PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang putusan gugatan calon legislatif (caleg) Hanura Suhardiman Amby, Rabu (31/7). Dalam amar putusannya, majelis sidang DKPP memberi peringatan keras kepada sejumlah anggota KPU Kuansing atas pelanggaran kode etik. Selain itu, DKPP juga memerintahkan pencopotan jabatan Ahdanan dari Ketua KPU Kuansing. Pihak pengadu, Suhardiman Amby mengatakan bahwa pihaknya masih belum menerima putusan yang dibuat DKPP.
“Kami hormati keputusan DKPP. Walaupun mengecewakan, akan kami pertimbangkan untuk mengangkat dugaan pelanggaran pidananya,” sebut Suhardiman usai sidang.
Lebih jauh diceritakan dia soal persidangan, bahwa ada beberapa poin putusan yang disampaikan majelis sidang. Di antaranya memberikan peringatan keras kepada teradu dua anggota KPU Kuansing, Wigati Iswandiari. Termasuk juga kepada anggota KPU Kuansing lainnya, Wawan Ardi, Irwan Yuhendi dan Yeni Gusneli.
“Sedangkan untuk Ketua KPU Kuansing tadi majelis hakim memutuskan untuk mencopot jabatan. Keanggotaan tetap. Hanya diberi peringatan keras saja,” sebutnya.
Sementara itu, Komsioner KPU Riau Divisi Hubungan Masyarakat dan SDM Nugroho Noto Susanto mengaku belum mendapat salinan putusan dari DKPP. Sehingga dirinya belum bisa memberikan komentar terhadap putusan tersebut.
“Belum dapat saya salinan putusannya,” ucap Nugie saat dikonfirmasi terpisah.
Diketahui sebelumnya, DKPP telah menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Kuansing, Jumat 14 Juni 2019 lalu. Sidang pemeriksaan dipimpin anggota DKPP Dr H Alfitra Salam didampingi 3 orang anggota majelis, Firdaus dari unsur KPU Riau, Sri Rukmini dari unsur tokoh masyarakat dan Gema Wahyu Adinata dari unsur Bawaslu Riau.
Sidang Pemeriksaan digelar di Aula Bawaslu Riau, Jalan Adi Sucipto, Komplek Transito, Pekanbaru. Sidang dimulai sekitar pukul 09.00WIB. Terlihat hadir pelapor Suhardiman Amby yang merupakan caleg DPRD Riau Dapil 8 dengan nomor urut 1 dari Hanura. Suhardiman melaporkan ketua dan anggota KPU Kuansing ke DKPP dengan 10 aduan. Suhardiman membacakan sendiri aduannya. Pertama, KPU Kabupaten Kuansing menurutnya telah melakukan perubahan DPTHP 3 secara sepihak dalam rapat pleno tertutup tanpa dihadiri partai politik peserta pemilu dan Bawaslu Kuansing. Kedua, menurut pelapor, KPU Kabupaten Kuansing tidak cermat dalam menetapkan DPTb karena ditemukan perbedaan angka pemilih dalam kategori DPTb. Ketiga, KPU Kuansing melakukan kesalahan prosedur dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kecamatan. Keempat, KPU Kuansing tidak cermat dalam melakukan pengesetan terhadap logistik pemilu yang berakibat banyaknya TPS yang kekurangan surat suara.
Kelima, KPU Kuansing melakukan pembiaran dan tidak memerintahkan PPK di tingkat kecamatan untuk menyerahkan Formulir model DAA1 kepada saksi dan Bawaslu Kuansing. Keenam, KPU Kuansing tidak memberikan waktu dan ruang kepada saksi dalam menyampaikan keberatannya pada rapat pleno tingkat kabupaten. Ketujuh, salah satu anggota KPU tertidur saat pleno kabupaten berlangsung. Kedelapan, KPU Kuansing tidak memberikan hak bicara kepada saksi partai politik peserta pemilu, bahkan saksi yang telah diberi mandat diminta menunjukkan KTP, diusir keluar hanya karena terlambat hadir. Kesembilan, salah satu anggota KPU Kuansing memiliki hubungan kekerabatan kakak adik dengan pengurus partai politik. Dan pengaduan yang terakhir, KPU Kuansing tidak bersedia mengakomodir permintaan saksi untuk membuka kotak suara padahal terdapat perbedaan/selisih penghitungan suara dalam formulir C1, DAA1 dan DA1.(nda)