Kamis, 12 September 2024

Antisipasi Dampak La Nina, Daerah Diminta Siap Siaga

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Merujuk informasi yang dikeluarkan Badan, Meteorologi, Klimatologi, dan Geofiisika (BMKG), potensi La Nina di Indonesia dapat terjadi pada periode Oktober 2021 hingga Februari 2022. Catatan BNPB, dalam kurun waktu lima tahun terakhir frekuensi bencana yang paling banyak terjadi adalah bencana Hidrometeorologi dengan kejadian mendominasi yaitu banjir, angin puting beliung, dan tanah longsor.

"Kita sekarang tidak hanya berjuang melawan pandemi saja, tetapi juga bencana lainnya, salah satunya adalah bencana hidrometeorologi," jelas Kepala BNPB, Letjen TNI Ganip Warsito akhir pekan lalu dalam Rapat Koordinasi Nasional Antisipasi La Nina yang diselenggarakan secara daring.

Ganip menjelaskan dalam keterangan resmi yang diterima Riau Pos, ada 5 hal yang dapat dilakukan sebagai upaya mitigasi dan pencegahan jangka pendek dalam menghadapi dampak dari La Nina yang dapat menimbulkan beberapa kejadian bencana hidrometeorologi.

Pertama, adalah dengan memeriksa dan memastikan kesiapan personel, alat, sarana dan prasarana pendukung lainnya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggelar apel kesiapsiagaan oleh segenap komponen di daerah provinsi dan kabupaten/kota. Selanjutnya pada level daerah diminta untuk menyiapkan rencana kontijensi (renkon) daerahnya masing-masing. BNPB telah menginstruksikan kepada BPBD untuk menyusun renkon dalam menghadapi bencana hidrometeorologi.

- Advertisement -
Baca Juga:  Sekda Baru Harus Tegas dan Berani

Pemerintah juga dapat menyiapkan status siaga darurat di wilayahnya apabila diperlukan. Upaya mitigasi bencana hidrometeorologi untuk jangka pendek dapat dilakukan dengan penanaman vegetasi, pembersihan saluran air, pembenahan tanggul sungai, penguatan lereng, serta optimalisasi penguatan drainase.

Selain itu, BNPB meminta pemerintah daerah khusunya BPBD untuk selalu melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat terkait kesiapsiagaan menghadapi bencana hidrometeorologi. Salah satu edukasi yang dapat diberikan adalah apabila turun hujan dengan durasi lebih dari satu jam dan objek pada jarak pandang 30 meter sudah tidak terlihat, maka masyarakat di daerah lereng tebing dan sepanjang aliran sungai harus dievakuasi sementara.

- Advertisement -

Sementara untuk mitigasi jangka panjang, Ganip menjelaskan bahwa tata ruang harus sejalan dan sensitif dengan aspek kebencanaan. 

"Dalam hal tanah longsor misalnya, pemanfaatan lahan kritis sebagai tempat pemukiman tidak seharusnya dilakukan," ujar Ganip. 

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebut fenomena La Nina yang diprediksi bakal terjadi di pengujung tahun 2021 akan mengancam ketahanan pangan. Dua sektor yang dinilai akan sangat berdampak yaitu sektor pertanian dan perikanan.

"Pemerintah harus memberi perhatian lebih di kedua sektor tersebut, karena dampaknya akan mengancam ketahanan pangan karena berpotensi merusak tanaman akibat banjir, hama dan penyakit tanaman, serta juga mengurangi kualitas produk karena tingginya kadar air," kata Dwikorita, Kamis (29/10)

Baca Juga:  Amankan dan Tilang Empat Sepeda Motor

Sedangkan di sektor perikanan, pasokan ikan akan berkurang drastis akibat nelayan tidak bisa melaut. Kalaupun melaut, kata dia, maka hasil tangkapannya tidak akan maksimal karena tingginya gelombang. Kondisi ini juga akan mempengaruhi hasil laut di pasaran yang cenderung mahal. Dwikorita menerangkan, La Nina adalah fenomena mendinginnya Suhu Muka Laut (SML) di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur hingga melewati batas normalnya. Kondisi ini mempengaruhi sirkulasi udara global yang mengakibatkan udara lembab mengalir lebih kuat dari Samudra Pasifik ke arah Indonesia. "Akibatnya Indonesia banyak terbentuk awan dan diprediksi kondisi ini bisa meningkatkan curah hujan sebagian besar wilayah tanah air," jelasnya. 

Kondisi ini berpotensi untuk terus berkembang dan Indonesia harus segera bersiap menyambut kehadiran gadis kecil ini yang diperkirakan akan berlangsung dengan intensitas lemah – sedang, setidaknya hingga Februari 2022.

"Sebagai langkah mitigasi guna meminimalkan risiko, BMKG terus melakukan Sekolah Lapang Iklim (SLI) dan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN). Karena meski La Nina adalah ancaman, namun disisi lain ada hal positif yang juga dibawa," imbuhnya. 

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Merujuk informasi yang dikeluarkan Badan, Meteorologi, Klimatologi, dan Geofiisika (BMKG), potensi La Nina di Indonesia dapat terjadi pada periode Oktober 2021 hingga Februari 2022. Catatan BNPB, dalam kurun waktu lima tahun terakhir frekuensi bencana yang paling banyak terjadi adalah bencana Hidrometeorologi dengan kejadian mendominasi yaitu banjir, angin puting beliung, dan tanah longsor.

"Kita sekarang tidak hanya berjuang melawan pandemi saja, tetapi juga bencana lainnya, salah satunya adalah bencana hidrometeorologi," jelas Kepala BNPB, Letjen TNI Ganip Warsito akhir pekan lalu dalam Rapat Koordinasi Nasional Antisipasi La Nina yang diselenggarakan secara daring.

Ganip menjelaskan dalam keterangan resmi yang diterima Riau Pos, ada 5 hal yang dapat dilakukan sebagai upaya mitigasi dan pencegahan jangka pendek dalam menghadapi dampak dari La Nina yang dapat menimbulkan beberapa kejadian bencana hidrometeorologi.

Pertama, adalah dengan memeriksa dan memastikan kesiapan personel, alat, sarana dan prasarana pendukung lainnya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggelar apel kesiapsiagaan oleh segenap komponen di daerah provinsi dan kabupaten/kota. Selanjutnya pada level daerah diminta untuk menyiapkan rencana kontijensi (renkon) daerahnya masing-masing. BNPB telah menginstruksikan kepada BPBD untuk menyusun renkon dalam menghadapi bencana hidrometeorologi.

Baca Juga:  Sekda Baru Harus Tegas dan Berani

Pemerintah juga dapat menyiapkan status siaga darurat di wilayahnya apabila diperlukan. Upaya mitigasi bencana hidrometeorologi untuk jangka pendek dapat dilakukan dengan penanaman vegetasi, pembersihan saluran air, pembenahan tanggul sungai, penguatan lereng, serta optimalisasi penguatan drainase.

Selain itu, BNPB meminta pemerintah daerah khusunya BPBD untuk selalu melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat terkait kesiapsiagaan menghadapi bencana hidrometeorologi. Salah satu edukasi yang dapat diberikan adalah apabila turun hujan dengan durasi lebih dari satu jam dan objek pada jarak pandang 30 meter sudah tidak terlihat, maka masyarakat di daerah lereng tebing dan sepanjang aliran sungai harus dievakuasi sementara.

Sementara untuk mitigasi jangka panjang, Ganip menjelaskan bahwa tata ruang harus sejalan dan sensitif dengan aspek kebencanaan. 

"Dalam hal tanah longsor misalnya, pemanfaatan lahan kritis sebagai tempat pemukiman tidak seharusnya dilakukan," ujar Ganip. 

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebut fenomena La Nina yang diprediksi bakal terjadi di pengujung tahun 2021 akan mengancam ketahanan pangan. Dua sektor yang dinilai akan sangat berdampak yaitu sektor pertanian dan perikanan.

"Pemerintah harus memberi perhatian lebih di kedua sektor tersebut, karena dampaknya akan mengancam ketahanan pangan karena berpotensi merusak tanaman akibat banjir, hama dan penyakit tanaman, serta juga mengurangi kualitas produk karena tingginya kadar air," kata Dwikorita, Kamis (29/10)

Baca Juga:  Penambahan Pasien Positif Terbanyak dari Siak

Sedangkan di sektor perikanan, pasokan ikan akan berkurang drastis akibat nelayan tidak bisa melaut. Kalaupun melaut, kata dia, maka hasil tangkapannya tidak akan maksimal karena tingginya gelombang. Kondisi ini juga akan mempengaruhi hasil laut di pasaran yang cenderung mahal. Dwikorita menerangkan, La Nina adalah fenomena mendinginnya Suhu Muka Laut (SML) di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur hingga melewati batas normalnya. Kondisi ini mempengaruhi sirkulasi udara global yang mengakibatkan udara lembab mengalir lebih kuat dari Samudra Pasifik ke arah Indonesia. "Akibatnya Indonesia banyak terbentuk awan dan diprediksi kondisi ini bisa meningkatkan curah hujan sebagian besar wilayah tanah air," jelasnya. 

Kondisi ini berpotensi untuk terus berkembang dan Indonesia harus segera bersiap menyambut kehadiran gadis kecil ini yang diperkirakan akan berlangsung dengan intensitas lemah – sedang, setidaknya hingga Februari 2022.

"Sebagai langkah mitigasi guna meminimalkan risiko, BMKG terus melakukan Sekolah Lapang Iklim (SLI) dan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN). Karena meski La Nina adalah ancaman, namun disisi lain ada hal positif yang juga dibawa," imbuhnya. 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari