JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Penyusunan draf Rancangan Undang-Undang Omnibus Law yang tertutup dinilai menyalahi standar penyusunan peraturan undang-undang. Ombudman RI menyebut proses penyusunan RUU tersebut berpotensi masuk dalam kategori maladministrasi.
"Menurut kami ini berpotensi maladministrasi," kata Komisioner Ombudsman RI Alamsyah Saragih di Kantor Komnas HAM, Jakarta, kemarin (30/1).
Dia mengatakan, pihaknya sudah mendapat banyak aduan terkait penyusunan RUU yang tertutup. Untuk menjembataninya, Ombudsman sempat meminta draf melalui surat resmi ke Kementerian Koordinator bidang Perekonomian. Namun, meskipun berstatus lembaga negara, Ombudsman juga tidak diberikan.
"Ini pertama kalinya kami mendapat surat seperti itu (tidak diberi draf)," imbuhnya.
Alamsyah menambahkan, fakta tersebut cukup aneh. Sebab, sikap tertutup yang ditunjukkan pemerintah dinilai berlebihan. Padahal, merujuk UU 15/2019 tentang Perubahan Atas UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, prosesnya harus dilakukan secara terbuka dan partisipatif.
Dalam proses penyusunan UU yang baik, kata dia, publik harus dilibatkan. Terlebih, RUU Omnibus Law mencakup sektor yang sangat luas. Di mana ada 83 UU yang dilebur dan semuanya terkait langsung dengan masyarakat. Sejauh ini, hanya pengusaha yang dilibatkan dalam satgas penyusunannya. Padahal yang terdampak adalah kelas pekerja. "Publik sebagai pihak yang terdampak harus didengar suaranya," kata dia.
Untuk diketahui, Pemerintah sendiri sebelumnya berjanji akan membuka draf ke public. Hanya saja, hal itu baru dilakukan setelah draf versi pemerintah sudah final dan diserahkan ke DPR.(jpg)
Laporan JPG, Jakarta
JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Penyusunan draf Rancangan Undang-Undang Omnibus Law yang tertutup dinilai menyalahi standar penyusunan peraturan undang-undang. Ombudman RI menyebut proses penyusunan RUU tersebut berpotensi masuk dalam kategori maladministrasi.
"Menurut kami ini berpotensi maladministrasi," kata Komisioner Ombudsman RI Alamsyah Saragih di Kantor Komnas HAM, Jakarta, kemarin (30/1).
- Advertisement -
Dia mengatakan, pihaknya sudah mendapat banyak aduan terkait penyusunan RUU yang tertutup. Untuk menjembataninya, Ombudsman sempat meminta draf melalui surat resmi ke Kementerian Koordinator bidang Perekonomian. Namun, meskipun berstatus lembaga negara, Ombudsman juga tidak diberikan.
"Ini pertama kalinya kami mendapat surat seperti itu (tidak diberi draf)," imbuhnya.
- Advertisement -
Alamsyah menambahkan, fakta tersebut cukup aneh. Sebab, sikap tertutup yang ditunjukkan pemerintah dinilai berlebihan. Padahal, merujuk UU 15/2019 tentang Perubahan Atas UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, prosesnya harus dilakukan secara terbuka dan partisipatif.
Dalam proses penyusunan UU yang baik, kata dia, publik harus dilibatkan. Terlebih, RUU Omnibus Law mencakup sektor yang sangat luas. Di mana ada 83 UU yang dilebur dan semuanya terkait langsung dengan masyarakat. Sejauh ini, hanya pengusaha yang dilibatkan dalam satgas penyusunannya. Padahal yang terdampak adalah kelas pekerja. "Publik sebagai pihak yang terdampak harus didengar suaranya," kata dia.
Untuk diketahui, Pemerintah sendiri sebelumnya berjanji akan membuka draf ke public. Hanya saja, hal itu baru dilakukan setelah draf versi pemerintah sudah final dan diserahkan ke DPR.(jpg)
Laporan JPG, Jakarta