hatta, Jalan Jati hingga Palas masih banyak pohon, hutan masih lebat. Baginya, mencari puluhan jenis daun dan akar untuk ramuan mandi belimau, sangat mudah. Bukan hanya Zuhri, orang-orang Kampung Bandar yang lain juga melakukan hal serupa.
Jika Zuhri mencari bahan ramuan ini dua hari menjelang Ramadan, tetangganya ada yang sudah mencari empat hari sebelumnya, bahkan sepekan sebelum Ramadan. Tapi tetap direbus dua hari atau sehari menjelang Ramadan. Bahan ramuan mandi belimau tersebut, yakni, daun pandan, daun limau purut, jeruk purut, daun serai wangi, daun nilam, daun soman, dan daun capo. Berbagai jenis daun tidak harus dicari di hutan. Begitu juga dengan mayang pinang.
Di Kampung Bandar, banyak masyarakat yang punya. Mereka menanam di belakang rumah dekat dapur, atau halaman rumah. Sebagiannya juga ada di rumah Zuhri, seperti daun capo yang tumbuh bebas di halaman rumahnya. Kalau bahan ramuan tidak ada di rumahnya, Zuhri akan meminta ke rumah tetangga. Begitu juga dengan tetangga Zuhri yang sering meminta daun capo ke rumahnya. Sedangkan akar siak-siak, usegh-usegh (usar), kebelu (tanaman jenis umbi-umbian mirip kunyit) memang harus dicari ke hutan terdekat.
Selain ramuan di atas, juga ada bunga rampai yang menjadi pelengkap ramuan. Bunga rampai ini merupakan bunga-bunga yang memiliki aroma wangi, seperti bunga tanjung, cempaka, kenanga, mawar, melati atau bunga-bunga wangi lainnya. Seluruh ramuan ini direbus menjadi satu. Sebelum direbus, kebelu harus terlebih dulu dibelah-belah. Sedangkan serai wangi, mayang pinang dan pandan diikat dengan rapi.
Seluruh ramuan ini direbus dengan kayu di atas tungku tanah yang dibuat di halaman belakang rumah atau di samping dapur. Saat air mendidih, ibu Zuhri menambahkan minyak putri duyung ke dalam Balang. Aroma wangi semakin mencuat. Tidak hanya dari rumah Zuhri, tapi juga dari rumah tetangga kanan kiri yang juga melakukan hal serupa. Kampung Bandar hari itu benar-benar wangi. Zuhri pun semakin tidak sabar ingin mandi bersiram ramuan limau yang wangi tersebut.
Proses perebusan cukup lama karena air rebusan juga banyak. Kata Zuhri, semua orang di rumahnya harus mandi belimau. Ibunya tidak ingin ada anaknya yang tidak mandi belimau. Tak heran jika memakan waktu lama untuk merebusnya. Begitu air mendidih dan semua ramuan yang direbus sudah layu, api tungku pun dipadamkan. Air rebusan dibiarkan sampai dingin. Setelah itu dimasukkan dalam botol limun atau dibiarkan begitu saja. Menjelang mandi, satu orang mendapat jatah satu botol atau satu ember kecil, sesuai banyaknya orang dan air limau.
Mandi Sakral
Ramuan air belimau ini tidak dibuat begitu saja. Dalam proses pembuatan sejak awal, harus dimulai dengan selawat. Setiap daun ramuan yang dipetik dari batangnya, setiap akar ramuan yang dicabut dari akarnya, harus diawali dengan selawat. Saat menyalakan api di tungku, saat menuangkan air rebusan ke dalam balang, setiap hendak membelah atau mengikat bahan ramuan, setiap dalam adukan, memasukkan air rebusan ke dalam botol hingga menyiramkan ke tubuh saat mandi, juga harus disertai dengan selawat. Kata Zuhri, hal ini yang selalu dipesankan ibu kepada dirinya dan keluarganya yang lain.
‘’Mandi Belimau itu bukan mandi biasa. Ini sebuah simbol bagi seorang muslim yang harus dalam keadaan bersih sebelum menjalankan ibadah puasa. Makanya, air limau yang dibuat dengan proses yang panjang, juga tidak dibuat sembarangan. Harus dibuat dengan ikhlas, dengan niat yang benar dan dengan berselawat kepada Nabi agar selalu mendapat syafaatnya,’’ kata Zuhri.
Mandi Belimau ini dilaksanakan pada sore hari, sehari sebelum puasa Ramadan. Bagi masyarakat yang tinggal di dekat sungai akan mandi di sungai. Tapi yang jauh dari sungai melaksanakan mandi belimau di rumah saja. Dari dulu, kata Zuhri, namanya memang mandi belimau. Tapi ada juga yang menyebut belimau saja. Ada juga yang menyebutnya dengan petang belimau karena dilakukan di waktu petang.
Untuk masyarakat tepian Sungai Siak khususnya di Kampung Bandar, ada juga yang menyebutnya dengan potang balimau. Belakangan menjadi potang mogang, terlebih setelah dijadikan sebuah kegiatan khusus oleh Pemerintah Kota Pekanbaru.
Apapun namanya, kata Zuhri, prosesi mandi belimau ini tetap dilakukan masyarakat Kota Pekanbaru khususnya masyarakat Melayu di Kampung Bandar. Tidak pun ada acara, masing-masing keluarga di Kampung Bandar masih melaksanakannya hingga saat ini. Hanya saja, jumlah ramuan yang digunakan tidak selengkap dulu atau saat dirinya masih kecil. Akar usegh-usegh dan siak-siak sudah sulit didapatkan saat ini.